BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman semakin maju, berbagai
permasalahan baru akan semakin banyak muncul dikehidupan sekitar kita, seperti
halnya dalam bidang fikih atau hukum-hukum dalam islam.
Permasalahan-permasalahan ini tidak bisa hanya dianggap sebelah mata, karena
dapat memberikan pengaruh
besar dalam masalah keyakinan untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Di antara permasalahan-permasalahan yang muncul di zaman yang
modern ini yaitu permasalahan dalam bidang kedokteran , banyak ilmuan menemukan
cara-cara penyelesaian masalah kesehatan yang mana permasalahan ini belum
dibahas dan belum ada di masa fuqoha’ terdahulu, di antaranya yaitu
permasalahan transplantasi organ tubuh.
Berangkat dari
permasalahan ini, ulama-ulama yang berada di masa ini dituntut untuk mencari
kepastian hukum baik dari segi kehalalan ataupun keharamannya. Dalam bidang
kedokteran sendiri banyak cabang-cabang dalam ilmu bedah di antaranya yaitu
transplantasi organ tubuh, permasalahan ini
dapat memberikan pengaruh besar bagi sesorang yang mengalami kecacatan
atau mengindap suatu penyakit dalam tubuhnya dan para dokter modern bisa
mendatangkan hasil yang menakjubkan dalam memindahkan organ tubuh dari orang
yang masih hidup atau sudah mati dengan mencangkokkannnya kepada orang lain
yang kehilangan organ tubuhnya atau rusak, yang dikarenakan sakit dan
sebagainya, yang dapat berfungsi persis seperti anggota badan itu pada
tempatnya sebelum diambil. Dalam hal ini penulis akan memaparkan secara singkat
tentang hukum transplantasi organ tubuh dalam tinjauan islam.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana hukum transplantasi dalam tinjauan islam ?
1.3.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui hukum transplantasi dalam tinjauan islam
1.4.Manfaat Penulisan
1.
untuk memenuhi tugas ujian semester II
2.
sebagai kontribusi ilmu kepada mahasiswa
MA Hidayaturrahman dan segenap
masyarakat dan pada bidang kedokteran yang islam.
3.
Memperluas wawasan sekitar hukum kedokteran yang berkembang seiring
berkembangnya zaman.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Transplantasi
Donor organ atau sering di sebut dengan transplantasi
adalah suatu pemindahan sebagian atau semua organ, dari satu organ tubuh ke organ tubuh yang
lain. Atau dari satu bagian ke bagian lain
pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan
organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih
berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup maupun
telah meninggal.
Organ-organ yang dapat ditransplantasikan adalah jantung,
transplantasi ginjal, hati, paru-paru, pankreas, organ pencernaan, dan kelenjar
timus, juga jaringan, termasuk cangkok tulang, cangkok kornea, cangkok kulit,
penanaman katup jantung buatan, saraf
dan pembuluh darah. Di dunia, cangkok ginjal adalah yang terbanyak di antara
cangkok organ, diikuti oleh hati dan jantung.[1]
Sedangkan
definisi Transplantasi menurut Dr. Robert Woworuntu dalam bukunya Kamus
Kedokteran dan Kesehatan (1993:327) berarti: Pencangkokan. Dalam Kamus
Kedokteran DORLAND dijelaskan bahwa transplantasi berasal dari bahasa inggris
“transplantation” berarti: penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama
atau dari individu lain. Adapun transplantasi berarti: mentransfer organ atau
jaringan dari satu bagian ke bagian lain, yang diambil dari badan untuk ditanam
ke daerah lain pada badan yang sama atau ke individu lain.[2]
2.2.
Sejarah
Transplantasi
Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam
menurut
manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen
transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun
sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum
lahirnya Nabi Isa as. Seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil
memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara
mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemak yang diambil dari
lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli
bedah Itali, pada tahun 1597 M untuk mencoba memperbaiki cacat hidung seseorang
dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Pada ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil mentransplantasikan
jaringan, namun sejak penemuan John Murphy pada tahun 1897 yang berhasil
menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan, barulah terbuka pintu
percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke manusia lain. Percobaan
yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya berhasil, meskipun ia
menghabiskan waktu cukup lama yaitu satu setengah abad. Pada tahun 1954 M Dr.
J.E. Murraberhasil mentransplantasikan ginjal kepada seorang anak yang berasal
dari saudara
kembarnya yang
membawa perkembangan pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi.
Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Masehi, ilmu bedah sudah dikenal di
berbagai
negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara adidaya
Romawi dan Persia. Namun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan
yang berarti, meskipun sudah ditempuh berbagai upaya untuk mengembangkannya.
Selama ribuan tahun setelah melewati banyak eksperimen barulah berhasil pada
akhir abad ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad
ke-20 M untuk pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi SAW., negara Islam telah
memperhatikan masalah kesehatan rakyat, bahkan senantiasa berupaya menjamin
kesehatan dan pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma.
Ada beberapa dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti
alHarth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa’ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum
wanita. Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu,
namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di
masa Nabi SAW., , sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari
Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) “bahwa kakeknya
‘Arfajah bin As’ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia
memasanghidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau
(membusuk), maka Nabi SAW.,. menyuruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari
logam emas”. Imam Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya (III/58) juga telah
meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa ‘Utsman (bin ‘Affan) pernah
memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).
Pada periode Islam selanjutnya berkat doktrin Islam tentang urgensi
kedokteran mulai bertebaran karya-karya monumental kedokteran yang banyak
memuat berbagai praktek kedokteran termasuk transplantasi dan sekaligus
mencuatkan banyak nama besar dari ilmuwan muslim dalam bidang kesehatan dan
ilmu kedokteran, diantaranya adalah; Al-Rozy (Th.251-311 H.) yang telah
menemukan dan membedakan pembuluh vena dan arteri disamping banyak membahas
masalah kedokteran yang lain seperti, bedah tulang dan gips dalam bukunya Al-Athibba.
Lebih jauh dari itu, mereka bahkan telah merintis proses spesialisasi
berbagai kajian dari suatu bidang dan disiplin. Az-Zahrawi ahli kedokteran
muslim yang meninggal di Andalusia sesudah tahun 400-an Hijriyah telah berhasil
dan menjadi orang pertama yang memisahkan ilmu bedah dan menjadikannya subjek
tersendiri dari bidang Ilmu Kedokteran. Beliau telah menulis sebuah buku besar
yang monumental dalam bidang kedokteran khususnya ilmu bedah dan diberi judul
“At-tashrif”. Buku ini telah menjadi referensi utama di Eropa dalam bidang
kedokteran selama kurang-lebih lima abad dan sempat diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa dunia termasuk bahasa latin pada tahun 1497 M. Dan pada tahun
1778 M. Dicetak dan diterbitkan di London dalam versi arab dan latin sekaligus.
Dan masih banyak lagi nama-nama populer lainnya seperti Ibnu Sina (Lihat,
Dr.Mahmud Alhajj Qasim, Atthibb ‘indal ‘arab wal muslimin hal: 105, Al-Ward,
Mu’jam ‘Ulama al-A’rab I / 144).[3]
2.3.
Jenis-jenis Transplantasi
a. Autotransplantasi
Autotransplantasi
adalah pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh sendiri.
Biasanya transplantasi ini dilakukan pada jaringan organ tubuh yang berlebih
atau pada jaringan yang dapat beregenerasi kembali. Sebagai contoh tindakan
skin graft pada penderita luka bakar, dimana kulit donor berasal dari kulit
paha yang kemudian dipindahkan pada bagian kulit yang rusak akibat mengalami
luka bakar.
b.
Homotransplantasi (allotransplantasi)
Homotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan
atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain. Misalnya pemindahan
jantung dari seseorang yang telah dinyatakan meninggal pada orang lain yang
masih hidup.
c.
Heterotransplantasi (Xenotransplantasi)
Heterotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan
atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh makhluk hidup lainnya (hewan).
Contohnya pemindahan organ dari babi ke tubuh manusia untuk mengganti organ
manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi baik.[4]
3.
Tipe donor atau Transplantasi
Beberapa tipe donor organ atau transplantasi yang dapat
di lakukan para ilmuan kedokteran:
a.
Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini memerlukan
seleksi yang cermat dan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap)
baik terhadap pendonor maupun terhadap si penerima (resipien).
b.
Donor dalam
keadaan hidup koma atau diduga kuat akan segera meninggal. Untuk tipe ini,
pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan,
misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus.
c.
Donor dalam keadaan mati, tipe ini merupakan tipe ideal,
sebab secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal
secara medis dan yuridis dan harus diperhatikan pula daya tahan organ tubuh
yang akan diambil untuk transplantasi.[5]
2.4.
Hukum
Transplantasi
Seiring bertambahnya zaman semakin modern, para
kedokteran islam seharusnya mengetahui hukum-hukum kedokteran yang datang di
masa ini. Salah satunya permasalahan transplantasi, bagaimanakah islam dalam
menyikapapi permasalahan transplantasi?
Ada dua kaidah yang dapat digunakan untuk mengambil hukum transplantasi:
1.
Menghilangkan bahaya setelah datang bahaya (الضرر يزال)
Dalam kaidah ini menunjukkan wajib bagi seorang muslim
menghilangkan bahaya jika terjadi suatu bahaya yang menimpa kepada diri sendiri
dan orang lain.
2.
Dari kaidah nomor satu di atas ada satu kaidah yang dapat
menopang kaidah tersebut yaitu “suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan
bahaya yang lebih besar”[6]
Dalam masalah transplantasi hukum transplantasi dapat
diambil dari dua bagian hal yang pokok yaitu:
1.
Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari tubuh
yang sama.
2.
Penanaman jaringan/organ diambil dari individu lain,
namun permaslahan ini dapat dirinci lagi menjadi dua persoalan yaitu:
a. Penanaman
jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain, baik yang masih hidup
maupun sudah mati, dan
b. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari
individu binatang
baik yang tidak najis/halal maupun yang najis/haram.
Dari pemaparan
pengambilan hukum transplantasi di atas penulis akan menjelasakan bagaimana
penarikan hukum yang diambil berdasarkan penjelasan diatas.
Permasalahan pertama: penanaman dari organ tubuh
yang diambil dari organ tubuh yang sama. Dalam permasalahan ini hanya dapat
melibatkan dirinya sendiri atau diri yang bersangkutan, contoh luka bakar pada
wajah, ketika pemilik wajah ingin menjadikan sebagaiamana semula maka di ambil
dari kulit pantat atau kulit yang lain, namun masih dalam organ sendiri.
Adapun masalah kedua yaitu penanaman
jaringan/organ yang diambil dari orang lain maka dapat kita lihat persoalannya
apabila jaringan/organ tersebut diambil dari orang lain yang masih hidup, maka
dapat kita temukan dua kasus. Dalam permasalahan yang kedua ini kita akan
menemukan dua kasus:
1.
Organ yang berasal dari orang yang sehat.
Dalam ilmu kedokteran, kedokteran dapat melakukan
transplantsi selama pendonor tetap sehat dan tidak ada bahaya setelah
mendonorkan. Jika ditinjau dalam hukum islam pada asalnya hukum ini
diperbolehkan jika memenuhi syarat dibawah:
a.
Tidak membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi
donatur jaringan/organ. Karena kaidah hukum Islam menyatakan bahwa suatu
bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya
serupa/sebanding.
b.
Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela
tanpa paksaan dan tidakboleh diperjualbelikan.
c.
Boleh dilakukan
bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya
bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat.
d.
Boleh dilakukan bila peluang keberhasilan transplantasi
tersebut sangat besar.
Namun, ada beberapa pengecualian anggota tubuh yang
dilarang untuk didonorkan: buah zakar, meskipun memiliki ganda maka hal
ini dilarang dengan alasan dapat merusak
fisik luar manusia, mengakibatkan terputusnya keturunan bagi pendonor, dapat
mempengaruhi keturunan sebab meurut ahli kediokteran memiliki pengaruh dalam
menurunkan sifat genetisnya.[7]
Adapun
menurut yusuf qordhowi organ tubuh yang dilarang untuk didonorkan yaitu:
a.
Organ
tubuh yang hanya satu-satunya. Seperti; jantung, hati dan otak.
b.
Organ tubuh yang
berada di luar. Seperti; mata, tangan dan kaki.
c.
Organ tubuh
dalam yang berpasangan, namun organ yang satu sakit. karena organ yang
berpasangan dianggap satu organ.[8]
2.
Organ yang berasal dari orang yang koma atau diprediksi
akan segera meninggal.
Dalam
permasalahan ini kita harus merujuk kepada dua kaidah yang telah dijelaskan
diatas. Selama tidak menimbulkan bahaya maka diperbolehkan namun, jika menimbulkan bahaya maka dalam kaidah
fiqh dan syari’at maka
tidak membenarkan, karena tidak ada manfaat yang dapat diambil untuk masa depan
pendonor dan penerima donor. Sebagaimana firman Allah SWT.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-‘Araf: 56)
3.
Organ
yang berasal dari orang yang telah meninggal, baik secara devinif dan medis.
Ulama’
kontemporer di zaman ini Yusuf Qordhowi membolehkan donor dari organ
seseorang yang telah meninggal. Dengan
syarat meminta izin terlebih dahulu kepada si mayit sebelum meninggalnya atau
ahli warisnya setelah meninggal. Disyaratkan adanya persetujuan dari pemimpin
kaum muslim jika yang meninggal tidak dikenal atau tidak memiliki ahli waris.[9]
Sebelum mempergunakannya, kita harus mendapatkan kejelasan atas hukum
tersebut. Beberapa hukum diantaranya[10]:
a.
Dilakukan setelah memastikan bahwa penyumbang ingin
memberikan organnya setelah ia meninggal. Bila dilakukan melalui surat wasiat
atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
b.
Jika terdapat kasus penyumbang organ belum memberikan
persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organ ketika dia meninggal,
maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat
yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
c.
Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ
atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas
hidup manusia lainnya.
d.
Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah
dipastikan secara prosedur medis bahwa penyumbang organ telah
meninggal dunia.
e.
Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban
kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus
dilakukan dengan seizin hukum.
f.
Setelah disetujui oleh wali atau keluarga korban
hendaknya diniatkan untuk menolong bukan untuk memperjual belikannya.
g.
Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau
komplikasi yang lebih gawat.
Fuqoha’ dalam membahas hukum pengobatan dengan organ yang
diperoleh dari mayit, mereka sepakat menyatakan bahwa dalam keadaan normal
(tidak darurat) tidak diperbolehkan memanfaatkan organ tersebut sebagai obat
baik masih hidup maupun sudah wafat.[11]
4.
Organ yang berasal dari hewan.
Banyak tujuan yang ingin dicapai ketika seseorang
melakukan transplantasi, namun pada kedokteran modern zaman ini transplantasi
tidak hanya dengan organ manusia tapi banyak yang menggunakan organ hewan baik
dari bintang yang halal dikonsumsi maupun hewan yang haram dikonsumsi menurut
islam, jika ditinjau hukum secara islam hewan yang halal dimakan maka tidak
mengapa berdasarkan keputusan Akademi Fiqih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah,
Arab Saudi, pada pertemuan kerjanya yang ke-8, yang dilaksanakan pada tanggal
19-28 Januari 1985. Dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa manusia dan bukan
bertujuan untuk merusak ciptaan Allah SWT. Walaupun pada dasarnya Al-Qur’an
tidak menyinggung hukum transplantasi hewan terhadap manusia, namun berdasakan
dalil Al-Qur’an yang sangat menekankan keselamatan nyawa manusia:
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا
النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ
كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“barangsiapa
memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara
kehidupan semua manusia…..”(al-maidah 32)
Adapun
syarat yang harus dipenuhi untuk mentransplantasi orga hewan kepada manusia:
a.
Organ yang akan
di transplantasi kepada manusia harus berasal dari hewan yang halal, artinya
halal dikonsimsi umat islam
b.
Organ hewan yang
akan di transplantasi kepada manusia harus berasal dari hewan yang disembelih
secara islami.
Adapun transplantasi hewan yang
haram dimakan Akademi Fiqih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah, Arab Saudi
berpendapat boleh tas dasar sangat mendesak dan tidak ada jalan lain selain
dengan cara ini. Sebagaiman pendapat Akademi Fikih Islam India membenarkan dengan ketentuan dua syarat pertama tidak
ada jalan keluar yang lain, kedua nyawa penerima organ dalam keadaan
bahaya atau organ tubuhnya rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi. Dan pendapat Dr. Faishal Ibrahim Zhahir boleh
mentransplantasi dari hewan yang haram berdasarkan prinsip fikih tentang
sesuatu yang mendesak yang membuat hal-hal terlarang menjadi diperbolehkan.
Dengan demikian kebolehan dalam hal ini bersifat kondisional, yakni
diperbolehkan pada saat tidak ada organ tubuh yang halal.[12]
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dari beberapa tipe donor dan jenis-jenis di atas, maka
dapat di ambil kesimpulan oleh penulis:
- Hukum transplantasi mubah namun dengan ketentuan dan syarat-syarat yang telah di jelaskan di atas. Dan selama tidak menyelisihi aturan islam dan ketentuan-ketentuan dalam islam.
- Di larang jika membahayakan dan tidak berdasarka suatu alasan yang syar’i ataupun yang sangat darurat.
3.2.
Saran
Sebelum melakukan penyembuhan melalui transplantasi organ
tubuh manusia yang sakit atau mengalami kerusakan, alangkah baiknya kita
sebagai manusia ikhtiar untuk mendapatkan kesembuhan lain selain transplantasi.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ.
http://orypatikeperawatancom.blogspot.co.id/2011/11/makalah-transpalansi-organ.html.
Direktorat jenderal pendidikan islam, Masalah
Transplantasi,
https://www.scribd.com/doc/304373045/Idi-1-Transplantasi-Organ
Fatimah Az-Zahra’, “Hukum Transplantasi Menurut
Perspektif Islam ”, Skripsi (Sragen: MA Hidayaturrahman 2014)
http://www.dr-shaal.com/fatwa/4644.html
http://www.eramuslim.com//bolehkah-donor-organ-tubuh-dari-jenazah-atau-masih-hidup.htm#.V0jOVyEVAYw
[2] http://orypatikeperawatancom.blogspot.co.id/2011/11/makalah-transpalansi-organ.html.
diakses pada 23, Mei 2016, pukul 13.45
[3]
Direktorat jenderal pendidikan islam, Masalah Transplantasi, hal 234
[4]http://orypatikeperawatancom.blogspot.co.id/2011/11/makalah-transpalansi-organ.html diakses pada pukul 11.30,
24, Mei 2016
[6]
http://www.eramuslim.com/ /bolehkah-donor-organ-tubuh-dari-jenazah-atau-masih- hidup.htm#.V0jOVyEVAYw
diakses pada pukul 08:12, 26 Mei 2016
[7] Direktoral jenderal pendidikan
islam Masalah
Transplantasi, Euthanasia, dan Musik dan Nyanyian hal 235.
[8]http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/bolehkah-donor-organ-tubuh-dari-jenazah-atau-masih-hidup.htm#.V0TpYCEVAYz
diakses pada
25, Mei
2016, pukul 7.01 WIB
[10]Fatimah Az-Zahra’, “Hukum Transplantasi Menurut
Perspektif Islam ”, Skripsi (Sragen: MA Hidayaturrahman 2014), hlm. 51
[11] Fatimah Az-Zahra’, “Hukum Transplantasi Menurut Perspektif Islam ”, Skripsi
(Sragen: MA Hidayaturrahman 2014), hlm. 51
[12] https://www.scribd.com/doc/304373045/Idi-1-Transplantasi-Organ diakses 27, mei 2016 pukul 11.24
By : Tri Andayani
0 komentar:
Posting Komentar