BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Dewasa
ini, pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan telah menjelma menjadi hal
yang lumrah. Hilangnya nilai-nilai agama dalam kehidupan dan gencarnya media
yang menawarkan kehidupan duniawi turut memacu fenomena ini.
Pacaran
sudah menjadi aktivitas yang lumrah,
bahkan kebanyakan orang tua merasa minder
jika anaknya tidak memiliki pacar, karena menurut mereka tidak memiliki pacar
berarti sulit bergaul, sulit mendapatkan jodoh, dan masa depannya suram.
Hubungan
intim terlarang inilah yang menyebabkan prosentase kehamilan diluar pernikahan
terus meningkat. Secara linier, aborsi pun semakin marak terjadi. Liputan 6.com
pada 20 April 2016 melaporkan, jika terus bertambah, maka angka aborsi yang
tadinya mencapai 2,3 juta/tahun bisa meningkat menjadi 3 juta/tahun.
Padahal
jelas, aborsi
adalah membunuh janin yang masih dalam kandungan. Berangkat dari ini, penulis
ingin membahas mengenai hukum aborsi menurut perspektif Islam.
B. Rumusan
masalah
Apa
hukum Aborsi menurut prespektif islam?
C. Tujuan
penulisan
Mengetahui
hukum aborsi menurut prespektif islam.
D. Manfaat
a. Agar
masyarakat mengetahui hukum aborsi.
b. Sebagai
sumbangan ilmu dan pengetahuan untuk perpustakaan Ma’had Ali Hidayaturrahman.
c. Agar
penulis paham dan mendalami tentang aborsi dan hukumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Aborsi
1.
Pengertian aborsi dalam tinjauan syar’i
Aborsi secara
etimologi adalah: pengguguran kandungan (janin) ia
berasal dari kata جهض- جهضا)) artinya menghilangkan, maka اجهضت الحامل artinya
membuang anak sebelum sempurna dan disebut dengan menggugurkan janin.[1]
Akan tetapi oleh pakar bahasa kata Al-ijhadh lebih sering diartikan
dengan “keguguran janin sebelum memasuki bulan keempat dari usia kehamilannya”.
Adapun Istaqh “ keguguran yang terjadi pada usia kandungan antara empat
sampai tujuh bulan setelah fisiknya terbentuk secara sempurna dan telah
ditiupkan ruh”[2].
Adapun aborsi secara
termologi: Al-ijhad berarti mengakhiri kehamilan sebelum masanya, baik terjadi
dengan sendirian (keguguran) ataupun dilakukan dengan sengaja. Para ahli fiqh
abad pertengahan seperti Al Ghuzali, as Syarbini, al Khotib dan ArRamli dan
ulama Syafiiyah menggunakan istilah Al-Ijhadh untuk mengartikan aborsi, adapun
ulama Malikiyah, Hanafiyah dan Hanabilah menggunakan makna Al-Isqath untuk
mengartikan aborsi.[3]
2. Pengertian aborsi dalam
tinjauan medis
Aborsi (bahasa Latin: abortus).
Aborsi dalam istilah medis adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan
20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat
(hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah
kelahiran prematur.[4]
B.
Sejarah Aborsi
Pada akhir abad 18 M, berkembanglah di Eropa
sebuah pemikiran yang dipeloporo oleh Marcelius. Ia menulis sebuah makalah yang
berjudul “ Populasi penduduk dan dampaknya dalam masa depan bangsa “
Tahun 1213H / 1798M. Ia berpendapat bahwa perkembangan penduduk sangat pesat
sekali, sedangkan data devisa Negara tak mencukupi dengan pesatnya jumlah
penduduk. Oleh karenanya Negara terancam kelaparan
bila hal ini terus dilestarikan, dan ia pun mengajak masyarakat dengan
membatasi keturunan dengan jalan memakai gaya hidup rahib (tidak menikah) atau
mengakhirkan proses perkawinan sampai populasi penduduk tidak bertambah.[5]
Teori Marcelius in
akhirnya banyak diikuti oleh masa-masa berikutnya dengan berbagai alat yang semakin canggih dan
dengan tujuan sama, mengurangi populasi penduduk suatu Negara. Gerakan ini
terus berkembang di Amerika dan masyarakat menyambut progam ini dengan hangat,
Sehingga hal ini menjadi tradisi umum sampai saat ini. Berangkat dari sinilah
muncul berbagai macam pencegah kehamilan.
C.
Pembagian
Aborsi
Aborsi
memiliki banyak macam dan bentuknya, sehingga untuk menghukuminya tidak bisa
disamakan dan dipukul rata. Diantara pembagian aborsi adalah sebagai berikut :
dalam kamus bahasa Indonesia aborsi adalah pengguguran, aborsi ini dibagi
menjadi dua yaitu:
Pertama: Aborsi
Kriminalitas. Aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
Kedua : Aborsi Legal.
Aborsi yang dilaksanakan dengan sepengetahuan yang berwenang.
Adapun menurut
medis Aborsi terbagi menjadi dua, antara lain:
Pertama: Aborsi Spontan (Abortus
Spontaneus) yaitu: aborsi secara tidak sengaja dan belangsung alami. Masyarakat
mengenalnya dengan istilah keguguran.
Kedua: Aborsi buatan (Aborsi Provocatus)
yaitu: aborsi yang dilakukan dengan sengaja dan dengan tujuan tertentu.
D.
Bahaya Aborsi
Aborsi
memiliki resiko yang tinggi bagi kesehatan dan keselamatan wanita.
Sangat tidak
benar jika ada yang mengiming-ngimingi bahwa aborsi tidak terasa sakit bagi
yang mengalaminya. Informasi menyesatkan ini yang membahayakan para wanita,
terutama mereka yang terpuruk tentang kandungan yang tidak diinginkannya.
Diantara resiko aborsi adalah:
Sangat
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan wanita, sebagaimana yang ditulis
Briwan Clowes, phd dibukunya “fack of life” tentang resiko aborsi:[6]
a.
Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b.
Infeksi serius disekitar kandungan
c.
Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
d. Kanker payudara (karena ketidak seimbangan
hormon estrogen pada wanita)
e.
Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
f.
Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
g.
Kanker hati (Liver Cancer)
h. Kelainan
pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
i. Beresiko
menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
j. Infeksi
rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
k. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
E.
Pandangan
Islam terhadap nyawa janin, dan pembunuhan
Sebelum
mendetail membahas tentang hukum aborsi, akan dijelaskan bagaimana pandangan
Islam terhadap nyawa janin dan pembunuhan, yaitu sebagai berikut :
Pertama : Manusia
adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan, baik merubah ciptaan,
mengurangi anggota tubuhnya dengan memotongnya, atau membunuhnya. Sebagaimana firman Allah
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدم
“Dan sesungguhnya kami telah
memuliakan umat manusia” (Al-isro’.70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama dengan membunuh semua orang, menyelamatkan satu
nyawa sama dengan menyelamatkan semua orang. Sebagaimana firman Allah
مِن أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ
أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ
فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا
النَّاسَ جَمِيعًا
“Barang siapa
yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (Qs. Al Maidah:32)
Ketiga : Dilarang membunuh anak
(termasuk didalamnya janin yang masih didalam kandungan), hanya karena takut
miskin. Sebagaimana firman Allah:
وَلاَ
تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم
إنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْءًا كَبِيرًا
“Dan janganlah
kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki
kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang
besar.” (Qs al Isra’ : 31)
Keempat : Setiap janin yang
terbentuk adalah kehendak Allah SWT, sebagaimana firman Allah:
وَنُقِرُّ فِي
الْأَرْحَامِ مَا نَشَاء إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا
“Selanjutnya
Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan.
Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS al Hajj :
5)
Kelima : Larangan membunuh jiwa
tanpa hak, sebagaimana firman Allah SWT :
وَلاَ
تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالحَق
“Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan alasan yang benar “ ( Qs al Isra’
: 33 )
F. Hukum Aborsi
Didalam
teks-teks Al-Qur’an dan Hadits tidak didapati secara khusus hukum aborsi. Akan
tetapi yang ada ialah larangan membunuh jiwa yang lain tanpa haq. Sebagaimana
firman Allah SWT:
وَمَن يَقْتُلْ
مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ
عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di
dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya
adzab yang besar” (QS. An Nisa’ :
93)
Begitu juga
hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إِنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خَلْقُهُ
فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ
ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ
فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ
وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
“ Sesungguhnya
seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama
empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah
segumpal darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi
segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan
roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki,
waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia. “
( Bukhari dan Muslim )
Aborsi memiliki dua keadaan, yaitu :
a. Menggugurkan janin
sebelum peniupan ruh
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat,
Pendapat Pertama : Menggugurkan
janin sebelum peniupan ruh hukumnya boleh. Madzhab hanafi dan hambali pun
berpendapat demikian.[7]
Bahkan sebagian ulama membolehkan menggugurkan janin dengan obat.[8]
Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya perintah atau izin dari medis (dokter)
dan orang tua.[9]
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa
sebelum empat bulan roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, ia
pun dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh
hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi
haram.
Dalilnya bahwa
waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan
janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian .
Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah
seorang ulama dari madzhab Syafi’i.[10]
Pendapat
ketiga : Menggugurkan
janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani sudah
tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap
menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat
ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi.
Adapun status janin yang gugur sebelum peniupan ruh (empat bulan), ia
dianggap benda mati tidak perlu dimandikan, dikafani, dan disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga
pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan
medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus
Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan
medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas.
b.
Menggugurkan janin setelah peniupan ruh
Secara umum, menggugurkan janin setelah peniupan ruh haram. Peniupan ruh
terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut
ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah
ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah
menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika
pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya
membahayakan ibunya ketika ia lahir. Maka dalam hal ini ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama: Menyatakan
bahwa menggugurkan janin setelah peniupan ruh hukumnya tetap haram, walaupun
diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan untuk sang ibu yang
mengandungnya.[11]
Dalilnya
adalah firman Allah swt :
وَلاَ
تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالحَقِّ
“ Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. “ (QS. Al Israa’: 33)
Pendapat ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang
keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan
kaidah fiqhiyah : “ Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan
sesuatu yang masih ragu.”, yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah
ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan
kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan.
Pendapat kedua: Dibolehkan
menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu
merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena
menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin,
karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan
janin belum belum bisa dipastikan keberadaannya[12].
Dan prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu
kedokteran. walaupun hal itu tidak mutlak benarnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus
Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan
setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syar’i hukumnya adalah
“haram” dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.
Adapun
aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi
yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan
roh di dalamnya.
Saran
Setelah kita mengetahui
hukum aborsi, sebagaimana yang telah dipaparkan diatas maka, bagi para remaja terutama remaja putri alangkah baiknya
lebih memperhatikan tentang pergaulan. Karena pergaulan bebaslah yang banyak menjadi permulaan
hubungan terlarang yang akhirnya mengakibatkan para korban melakukan aborsi.
Diperlukan andil orang
tua dalam masalah ini. karena segala tingkah anak adalah pengaruh besar dari
pendidikan orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ibrahim. al-Mu’jam al-Wasith. Kairo: tp., tt.
Ghanim, Umar bin Muhammad bin Ibrâhim, Diadaptasi
dari kitab Ahkâmul-Janîn fîl-Fiqhil-Islâm. Cet. ke-1.
ttp.: Dâr Ibnu Hazm, 1421 H
Majlis fiqh islam, isqat janin maswah kholqiyah
Qosim, Ibrahim bin Muhammad, Ahkam Ijhad
Fie Fiqh Islam. Cet. ke-1.
As-suudiyah: jami’ huquq tob’i mahfudzoh, 1423H/2002M
Qosim, Ibrahim bin Muhammad, Ahkam Ijhad
Fie Fiqh Islam. Cet. ke-1.
As-suudiyah: jami’ huquq tob’i mahfudzoh, 1423H/2002M
Waziratul
Auqof wa su’uni al Islamiyah, mausuatul fiqhiyah. Cet. Ke-2.
Kuwait: Toba’ah dzatul salasil 1404H/1983M
http://genbagus.blogspot.com/2014/08/teori-kependudukan-teori-malthus.html,
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/258/hukum-aborsi-dalam-islam/
[2] Dr Ibrahim bin Muhammad
Qosim, Ahkam Ijhad Fie Fiqh Islam, (jami’ huquq tob’i mahfudzoh) jild 1,
hal. 80
[4] Umar bin Muhammad bin
Ibrâhim Ghânim, Diadaptasi dari kitab Ahkâmul-Janîn fîl-Fiqhil-Islâm,
, cet. ke-1, (ttp.: Dâr Ibnu Hazm, 1421 H)
[7] Dr Ibrahim bin Muhammad
Qasim, ahkam ijhad fie fiqh islam, (jami; huquq tob;i mahfudzaah ) jild1, hal. 129
[8] Waziratul Auqof wa su’uni al Islamiyah, mausuatul fiqhiyah, (Kuwait: Toba’ah
dzatul salasil, 1983M),jild 1, hal. 58
[10] Dr Ibrahim
bin Muhammad Qasim, ahkam ijhad fie fiqh islam, (jami’ huquq tab’i
mahfudzah) hal.129
By : Yunika Sari
0 komentar:
Posting Komentar