Disadari atau tidak, kerusakan ilmu-ilmu dasar
Islam ini ternyata telah puluhan tahun merambah perguruan-perguruan tinggi
Islam. Tentu kejadian ini bukan kebetulan. Pasti ada skenario dan grand
design dibalik itu semua.
Kampus sarang orientalis
Harus diakui, Studi Islam bukanlah jurusan
yang diminati banyak mahasiswa. Pelajar-pelajar unggulan lebih diarahkan oleh
orang tuanya untuk menimba ‘ilmu dunia’ dan bukan ‘ilmu agama’.
Ketidakberdayaan ini banyak menghinggapi para akademisi Muslim. Banyak yang
terjebak pada sikap apatis dan menyerah pada keadaan.
Untuk mengangkat martabat kampus, perguruan-perguruan
tinggi Islam tersebut akhirnya memekarkan dirinya menjadi universitas. Namun,
martabat kampus yang dilihat dari kuantitas, ditambah kurangnya kualitas dan
integritas guru-guru Islam menjadi masalah yang tak kunjung usai.
Dan kini masalah semakin pelik lagi, karena
dari jurusan-jurusan agama, muncul gagasan pengembangan ilmu-ilmu Islam dengan
mengadopsi orientalis (studi gaya Barat). Pemikiran yang justru dekonstruktif
terhadap keilmuan Islam itu sendiri.
Serbuan pemikiran orientalis Barat sulit
dibendung, karena justru datang dari para dosen sendiri. Padahal jika ilmu ini
tidak diluruskan, maka akan semakin banyak generasi bangsa yang tersesat pada
pemahaman yang dianggapnya benar.
Meluruskan
kekeliruan itu sendiri memerlukan banyak energi, berupa daya pikir, kemampuan
ilmu, dan literatur yang memadai. Tapi, justru disinilah yang menjaadi
kendalanya. Semangat ilmiyah yang melemah, tekanan ekonomi yang semakin berat
dan minimnya fasilitas pendidikan menyebabkan banyak yang berpikir untuk
mengambil jalan pintas ambil dana penelitian dari lembaga pendidikan Barat.
Proyek pesanan langsung saja diterima tanpa sleksi dan memikirkan dampaknya
terhadap masa depan pendidikan Islam. Sebagian, malah meyakini bahwa tema yang
ditugaskan oleh penyokong dana untuk diteliti, seperti pluralisme agama, konsep
hermeneutika, metode orientalis dalam studi Islam dan sebagainya merupakan
konsep yang sangat agung dan perlu dikembangkan di dalam perguruan tinggi Islam.
Tokoh – tokoh pejuang metode orientalis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
kejadian diatas tidak mungkin bisa terlepas dari adanya para tokoh atau
penggagas skenario tersebut. Mereka semua adalah para cendikiawan yang telah
terdoktrin pemikiran orientalis, sehingga mereka gigih memperjuangkan
ideologinya untuk menghancurkan ummat Islam. Diantaraya yaitu:
1.
Abdul Mukti Ali, Guru
besar IAIN Sunan Kalijaga, guru besar
Fakultas Ushuluddin IAIN Yogyakarta (1923-2004).
2.
Nurcholis Majid, Pensyarah
Fakultas Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah (1985-2005)
3.
Prof.Dr Harun Nasution, Penulis buku –
buku teks utama di
IAIN Indonesia.
4.
Siti Musdah
Mulia, S1
(Sarjana) IAIN Alauddin, Makasar (1982). S2 (Master) dan S3 (Phd) UIN Jakarta (1992-1997).
5.
Ulil Abshar Abdalla, Koordinator Jaringan Islam Liberal.
Corak orientalis di kampus Islam
Berkat
kerja keras serta perjuangan dari para tokoh orientalis tersebut, maka bermunculanlah dari kampus –
kampus berlabel Islam pemikiran dan pergerakan yang aneh dan nyeleneh.
Dari IAIN Bandung, muncul teriakan yang
menghebohkan, “Selamat bergabung di area bebas tuhan.” Dari UIN Jakarta Syarif
Hidayatullah, para dosen mendoktrin mahasiswa/i serta sarjana dengan ideologi
pluralisme, dan hermeneutika diadopsi untuk dijadikan sebagai metodologi dalam
menafsirkan Al-Qur’an. Prof. Dr. Siti Musdah
Mulia, guru besar di UIN Jakarta menulis bahwa homoseksual dan homoseksualitas
adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam. Dalam majalah pekanan GATRA edisi 7 Juni 2006 tertulis, “Seorang dosen IAIN
Surabaya di depan para mahasiswanya membuat adegan menginjak-injak lafaz Allah
dengan kakinya tanpa merasa berdosa.” Dan masih banyak lagi bentuk penyimpangan
– penyimpangan lain dari mereka yang dapat menjerumuskan pelakunya pada
kekafiran.
Penutup
Dari pemaparan
diatas bisa disimpulkan bahwa, saat ini banyak dari universitas – universitas
berlabelkan Islam telah terinfiltrasi pemikiran orientalis. Sehinga lahirlah
dari mereka akademisi yang kerap sekali melakukan tindakan – tindakan
penyelewengan yang jauh dari norma Islam.
Menghadapi
realita diatas, maka para akademisi Muslim hendaknya bergerak. Tanggalkan
keyakinan bahwa apa yang datang dari Barat adalah baik. Lalu, kembangkan sikap
kritis, karena inilah yang dikembangkan oleh para ulama terdahulu. Mengkaji
dengan cermat, lalu memberikan analisis dan kritik dengan tajam.
Oleh: Jihan Kholilah
I would be grateful if you continue live22 free credit with the quality of what we are doing now with your blog ... I really enjoyed it
BalasHapusGood writing...keep posting dear friend
Valuable site, 918kiss malaysia where did u come up with the information in this posting? I am pleased I discovered it though, ill be checking back soon to find out what new content pieces u have.
BalasHapus