A.
PENDAHULUAN
Tabiat manusia
adalah mencintai hal yang wangi. Memakai minyak wangi guna mendapat keharuman
badan dan pakaian adalah hal yang lumrah. Terlebih
para pemuda pada era ini, mereka menjadikan tampilan beserta bebaunya menjadi
sebuah keharusan dan menjadikanya sebagai performa tersendiri bagi pelakunya.
Pakaian yang rapi dan wangi menjadi nilai plus bagi yang memakainya.
Sejatinya, parfum adalah suatu yang diperbolehkan. Namun, semakin
berkembangnya zaman munculah sebuah zat yang dapat digunakan sebagai bahan
campuran parfum. Pada hal ini ada satu masalah yang sering menjadi tanda tanya
umat Islam yaitu adanya kadar alkohol pada minyak wangi mereka yang menimbulkan
sebuah hukum baru, hukum menggunakan parfum beralkohol. Apakah parfum tersebut menjadi barang najis
karena adanya zat alkohol yang merupakan intisari khamr yang jelas diharamkan
dalam Al-Qur’an? Ataukah hal tersebut diperbolehkan lantaran tidak diminum? Bagaimana
jika kadar alkohol yang ada berprosentase tinggi? Sahkah sholat
seseorang yang menggunakan parfum tersebut? Dan beberapa permasalahan pelik yang terkait dalam hal ini.
Pada makalah ini, penulis akan sedikit memaparkan penjelasnya. Semoga makalah yang sederhana ini memberikan banyak manfaat untuk seluruh
kaum muslimin.
B.
SEKILAS TENTANG PARFUM
Parfum adalah
campuran minyak esensial dan senyawa aroma (aroma compound), fiksatif, dan
pelarut yang digunakan untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek,
atau ruangan. Jumlah dan tipe pelarut yang bercampur dengan minyak wangi
menentukan apakah suatu parfum dianggap sebagai ekstrak parfum, Eau de parfum,
Eau de toilette, atau Eau de Cologne.[1]
Pelarut parfum
sebagaimana sumber terpercaya yang kami dapat dari wikipedia[2],
terdapat info sebagai berikut:
“ Minyak wangi
biasanya dilarutkan menggunakan solvent (pelarut), namun selamanya tidak
demikian dan jika dikatakan harus menggunakan solvent ini pun masih
diperbincangkan. Sejauh ini solvent yang paling sering digunakan untuk minyak
wangi adalah etanol atau campuran antara etanol dengan air. Minyak wangi juga
bisa dilarutkan dalam minyak yang bersifat netral seperti dalam fraksi minyak
kelapa, atau dalam larutan lak (lilin)
seperti dalam minyak jojoba.”
Dari paparan
diatas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa parfum ada yang menggunakan
solvent dari alkohol atau campuran antara alkohol dengan air.
C.
ALKOHOL
a)
Definisi Alkohol
Dalam Kamus Bahasa Indonesia[3] disebutkan
bahwa alkohol adalah cairan yang memabukkan
yang biasa bercampur dengan minuman keras.
Adapun menurut
wikipedia[4],
disebutkan:
“Cairan tidak
berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, dipakai di industry dan pengobatan,
merupakan unsur ramuan yang keras; C2H2OH; etanol; 2
senyawa organic dengan gugus OH pada atom karbon jenuh.”
b)
Istilah Alkohol
Istilah alkohol digunakan untuk
tiga hal:
Pertama: Istilah alkohol
biasa digunakan untuk menyebut etanol. Biasa ditemui
pada parfum, mouthwash, deodorant, kosmetik, dan sebagainya.
Kedua: Istilah alkohol
untuk senyawa kimia yang memiliki gugus fungsional –OH, dan senyawanya biasanya
diakhiri kata alkohol atau …..nol.
Ketiga: Alkohol untuk
minuman keras.Minuman ini biasanya disebut minuman beralkokhol (alkohol
beverage) atau alkohol saja. Sifatnya memabukkan. Didalam minuman ini terdapat
unsur etanol.
Alkohol (etanol) diproduksi melalui
dua cara:
1)
Cara petrokimia (proses dari bahan
bakar fosil) melalui hidresi etilena. Etanol hasil hidresi ini biasanya
digunakan sebagai feedstock (bahan sintesis) untuk menghasilkan bahan kimia
lainya atau sebagai solvent (pelarut).
2)
Cara biologis melalui fermentasi
gula dengan ragi (yeast).
Etanol yang dikonsumsi manusia diproduksi
dengan cara fermentasi.
c)
Fungsi dan Kegunaan Alkohol
Adapun fungsi dan kegunaan alkohol
( etanol ):
a.
Sebagai pelarut (solvent), misalnya
pada parfum, perasa dan pewarna makanan serta obat-obatan.
b.
Sebagai bahan sintesis (feedstock)
untuk menghasilkan bahan kimia lain, misalnya sebagai feedstock dalam pembuatan
asam asetat ( sebagaimana yang terdapat dalam cuka).
c.
Sebagai bahan bakar alternative.
Bahan bakar etanol telah banyak dikembangkan di Negara Barat sejak mereka
mengalami krisis energy.
d.
Untuk minuman beralkohol (alkohol
beverage)
e.
Sebagai penangkal racun (antidote)
f.
Sebagai penangkal infeksi
(antiseptic)
g.
Sebagai deodorant (penghilang bau
busuk atau tdak enak)[5]
D. KHAMR
Khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan dan menghilangkan akal, yang terbuat
dari perasan anggur maupun selainya.[6]
Hukum khamr terbagi menjadi dua pendapat, yaitu:
-
Khamr haram, namun tidak najis.
Inilah pendapat yang
dipilih oleh Robi’ah, Al Laits, Al Maziniy, dan ulama salaf lainnya. Sedangkan
ulama belakangan yang berpendapat seperti ini adalah Asy Syaukani, Ash Shon’ani,
Ahmad Syakir, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dan Syaikh Al Albani rahimahumullah.
-
Khamr adalah haram dan najis
Pendapat ini beralasan bahwa khamr adalah
setiap yang memabukkan dan yang menghilangkan akal.[7]
Selain perasan anggur jika ia memabukkan maka dihukumi haram. Dan yang haram
dihukumi najis. Ini adalah pendapat jumhur ulama, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ulama kontemporer
seperti Syaikh Muhammad Amin Asy Syinqithi, Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts
‘Ilmiyyah wal Ifta’, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, dan Syaikh
Sholih Al Fauzan.
Dalil pendapat ini
adalah firman Allah Ta’ala,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah adalah rijsun termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah:
90)
Dari ayat diatas, mayoritas ulama berdalil bahwa
khomr di samping haram, juga najis. Mereka memaknakan rijsun dalam ayat
tersebut dengan najis yang riil.
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu al-‘Arabi
dalam tafsirnya ialah najis.[8] Ini
merupakan pendapat Umar. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan semua
ashab sunan kecuali Ibnu Majah, dari Ibnu ‘Umar: “ Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan
setiap khamr adalah haram”.[9]
Ibnu al-‘Arabi
menyebutkan dalam kitabnya “Ahkam al-Qur’an” bahwa yang dimaksud rijsun
dalam surat Al-Maidah diatas adalah “najis” sebagaimana yang diriwayatkan pada
hadits tentang istinja’ bahwasanya Nabi SAW., ketika selesai istinja beliau
disodorkan 2 buah batu dan rautsah (tahi yang kering) , maka beliau mengambil 2
batu tersebut dan membuang rautsah sembari berkata bahwa rautsah adalah “riksun”
maksudnya sesuatu yang najis.[10]
Dalam kitab Majmu’ Fatawa
disebutkan bahwa khamr di fermentasikan guna berubah zat maka ia menjadi suci,
dengan berubahnya zat menjadi suci tersebutlah yang menunjukan bahwa asli khamr
adalah najis.[11]
E.
HUKUM ALKOHOL ATAU ETANOL
Etanol adalah
suatu zat yang berdiri sendiri. Senyawa tersebut sama dengan khamr yang ada.
Sifatnya memabukkan. Alkohol bukanlah khamr mutlak. Alkohol hanyalah salah satu
bagian dari pembentuk khamr yang terpenting dalam minuman yang memabukkan.
Karena alkohol adalah zat terpenting yang dapat menyebabkan terjadinya dampak
mabuk. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan oleh para pakar medis, maka para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang hal ini:
Pendapat pertama: Hukum
alkohol sama dengan khamr
Pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama kontemporer. Dalam fatwa
Dewan Ulama Kerajaan Arab Saudi, No.
8684, yang berbunyi:
Soal: Apa hukum menggunakan
alkohol atau khamr dalam bahan campuran cat, obat-obatan, pembersih, parfum dan
bahan bakar?
Jawab: “ Segala sesuatu yang
apabila diminum dalam jumlah besar mengakibatkan mabuk maka zat tersebut
dinamakan khamr, baik dalam jumlah yang sedikit maupun banyak, baik diberi nama
alkohol maupun yang lainya. Zat tersebut wajib ditumpahkan dan haram digunakan
untuk kepentingan apapun.: sebagai zat pembersih, campuran parfum, bahan bakar
dan lain sebagainya.” [12]
Hal ini
dilandaskan pada firman Alloh Ta’ala dalam surat Al-Maidah, “Sesungguhnya khamr,
perjudian dan berkurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan
keji dan termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah..” [13]
Sebab kedua
yaitu bahwa khamr adalah sesuatu yang
najis –menurut jumhur ulama- baik dari imam empat madzhab maupun selainya. [14]
Hukum najis ini disebabkan khamr telah dinashkan dalam Al-Qur’an sebagai
sesuatu yang keji dan kita diperintahkan untuk menjauhinya. Karena hal
tersebutlah maka khamr dihukumi najis.[15]
Pendapat kedua: Alkohol
bukanlah khamr.
Pendapat ini didukung oleh Syaikh Rasyid Ridho dan beberapa ulama
kontemporer termasuk Syeikh Athiyyah Shaqr yang merupakan ulama Al-Azhar.
Argumen pendapat ini bahwa terdapat perbedaan antara khamr dengan alkohol.
Khamr terbuat dari hasil fermentasi buah segar seperti anggur, kurma, gandum
dan biji-bijian, sedangkan alkohol berasal dari kayu, akar, serat tebu dan
sebagainya. Sekalipun alkohol adalah zat utama yang meyebabkan mabuk pada khamr
akan tetapi alkohol tidak dinamakan khamr, baik secara bahasa maupun syari’at.[16]
F. HUKUM MEMAKAI PARFUM BERALKOHOL
Para ulama
berbeda pendapat dalam menghukumi najisnya
khamr sehingga hukum alkoholpun berbeda.
Pendapat pertama: Sebagian
ulama kontemporer, diantaranya; Lembaga Fatwa Mesir, Dr. Abdulloh Jibrin dan
Dr. Hussam Affanah memfatwakan boleh menggunakan semua jenis minyak wangi yang
mengandung alkohol.[17]
Mereka beralasan bahwa khamr
sejatinya tidaklah najis, demikian pula alkohol yang
tidak ada nashnya. Karena itulah, penggunaan minyak wangi selama tidak diminum
hukumnya boleh. Hukum ini kembali pada hukum asalnya
yaitu boleh menggunakan segala sesuatu selama tidak ada nash yang melarangnya.
Dalam kaidah fiqih disebutkan; Alhukmu ma’a tadurul illah, yang artinya “keberadaan hukum itu berkutat pada keberadaan
"‘illat" (sebab)-nya. Ada "‘illat" ada hukum, tak ada
"‘illat" tak ada hukum”.[18] Maksudnya bahwa hukum tersebut keberadaannya bergantung atas "‘illat"
(sebab) tersebut. Kalau "‘illat" (sebab)-nya tidak ada maka
hilang juga hukumnya, sama seperti alkohol
menjadi suci karena tidak memabukkan lagi.
Pendapat kedua: Menurut ulama
lain bahwa haram hukumnya menggunakan minyak wangi yang mengandung kadar alkohol tinggi,
bila diminum memabukkan. Pendapat ini difatwakan oleh Lembaga Fatwa Kerajaan
Arab Saudi dan didukung oleh banyak ulama.
Dalil yang melandasi pendapat ini adalah:
a)
Menurut mayoritas ulama fiqih bahwa
khamr adalah najis, maka menggunakan minyak wangi yang mengandung kadar alkohol tinggi berarti menggunakan benda yang
terkena najis, hal ini dilarang dan tidak boleh dipakai, karena bila minyak
wangi dipakai shalat berarti tubuhnya terkena najis dan shalatnya tidak sah.
Muhammad bin al-Hasan (murid Imam
Abu Hanifah, wafat 189 H) berkata, “ Apabila susan (nama sebuah tumbuhan
yang wangi) dicampurkan kedalam khamr sehingga aromanya harum mewangi maka
tidak boleh dijual, karena perubahan baunya bukan seperti perubahan khamr
menjadi cuka. Dan khamr bila belum berubah menjadi cuka haram digunakan untuk
apapun juga.”[19]
b) Bagi ulama yang
menganggap khamr tidak najis juga melarang menggunakan minyak wangi yang
mengandung alkohol kadar tinggi, karena Alloh SWT., telah mewajibkan untuk
menjauhi khmar, sedang mencampurkanya serta menggunakanya sebagai minyak wangi
ketubuh atau ke pakaian merupakan melanggar perintah Alloh.[20]
Jika kadar
alkoholnya telah terurai atau larut maka boleh digunakan.[21]
G.
KESIMPULAN
Dari sedikit paparan diatas , penulis lebih memilih pendapat yang mengatakan najisnya khamr sehingga alkohol kadar tinggi yang memabukkan dihukumi najis. Walupun sejatinya, alkohol sendiri tidak diminum sehingga tidak terjadi mabuk pada penggunanya. Sebagai muslim yang baik, hendaknya kita menghindari pemakain parfum beralkohol sebagai sikap ihthiyat atas sah tidaknya sholat pengguna parfum beralkohol. Solusi permasalahan ini adalah menghindari parfum beralkohol dan beralih pada parfum murni non-alkohol.
Dari sedikit paparan diatas , penulis lebih memilih pendapat yang mengatakan najisnya khamr sehingga alkohol kadar tinggi yang memabukkan dihukumi najis. Walupun sejatinya, alkohol sendiri tidak diminum sehingga tidak terjadi mabuk pada penggunanya. Sebagai muslim yang baik, hendaknya kita menghindari pemakain parfum beralkohol sebagai sikap ihthiyat atas sah tidaknya sholat pengguna parfum beralkohol. Solusi permasalahan ini adalah menghindari parfum beralkohol dan beralih pada parfum murni non-alkohol.
Dan yang perlu disadari, permasalahan
seperti ini adalah masalah ijtihadi yang tidak akan hengkang dari perbedaan sehingga
sikap yang paling bijak adalah menghormati dan menghargai pendapat orang lain
sebab setiap masing-masing memiliki argumen tersendiri
Wallohu Ta’ala A’lam.
Wallohu Ta’ala A’lam.
Daftar Pustaka
Departemen Agama Republik
Indonesia, Alqur’anul Karim
Ali, Muhammad, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta:
Pustaka Amani, tt)
‘Arabi, al-; Ibnu, Ahkam
al-Qur’an, (Kairo: Dar Kutub Ilmiyyah, 2008), jilid 2.
Zuhaili, az-; Wahbah, At-Tafsir al-Munir, (Damasyqus: Dar
al-Fikr, 2011) jilid 4
---- -------------------
, al-Fiqhu al-Islam wa Adilatuh, (Damasyqus: Dar al-Fikr, 2011), jilid 1
Madkur, Ibrahim, Mu’jam al-Wasith, (Kairo: tp, tt)
Salim, Abu Malik
Kamal bin Sayyid, Fiqhu as-Sunnah lin-Nisa, (Kairo: Dar
at-Taufiq li-Turats, 2009)
Sidawi, Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar, Fikih Kontemporer, (Jawa
Timur: Yayasan Al-Furqan al-Islami, 2014)
Taimiyah, Taqiyyudin Ahmad bin, Majmu’ah al-Fatawa, (Kairo : Dar
al-Hadits, 2006), jilid: 11
Tarmidzi, Erwandi, Harta Haram Mu’amalat Kontemporer, (Bogor: Berkat
Mulia Insani, 2013)
Thanthawi; ath-, Mahmud Muhammad , Ushul Fiqhi al-Islami, (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2001), jilid 2
Utsaimin,
Ibnu, Majmu’
Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 11/195, Asy Syamilah
https://id.wikipedia.org/wiki/Alkohol,
diakses
tanggal 11 Desember 2015.
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Parfum,
diakses tanggal 11 Desember 2015
[5] Abu Ubaidah Yusuf bin
Mukhtar as- Sidawi, Fiqih Kontemporer, (.Jawa Timur: Yayasan Al-Furqan al-Islami,
2014) hlm.
[7] Abu Bakar Muhammad bin ‘Abdulloh Ibnu al-‘Arabi, Ahkam al-Qur’an, (Damaskus: Dar Kutub
ilmiyyah, 2008) jilid 2, hlm. 150
[8]Ibid ,jilid 1, hlm.287
[10] Abu Bakar Muhammad bin Abdulloh Ibnu al-‘Arabi, Ahkam al-Qur’an,
(Kairo: Dar Kutub Ilmiyyah, 2008), hlm. 164.
[11] Taqiyyudin
Ahmad bin Taimiyah, Majmu’ah
al-Fatawa, (Kairo : Dar al-Hadits, 2006), jilid 11, hlm. 265.
[12]Fatwa ini ditandatangani
oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Abdul Razaq Afifi dan Abdulloh Al Hudayan rah.,
Fatwa Lajnah Daimah, jilid 22, hlm. 107 dalam Erwandi Tarmidzi,. Harta Haram Mu’amalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2013), hlm. 79.
[13] Qs. Al-Maidah: 90
[14] Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqhu
as-Sunnah lin-Nisa, (Kairo: Dar at-Taufiq li-Turats, 2009), hlm. 416.
[15] Wahbah Az-Zuhaili, 2011. At-Tafsir al-Munir, (Damaskus: Dar Kutub
Ilmiyyah, 2011),
jilid. 4, hlm.45
[16] Fatwa Syeikh Muhammad Rasyid Ridha, (ttp: tp, tt) jilid 6,
hlm. 1629-1630 dalam Erwandi Tarmidzi, Harta
Haram Mu’amalat Kontemporer, (Bogor:
Berkat Mulia Insani, 2013), hlm. 79.
[18] Mahmud Muhammad ath-Thanthawi, Ushul Fiqhi al-Islami, (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2001), jilid 2, hlm. 270
[19] Erwandi Tarmidzi, hlm. 90
0 komentar:
Posting Komentar