BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang
sempurna. Islam telah mengatur seluruh kegiatan hambanya, dari hal terpenting
sampai hal terkecil yang seakan dianggap remeh oleh hambanya. Padahal dalam
setiap aturannya ada tujuan kebaikan bagi setiap hambanya. Sebagai contoh sedekah.
Banyak orang yang menganggap
sedekah adalah perbuatan yang remeh. Maka tidak jarang kita temui banyak orang
yang enggan untuk bersedekah. Sebagian besar dari mereka mungkin belum memahami
tentang masalah sedekah sehingga menganggap sedekah adalah hal yang remeh dan
tidak memberi pengaruh positif bagi dirinya. Bukan hanya itu, banyak orang
beranggapan bahwa sedekah hanya akan mengurangi harta mereka, sehingga mereka
perlu berfikir berkali-kali ketika akan mengeluarkan sedekah. Sebagaimana yang
telah kita ketahui tentang permasalahan diatas. Oleh karena itu, penulis berkeinginan
untuk membahas masalah pengaruh sedekah bagi pemberi sedekah dalam makalah ini.
1.2. Rumusan Masalah
Apa pengaruh sedekah bagi pemberi sedekah?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh sedekah bagi pemberi
sedekah.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai rujukan ilmu bagi penulis, serta penulis
berusaha untuk mengamalkan.
b. Sebagai sumbangan ilmu untuk hidayaturrahman tentang pengaruh
sedekah bagi orang yang bersedekah
c. Sebagai
dedikasi penulis bagi masyarakat, agar masyarakat dapat memahami tentang
pengaruh sedekah bagi orang yang bersedekah dan mengamalkan sedekah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi
Sedekah secara etimologi
didalam kamus al-Munawir Arab Indonesia,
halaman 770 berasal dari kata الصَّدَقَةُ yang berarti shodaqoh atau sedekah.
Sesungguhnya, sedekah yang diterima dan disunnahkan tidak hanya terbatas pada
sedekah harta saja, tetapi sedekah itu luas. Cakupan sedekah begitu luas hingga
mencakup hampir seluruh aspek agama.
Shalat adalah sedekah seorang
hamba untuk dirinya, demikian pula puasa, haji, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, bertasbih, tahmid, takbir, tahlil,
menyingkirkan duri dari jalan dan hal-hal lainnya. Semua itu adalah sedekah
seorang hamba untuk dirinya. Sebagaimana Rasulullah bersabda :
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ
سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ
تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ
وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ
مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
“Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada
setiap pagi, maka setiap tasbih adalah sedekah, setiap
tahmid adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amal ma’ruf adalah
sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan semua itu dapat digantikan dengan dua
rakaat shalat dhuha yang ia dirikan.” (HR. Muslim)
Hadits
diatas menjelaskan bahwa tasbih, tahmid, dan tahlil adalah sedekah seorang
hamba untuk dirinya sendiri. Hadits
diatas berbeda dengan hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra berkata, “ Aku
bertanya kepada Rasulullah tentang apa yang bisa menyelamatkan seorang hamba
dari siksa neraka?” Rasulullah bersabda:
الإِيْمَانُ بِاللهِ))))
“Iman kepada Allah.”
((أنْ تَرْضَخَ مِمَّا خَوَّلَكَ اللهُ مِمَّا رَزَقَكَ الله))
“ Bahwasanya engkau memberi dari apa-apa yang Allah berikan
kepadamu, dan engkau memberi dari apa-apa yang Allah rezekikan kepadamu.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Dari hadits diatas kita bisa
mengetahui bahwasanya apabila kita memberikan sebagian rezeki yang telah Allah
kepada orang lain adalah hal yang dapat menyelamatkan hambanya dari siksa api
neraka. Dalam makalah ini kita akan membahas masalah tentang sedekah yang
diberikan kepada orang lain. Jadi apabila penulis menulis kata sedekah, maka yang
dimaksud oleh penulis adalah memberikan sebagian rezeki yang kita miliki kepada
orang lain.
2.2. Pengaruh sedekah bagi pemberi sedekah
2.2.1. Menjauhkan seseorang dari sifat bakhil dan rakus
Islam memposisikan orang yang
berharta (orang kaya) sebagai orang-orang yang bertanggung jawab atas
orang-orang tidak memiliki harta serta fakir. Orang-orang yang berharta
seharusnya memberi perhatian kepada orang-orang fakir, misalnya dengan
menanyakan keadaan mereka, memberi bantuan baik berupa moril maupun materi.
Jika tidak, maka dia sejatinya bukanlah penikmat harta benda dan tidak pantas
memanggul amanah itu.
Jika orang kaya memberi
pertolongan kepada orang yang fakir. Sebenarnya dia tidak berarti lebih mulia
daripada yang ditolong. Namun tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah.
Jadi, sesungguhnya orang berharta hanya memberikan hak orang fakir yang Allah
perintahkan kepadanya. Sebagaimana Allah berfirman :
الَّذِينَ هُمْ عَلَى
صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23) وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (24)
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.
Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang
tidak mau meminta). (QS.al- Ma’arij : 24-25)
Islam telah mengatur posisi
bagi orang kaya dan orang fakir sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, agar
orang fakir tidak merasa kurang dalam menunaikan perintah Allah. Terkhusus
perintah Allah yang pelaksanaannya berhubungan dengan masalah harta. Lebih dari
itu, agar orang-orang fakir tidak memandang orang-orang kaya dengan pandangan
iri dan dengki atas harta yang Allah amanahkan kepada mereka. Karena miskin
ataupun kaya sesungguhnya adalah ketetapan Allah. Dan sebagai hamba Allah kita
wajib mensyukurinya serta menerima dengan ikhlas segala sesuatu yang telah
menjadi ketetapan-Nya.
Hal diatas sesuai dengan yang
tertulis didalam buku sedekah tanpa harta yang ditulis oleh DR. Wajih Mahmud
(2008:10) menyebutkan bahwa sedekah itu juga sebagai bentuk penyucian terhadap
harta dan jiwa orang kaya dari penyakit kikir dan rakus, dan pembersih bagi si
fakir dari penyakit hasad dan dengki.
2.2.2 Selalu berprasangka baik
kepada Allah dan sedekah sebagai buktinya
Secara etimologis didalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bukti adalah sesuatu yang menyatakan
kebenaran suatu peristiwa, keterangan nyata, tanda. Adapun sedekah adalah bukti
kejujuran atas keimanan orang yang membenarkan Allah sebagai Rabb-Nya. Hal ini
juga sebagai tanda keyakinan atas apa yang Allah janjikan, baik berupa kabar
gembira maupun peringatan. Oleh karena itu keimanan seseorang akan menolak jiwa
yang bakhil (pelit). Bakhil adalah jiwa yang memiliki rasa
cinta kepada harta melebihi tabi’at dan fitrahnya, sehingga dia merasa sulit
untuk berbagi kepada orang lain. Seseorang yang memiliki jiwa bakhil akan menolak untuk bersedekah
dalam situasi apapun. Dan sebaliknya seseorang yang mampu mengarahkan jiwanya
agar dapat menahan dorongan hawa nafsunya terhadap harta yang berlebihan, maka
dia akan terbebas dari jeratan ambisi untuk terus mengumpulkan harta dan akan
dijauhkan dari belenggu kekikiran.
Seseorang yang memiliki
kejujuran atas keimanan akan selalu berbaik sangka kepada Allah. Dia merasa
harta yang ada ditangannya adalah titipan dari Allah, maka sangat mudah baginya
untuk mengeluarkan hartanya (bersedekah) di jalan Allah. Berbeda dengan
seseorang yang berburuk sangka kepada Allah maka sulit baginya untuk
mengeluarkan hartanya. Karena dia merasa harta yang ada ditangannya adalah
miliknya secara penuh dan akan berkurang apabila dia berbagi kepada orang lain.
Oleh karena itu, didalam buku “ Rahasia Dibalik Sedekah” Ibrahim Fathi Abdul
Muqtadar (2010:11) mengutip perkataan Muhammad bin ibad berkata,
“Ketidakinginan seseorang untuk memberikan apa yang dimiliki adalah tanda
berburuk sangka terhadap Rabb.”
2.2.3. Mempengaruhi keyakinan kepada Allah
Orang yang bersedekah ialah
orang yang berinteraksi dengan Allah yang maha mengetahui yang tampak dan
tersembunyi. Dengan keyakinan yang kuat bahwa harta yang ia sedekahkan dijalan
Allah maka hakikatnya hartanya tidak akan berkurang sedikitpun namun sebaliknya
Allah akan membalasnya dengan berlipat ganda. Selain itu juga dia yakin bahwa
Allah akan menjauhkan dirinya dari siksa kubur dan siksa neraka.
Inilah kondisi seorang
muslim, ia tidak bersedekah kecuali hanya mengharap ridha-Nya, bukan karena
hawa nafsunya. Dalam hatinya hanya ada keiklasan, dan prasangka baik bahwa
Allah akan menerima sedekahnya. Ia juga memantapkan hatinya dengan menancapkan
keyakinan bahwa Allah akan memberkahi hartanya dan mencurahkan pahala untuknya.
Dia meyakini bahwa sedekah
akan mengangkat derajatnya, sehingga menjadi jiwa yang bersih nan suci karena
apa yang telah disedekahkan. Derajatnya pun terangkat jauh melebihi apapun yang
ada diatas bumi ini, baginya seluruh keutamaan sebagai pemberian di akhirat
setelah apa yang dilakukan di dunia.
2.2.4. Berpengaruh terhadap
kesehatan
Didalam sedekah terdapat
kebenaran yang tidak bisa kita pikirkan secara logika manusia. Namun ini sering
mengejutkan logika manusia. Setidaknya, kebenaran yang tidak bisa dipikirkan
secara logika manusia ada didalam amalan sedekah. Kita dapat menyaksikannya dalam dua aspek,
yaitu :
1.
Kebenaran yang tidak bisa kita pikirkan secara logika manusia
adalah pernyataan bahwa harta yang disedekahkan itu tidak akan berkurang
sedikitpun. Kenyatannya dalam kehidupan ini, kita tidak pernah menyaksikan atau
mendengar seseorang menjadi bangkrut dan miskin karena gemar bersedekah. Bahkan
yang terjadi sebaliknya. Apabila kita cermati, orang yang gemar bersedekah akan
senantiasa bertambah dan bertambah harta yang dimilikinya. Karena Allah telah
menegaskan dalam sebuah hadits qudsi, “ Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya
aku akan berinfak pula kepadamu.”(HR. Bukhori dan Muslim).
2.
Kebenaran yang tidak bisa kita pikirkan secara logika manusia
terbukti didalam sedekah, tatkala sedekah mampu menyembuhkan berbagai penyakit
fisik dan psikis. Didalam buku “Berobat dengan Sedekah” Muhammad Albani
(2010:80) menyatakan Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah Rahimahumullah penulis buku monumental seperti Ath-Thibbun Nabawi, Zadul Ma’ad, dan lain sebagainya, beliau
menegaskan tentang kehebatan sedekah dan amalan-amalan ibadah lain yang mampu
mengobati penyakit, yang mungkin obat-obatan medis tak mampu menanganinya.
Terdapat dua keniscayaaan mutlak milik Allah, yang sebenarnya tidak
akan mampu dipungkiri oleh semua makhluk. Manusia pun begitu lemah untuk
‘menggugat’ keniscayaan itu. Keniscayaan itu ada dua hal, yaitu :
a.
Apabila Allah menurunkan penyakit, bersamanya pula Allah menurunkan
obatnya. Allah akan memberikan kesembuhan kepada orang yang dikehendaki-Nya .
Allah juga akan meletakkan obat sebagai sarana kesembuhan itu dimana saja yang
Allah kehendaki. Mungkin saja obat itu terdapat dalam pil-pil kimiawi atau
dalam jamu-jamu tradisional, ataupun dalam hal lainnya. Termasuk juga, sangat
mungkin sekali Allah berkehendak meletakkan obat bagi penyakit itu berada
didalam amalan ibadah seperti sedekah.
b.
Tatkala Allah menghendaki sesuatu, dia hanya berfirman, “Jadilah”,
maka akan terjadi sesuatu itu. Begitulah apabila Allah menghendaki kesembuhan
penyakit bagi hamba-Nya maka sangatlah mudah bagi-Nya.
Kita sebagai hamba-Nya
diperintahkan untuk berikhtiar, kemudian kita diperintahkan pula untuk tawakal.
Sungguh Allah adalah sebaik-baik tempat berserah diri bagi seorang hamba.
Karenanya keyakinan kita sangat menentukan iman kita kepada-Nya. Begitu pula
dengan sedekah, kita memberikan harta kita kepada orang lain, namun sebenarnya
kita menyerahkan dan berserah diri kepada Allah, sang pembuat syariat sedekah. Wallahu
a’lamu bis showab.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sedekah bukanlah suatu hal
yang remeh, karena dengan sedekah seseorang akan mendapatkan banyak pengaruh
kebaikan bagi dirinya, bahkan sedekah bisa mempengaruhi kesehatan
seseorang.
Membiasakan diri bersedekah
adalah sikap yang bijak agar mendapat ketenangan jiwa karena selalu berprasngka
baik kepada Allah dan dijauhkan dari sifat bakhil.
3.2. Saran
Allah memerintahkan hambanya
bersedekah bukan tanpa hikmah, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa banyak
kebaikan yang didapat oleh seorang pemberi sedekah. Oleh karena itu, Sebagai
seorang muslim seyogyanya kita berusaha untuk bersedekah dalam keadaan lapang
ataupun sempit, dengan sebagian besar harta ataupun hanya dengan sebutir kurma.
Mari kita bersama-sama
berusaha untuk menjadikan sedekah sebagai kebiasaan serta meniatkan apapun yang
kita sedekahkan karena Allah. Wallahu a’lam bi showab.
DAFTAR
PUSTAKA
Albani, Muhammad, Berobat dengan Sedekah,
(Solo: Insan Kamil, 2010 M)
Departemen Agama, Al-Qur’anul Karim,
Mahmud, Wajih, Sedekah tanpa Harta,
diterjemahkan oleh Marzuki dan Ibnu Muslih, (Klaten: Wafa Press, 2008 M)
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir,
(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997 M)
Muqtadar, Ibrahim Fathi Abdul, Rahasia
Dibalik Sedekah, diterjemahkan oleh Buldan Tsani, ( Solo: Insan Kamil,
2010)
Nawawi, Taqiyuddin Yahya bin Syaraf, an-, Shahih
Bukhori
Shahih
MuslimBy : Annisa Kurniati
0 komentar:
Posting Komentar