A. Muqoddimah
Segala puji
hanyalah milik Allah I, yang telah memberikan karunia
terbesarnya yakni nikmat iman, islam, dan kesehatan .Shalawat beserta salam
hanya terlimpah curahkan kepada baginda kita yakni Nabi Muhammad r, yang telah
membawa kesempurnaan risalahnya sebagaimana
yang kita ketahui islam sangat memuliakan wanita, oleh karna itu islam mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia khususnya wanita,
memberikan sebuah peraturan untuk wanita sebenarnya bukanlah suatu pengekangan dan hidup dalam keterbatasan, akan tetapi untuk kebaikan wanita itu sendiri yang terkadang mereka tidak menyadarinya.
memberikan sebuah peraturan untuk wanita sebenarnya bukanlah suatu pengekangan dan hidup dalam keterbatasan, akan tetapi untuk kebaikan wanita itu sendiri yang terkadang mereka tidak menyadarinya.
Dalam pembahasan ini saya akan membahas salah
satu aspek wanita terkhususnya wanita dalam berpakaian menurut pandangan islam.
Karna pada zaman sekarang ini saya begitu prihatin tentang pakaian-pakaian yang
di kenakan oleh akhwat-akhwat kita, yang kurang dalam syarat pemakaian pakaian
. dalam pembahasan ini juga saya ingin mengingatkan kepada kita semua ( para
akhwat) akan tujuan memakai busana, larangan bertabaruj berlebihan, kemudian
standar syarat pakaian muslimah. Nah, dari makalah ini saya harap kita semua
sadar akan pentingnya syarat-syarat ini agar terhindar dari berbagai fitnah
yang muncul disebabkan karna pakaian yang kita kenakan.
Berikut saya
kemukakan tentang dalil menutup aurat dan bagaimana seharusnya seorang muslimah
berpakaian yang benar menurut syar’i.
B.
Definisi
Secara etimologi, syarat (شَرَطَ- شَرْطا ) yang artinya’’ memenuhi syarat’’[1]. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘syarat’ adalah janji sebagai tuntutan
atau permintaan yang harus di penuh[2]. Secara
terminologi, syarat pakaian muslimah adalah batasan-batasan aurat wanita yang
harus di tutupi serta bagaimana kriteria
busana muslimah agar tidak termasuk orang yang terlaknat dalam hadit’s
Rosulullah r .
C.
Dalil Wajib Menutup Aurat
Allah Swt.
berfirman , “ Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian
takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalu ingat.’’ (Al-A’raf : 26 )[3]
Nabi saw,
pernah ditanya tentang aurat. Beliau menjawab, “ jagalah auratmu kecuali dari pasanganmu (suami atau istri) atau hamba
sahayamu. “ seseorang bertanya,” Bagaimana jika suatu kaum berkumpul
barsama-sama?” Beliau menjawab,” Jika engkau bisa menjaganya agar tidak
terlihat oleh siapapun maka lakukanlah. “ Seseorang bertanya lagi, “ Bagaimana
jika seorang diantara kami sedang sendirian? “ Beliau menjawab,” Malu kepada Allah adalah lebih layak daripada malu kepada manusia.” (HR. Abu Dawud )[4]
“Tidak ada
seorang wanitapun yang melepas bajunya bukan di rumahnya sendiri ecuali dia
telah membuka aib antara dirinya dengan Allah Ta’ala.”[5]
D. Larangan tabarruj dan Ancaman bagi Pelakunya
Tabarruj adalah memperlihatkan perhiasan
dan keindahan tubuh wanita serta semua bagian badan yang seharurnya tertutup yang dapat mengundang syahwat
lelaki.
Allah swt.berfirman, Dan “ janganlah kamu berhias dan bertingkah laku (tabarruj) seperti
orang-orang jahiliah dahulu.” ( Al-Ahdzab : 33)
Abu Hurairah ra. menyatakan
bahwa Rosulullah r. bersabda, “ Ada dua kelompok penghuni neraka yang belum kulihat
(dalam kenyataannya); sekelompok orang yang membawa cambuk seperti ekor sapi dan
mereka gunakan untuk memukuli manusia dan wanita-wanita yang berpakaian tapi
telanjang, berjalan lenggak-lenggok sambal menggoyangkan bahunya, kepala mereka
seperti punuk unta yang miring. Wanita-wanita seperti itu tidak akan masuk
surga dan tidak pula mencium wanginya. Padahal,
wangi surge itu tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim )[6]
Qatadah mengatakan: “yaitu wanita yang jalannya dibuat-buat dan genit.”
Sedangkan Ibnu Katsir
mengatakan: “tabarruj adalah tindakan seorang wanita yang menampakkan
kecantikannya kepada orang lain[7]
.
Sebagaimana yang kita ketahui, seorang wanita suka sekali dengan
perhiasan, dan perhiasan dapat menarikm mata dan hati kaum lelaki, karna
keduanya marupakan tempat syahwat.
E. Syarat Pakaian muslimah
Allah menganugrahkan seorang wanita mencintai
perhiasan dan penampilan luar, oleh karna itu Allah menghalalkan bagi seorang
wanita sutra, emas dan lain-lain yang tidak diperbolehkan bagi kaum laki-laki.
Tapi terkadang wanita itu sendiri keluar dari batasan syar’iat dalam berhias dan
berpakaian, sehingga menuntut adanya bataasan-batasan syari’at yang harus
menjaganya. Hukum asal dari busana adalah boleh dan halal, kecuali ada dalil
yang mengharamkannya. Dalil dari hukum asal ini adalah firman Allah I :
هُوَ اَّلِذي خَلَقَ لَكُمْ
مَّا فِيْ الَأْرْضِ جَمِيْعًا
“ Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada
di bumi untuk kamu…..”(Al-Baqoroah :29)
قٌلْ مَنْ حَرَّمَ زِيْنَةَ اَللَّهَ اَّلِتيْ أَخْرَجَ
لِعِبَاِدِه
“Katakanlah,’siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya..(Al-A’raf :32)
Mungkin diantara kita ada yang bertanya-tanya
tentang ini, apa saja syarat ketentuan pakaian muslimah , atau bahkan diantara kita ada yang baru mengetahui bahwa
kaum wanita mempunyai syarat pakaian muslimah secara pandangan syar’I dalam
islam. Jika begitu berarti islam sangat memuliakan wanita sampai berpakaianpun
islam punya peraturannya untuk menjaga dan meninggikan kemuliaan kaum wanita.
Dala pembahasan ini saya hanya ingin menyampaikan beberapa point,
sebagai standar dalam syarat pakaian muslimah.
Di sebutkan ada 8
point[8]
:
1. Harus lebar dan longgar. Dengan kata lain, tidak ketat, sehingga tidak
menggambarkan sedikitpun bentuk tubuh, atau memperlihatkan bagian-bagian tubuh
nyang menggoda.
2. Menutupi seluruh bagian badan tanpa terkecuali. Ini berdasarkan sabda
Rosulullah r yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Wanita itu
aurat.”
3. Hijab itu sendiri bukanlah hiasan, atau terdapat warna-warni indah yang
menarik perhatian. Ini berdasarkan firman Allah I , “Dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak daripadanya”(An-Nur : 31)
Menurut Abu Malik Kamal Bin Sayyid
secara umum, pengertian ayat ini mencakup pakaian luar yang di pakai
oleh wanita jika dihias dengan aneka hiasan yang menarik perhatian kaum lelaki.
Di sini saya ingin menarik kesimpulan :
1.
Tampaknya,
pakaian yang termasuk perhiasan adalah pakaian yang bersulam dengan aneka
warna, atau pakaian yang dihias dengan
lukisan-lukisan yang terbuat dari emas dan perak, dan mencolok di mata.
2.
Pakaian
berwarna hitam tetap menjadi pilihan lebih baik bagi wanita dan lebih menutup
auratnya. Warna ini juga yang suka dipakai oleh istri-istri Nabi r(Lihat Shahih Muslim, no 2128) [9].
Imam Dzahabi berkata, “Diantara perbuatan wanita
yang di laknat adalah menampakkan perhiasannya (emas atau mutiara, manik-manik
dll) yang ada di balik cadarnya; dan menggunakan wewangian (seperti minyak
kasturi) termasuk berhias yang pelakunya dimurkai Allah di dunia dan akhirat.
Keberanian kaum wanita tersebut menyebabkan mereka penghuni neraka. Rosulullah r memberitahukan kepada kita, seperti yang
diriwayatkan oleh Bukhori : “Aku melihat neraka, lalu aku lihat sebagian besar penduduknya adalah
wanita.”
4. Harus tebal, tidak transparan.
Sebab, menutup aurat tidak akan terwujud tanpa mengenakan pakaian tebal.
5. Tidak diberi wewangian. Nasa’i, Ibnu khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam
shahih keduanya meriwayatkan bahwa Nabi r bersabda: “Siapapun
wanita yang mengenakan wewangian, kemudian melintasi suatu kaum supaya mereka
mencium baunya, berarti ia pezina, dan setiap mata(yang melihatnya) juga
pezina.”[10]
6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki. Bukhori, Ahmad dan lainya
meriwayatkan dari Ibnu Abbas t bahwa ia berkata,” Rosulullah r melaknat laki-laki yang menyerupai kaum
wanita dan wanita menyerupai kaum laki-laki.”[11]
7. Tidak menyerupai pakaian wanita
kafir, misalnya pendek atau tidak menutupi kepala. Nabi r
bersabda, seperti disebutkan dalam riwayat Imam Ahmad :” Barangsiapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk
bagian dari mereka.”[12]
8.
bukan
pakaian kebesaran. Maksud pakaian kebesaran adalah setiap pakaian yang di
maksudkan agar dikenali orang, baik baju mahal yang dikenakan untuk berbangga
diri, atau baju mahal yang di pakai untuk berbangga diri, atau baju murah yang
di kenakan untuk menampakkan kezuhudan. Nabi r bersabda :” Barangsiapa
mengenakan pakaian kebesaran, maka Allah akan mengenakan padanya pakaian serupa
pada hari kiamat, kemudian dinyalakanlah api neraka padanya.”[13] Seorang wanita yang keluar rumah dengan penampilan seperti ini akan
dijerumuskan setan, baik sebagai penggoda bagi yang lainnya atau orang yang
tergoda karena dirinya. Allah I mencela orang yang berbuat sombong dan bangga diri dengan firman-Nya,’’Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri’’.(Qs:
Luqman:18).[14]
F. BUSANA PARA SHAHABIYAH
Sekilas gambaran tentang
busana para shahabiyah terdahulu yang mereka kenakan dalam keseharian mereka.
a.
Jilbab dan Izar yang ada Rumbainya
Dari Urwah Bin Zubair, bahwasanya Aisyah ra –istri
Nabi- berkata,” istri Rifa’ah Al-Qurazhi medatangi Rosulullah r,
sedangkan saya tengah duduk dan Abu Bakar di sisi beliau. Istri Rifa’ah
Al-Qurazhi berkata,”Wahai Rosulullah, sebelumnya aku menjadi istri Rifa’ah, lalu
ia mentalakku dengan talak tiga, setelah itu aku menikah dengan Abdurrahman Bin
Zubair, “Demi Allah, Wahai Rosulullah, sesungguhnya ia bersamaku ibarat Rumbai
ini ( Sebuah kinayah yang menunjukkan
lemah syahwat, -penerj )-kemudian
ia memegang rumbai jilbabnya-.’Khalid mendengar ucapan wanita tadi, sedangkan
ia berada di depan pintu dan belum diizinkan masuk.”
Dari Fathimah Binti Walid, bahwasanya ia pernah berada di Syam dengan
mengenakan pakaian yang terbuat dari khazz( Yakni,
pakaiaan yang ditenun dari bahan wol dan sutra ), ditambah lagi ia
menggunakan izar. Maka, ditanyakan kepadanya, “Tidak cukupkah
engkau mengenakan khazz ini tanpa mengenakan izar ?”Ia menjawab,” Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah r
memerintahkan untuk mengenakan izar.”[15]
Telah di ceritakan kepada kami dari Abdulllah
Bin Musalamah dari Malik dari Abi Bakar Bin Nafi’ dari ayahnya dari Shofiah
Binti Abi Ubaid mengabarkan kepadanya bahwasanya Ummu salamah Istri Rosulullah r berkata kepada Rosulullah r ketika Nabi sedang berbicara tentang izar : Bagaimana dengan wanita wahai Rosulullah r? Rosulullah r bersabda :” kalau begitu ulurkanlah sejengkal,
kemudian Ummu Salamah berkata lagi : Jika masih tersingkap aurat darinya? Nabi r menjawab :’’ Ulurkanlah satu hasta, tapi tidak
boleh lebih dari itu.[16]
Dari hadits di atas kita sedikit tahu bagaimana model pakaian para shahabiyah terdahulu
Sedikit gambaran model pakaian yang diperbolehkan oleh Rosulullah r.
b. Raithah
Yakni, pakaian luar yang terdiri hanya satu
lembar kain yang tidak digabungkan kedua tepinya (yakni di tenun
secara terusan tanpa harus menjahit kedua tepinya,-penerj.). ada yang
mengatakan bahwa raitah adalah seluruh pakaian yang tipis dan lembut[17].
Dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya, dari
kakeknya t, ia berkata,” Aku bersama Rosulullah r pernah turun dari sebuah bukit. Lalu, beliau
menoleh ke arahku yang saat itu aku mengenakan raithah yang di
celup dengan usfur. Beliau
bertanya,’Raitah apa
yang engkau kenakan ini ?’ Aku tahu beliau tidak suka ini.
Maka, aku pulang mendatangi keluargaku yang tengah menyalakan tungku. Lulu, aku
lemparkan raitah tersebut
ke dalam api. Keesokan harinya, aku menemui beliau. Beliau bertanya,” Wahai
Abdullah, ap[a yang tengah engkau perbuat dengan raitah mu
?’ Aku pun menceritakan kejadian tersebut. Beliau bersabda,’ kenapa engkau tidak
berikan saja pada istrimu ? Sebab, itu tidak mengapa di kenakan bagi
kaum wanita.(Diriwayatkan
oleh Abu Dawud, Al-Libas, IV : 52, no. 4066).
c. Haqwah
Al-Haqwah, artinya pinggul. Ada yang mengatakan artinya
adalah tempat mengikat izar.
Sedangkan arti al-ihtiqa’ adalah
seseorang mengikat izar di
bagian sekitar pinggul.
Dari Ayyub dari muhammad, dari Aisyah ra, bahwa
ia pernah berkunjung ke rumah Shafiyyah, Ummu Thalhah Ath-Thalahat. Aisyah
melihat beberapa anak perempuan Shafiyah. Maka, Aisyah berkata, “Sesungguhnya
Rosulullah r pernah masuk rumah, sedangkan di kamarku ada
seorang anak perempuan. Lalu, beliau melemparkan haqwah ( sejenis izar, kain sarung) dan berkata
padaku,’ Belahlah menjadi dua. Berikan kepada seorang anak perempuan yang ada
di rumah Ummu Salamah. Aku kira ia tengah haidh, atau keduanya tengah haidh.”[18]
d. Khimar
Khimar berasal
dari kata at-takhmir (menutupi), yakni sesuatu yang di gunakan seorang wanita untuk menutupi
kepalanya, sehingga tidak terlihat sama sekali.
Dari Urwah dari Aisyah ra, ia berkata,” semoga Allah merahmati kaum
wanita Muhajirin generasi awal. Ketika Allah I menurunkan ayat,’…Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya…’(QS:An-Nur:31 ) Maka, mereka merobek kain selimut mereka
dan menggunakannya untuk menutupi wajah mereka.
e. Qubthiyah
Qubathi bentuk jamak dari kata Qubthiyah, yakni pakaian penduduk Mesir yang tipis dan berwarna putih.
Seakan-akan, pakaian tersebut dinisbatkan kepada Qibthi, salah satu kabilah
mesir.
Dari
Dhihyah Bin Khalifah Al-Kalbi t, bahwasanya ia berkata,” Rosulullah r di beri sejumlah pakaian qubthiyah, lalu beliau memberikan salah satunya kepadaku seraya bersabda,’
Belahlah menjadi dua dan buatlah salah satuinya menjadi gamis. Sedangkan, yang
lain berikanlah kepada istrimu untuk di jadikan khimar.’ketika aku beranjak pergi, beliau bersabda, ‘perintahkan kepada istrimu
untuk mengenakan baju di bawah kain qubthiyah tersebut agar tidak terlihat warna kulitnya.”[19]
G. LALU BAGAIMANA HUKUM MEMAKAI PAKAIAN BERBORDIR DAN BERKOMBINASI ??
Pertanyaan di atas kerap
kali di tujukan kepada para akhwat kita sekarang ini, karna semakin
berkembangnya zaman model gamispun semakin bermacam-macam ada yang berbordir
ada pula yang di renda dan di kombinasikan dengan berbagai macam warna, hal ini
semua tentunya menambah hukum baru lagi di kalangan kita. Dalam buku Tata
Busana Para Salaf :
Dalam Buku Fatawa
lilMar’ah “Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu
Ta’ala pernah ditanya : Apa hukumnya mengenakan al-‘aba’ah ( adalah baju kurung yang tebal yang dikenakan seorang wanita dari
kepala hingga kedua kakinya, sehingga menutupi seluruh tubuh, pakaian dalam,
dan perhiasan,-penerj.). yang
ujungnya atau lengannya di pasang benang sutra yang di pintal (Berbordir ) atau
yang sejenisnya ?
Jawab : Hal tersebut hukumnya haram, karena
akan menimbulkan fitnah. Wahai ukhti muslimah, luruskanlah akal pikiran anda
dan pahamilah tujuan anda mengenakan al-a’ba’ah. Apakah
masuk akal anda menutup perhiasan dengan perhiasan lain ? Bukankah di
syariatkannya hijab itu untuk menutupi perhiasan tersebut ? Wahai ukhti
muslimah selamatkan diri anda dari neraka, akhirat adalah tujuan kita, meski
angan-angan di dunia sangat panjang. Apa yang anda kehendaki dari al-‘aba’ah yang
dihiasi sulaman yang anda beli dengan ratusan ribu, sedangkan kelak anda akan
di kubur dengan kain kafan yang paling murah. Apakah al-‘aba’ah seperti
itu akan bermanfaat bagi anda di kubur kelak.. Renungilah diri anda saat anda
berada dalam kondisi seperti itu![20]
H. Penutup
Dari apa yang telah saya paparkan di atas, maka
dapat saya simpulkan bahwa seorang muslimah ketika mengenakan pakaian harus
memenuhi standar syarat yang 8 point di atas berdasarkan kesepakatan para
ulama,
Serta saya gambarkan sedikit busana para shohabiyah terdahulu agar kita
bisa meneladaninya. Makalah
ini di buat dengan harapan kaum muslimah bukan termasuk dalam kategori yang dinubuwatkan
oleh Nabi Muhammad r tentang gambaran wanita akhir zaman .Karna wanita mukminah adalah
mutiara yang tersimpan dan terjaga dengan baik. Tangan orang yang tersimpan dan
terjaga baik. Tangan orang yang usil tidak mampu menggampai keelokannya. Ia
selalu terjaga dari perbuatan yang sia-sia di tempat perlindungan yang kokoh
benteng yang kuat. Di antara salah satu bentuk penghormatan yang paling agung
terhadap wanita yaitu dengan di wajibkannya hijab syar’i oleh Allah SWT yang
justru menambah dirinya semakin sopan,anggun, bersih, dan suci. Dan hijab akan
menghalanginya dari gangguan orang-orang yang sakit hatinya. Mudah- mudahan
dengan adanya makalah ini seorang muslimah yang ibarat permata yang tak ternilai harganya,
tidak mudah di sentuh begitu saja, tidak sembarang orang melihatnya apalagi
memilikinya dapat menjaga dirinya baik-baik agar semakin tak ternilai
martabatnya di sisi Allah I maupun manusia. Wallahu a’lam
bish showab.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim, penerbit Sabiq-Depok.
hlm.153.
Al-Adawi , Mushtofa. Jami’ Ahkam An-Nisa’, Daar Ibnu
Affan, Cet.1, Juz: 4, Hal : 44.
Abdus Sattar
,Abu Thalhah bin. 2008. Tata Busana Para Salaf, Solo : Zam-zam, ,
hal.152.
Ahmad, Seikh
Nada Abu .300 Dosa Wanita yang Dianggap Biasa, Kiswah media, cet.1,
Hal.478-480
Al-Haythami ,
Ali Bin Abi . Majma’uz Zawa’id, Al-Libas, , DKI –Beirut, V ,hal.
137-138.
Al-Jauzi, Ibnu. Untukmu Wanita
Shalihah, Inas Media,2008, Cet.1, Hal.159
Ali, Muhammad
. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
Modern, Pustaka Amani- Jakarta, hal.428.
Ash-Shayyim,
Muhammad.13+ Cara Setan Menggoda Wanita, Wafa Press,cet.1, Hal.27
Munawwir , Achmad
Warson. Kamus al-Munawwir, Edisi
kedua, cet. Ke-14, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997, hlm.710.
Salim, Abu malik Kamal Bin Sayyid .Fiqh Sunnah Untuk Wanita, Al-I’itishom
Cahaya Ummat, cet.4, Hal.535.
Uwaidah,
Syeikh Kamil Muhammad. Fikih Wanita
edisi lengkap, pustaka al-Kautsar, Hal :691.
[1] Achmad Warson Munawwir, Kamus
al-Munawwir, Edisi kedua, cet. Ke-14, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997,
hlm.710.
[7] Ibnu Al-Jauzi, Untukmu Wanita
Shalihah, Inas Media, cet.1,2009, Hal.159.
[8] Seikh Nada Abu Ahmad, 300 Dosa
Wanita yang Dianggap Biasa, Kiswah media, cet.1, Hal.478-480.
[9] Abu malik Kamal Bin Sayyid Salim, Fiqh
Sunnah Untuk Wanita, Al-I’itishom Cahaya Ummat, cet.4, Hal.535
[14] Muhammad Ash-Shayyim, 13+ Cara
Setan Menggoda Wanita,Wafa press, cet.1, hal.27.
[15]Ali Bin Abi Bakar al-Haythami, Majma’uz
Zawa’id, Al-Libas,bab Kiswatun Nisa’, DKI –Beirut, V ,hal.
137-138.
[17] Abu Thalhah Bin Abdus Sattar, Tata
Busana Para Salaf, Zam-Zam mata air ilmu-Solo, Cet.1, 2008, Hal.165
[18] Diriwayatkan
oleh Abu Dawud, Ash-Shalah, Ibaba Al-Mar’ah Tushalli bi Ghairil
Khimar, I : 173, no.642
[20] Abu Thalhah bin Abdus Sattar, Tata
Busana Para Salaf, Zam-zam - Solo, 2008, hal.152
Writted by : Hasna' Amatillah
0 komentar:
Posting Komentar