Senin, 15 Agustus 2016

Pengaruh Sedekah bagi Orang yang Bersedekah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sempurna. Islam telah mengatur seluruh kegiatan hambanya, dari hal terpenting sampai hal terkecil yang seakan dianggap remeh oleh hambanya. Padahal dalam setiap aturannya ada tujuan kebaikan bagi setiap hambanya. Sebagai contoh sedekah.
Banyak orang yang menganggap sedekah adalah perbuatan yang remeh. Maka tidak jarang kita temui banyak orang yang enggan untuk bersedekah. Sebagian besar dari mereka mungkin belum memahami tentang masalah sedekah sehingga menganggap sedekah adalah hal yang remeh dan tidak memberi pengaruh positif bagi dirinya. Bukan hanya itu, banyak orang beranggapan bahwa sedekah hanya akan mengurangi harta mereka, sehingga mereka perlu berfikir berkali-kali ketika akan mengeluarkan sedekah. Sebagaimana yang telah kita ketahui tentang permasalahan diatas. Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk membahas masalah pengaruh sedekah bagi pemberi sedekah dalam makalah ini.
1.2. Rumusan Masalah
Apa pengaruh sedekah bagi pemberi sedekah?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh sedekah bagi pemberi sedekah.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Sebagai rujukan ilmu bagi penulis, serta penulis berusaha untuk mengamalkan.
b. Sebagai sumbangan ilmu untuk hidayaturrahman tentang pengaruh sedekah bagi orang yang bersedekah
c. Sebagai dedikasi penulis bagi masyarakat, agar masyarakat dapat memahami tentang pengaruh sedekah bagi orang yang bersedekah dan mengamalkan sedekah.



BAB II
PEMBAHASAN


 2.1. Definisi
Sedekah secara etimologi didalam kamus al-Munawir Arab Indonesia,  halaman 770 berasal dari kata  الصَّدَقَةُ yang berarti shodaqoh atau sedekah. Sesungguhnya, sedekah yang diterima dan disunnahkan tidak hanya terbatas pada sedekah harta saja, tetapi sedekah itu luas. Cakupan sedekah begitu luas hingga mencakup hampir seluruh aspek agama.
Shalat adalah sedekah seorang hamba untuk dirinya, demikian pula puasa, haji, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, bertasbih, tahmid, takbir, tahlil, menyingkirkan duri dari jalan dan hal-hal lainnya. Semua itu adalah sedekah seorang hamba untuk dirinya. Sebagaimana Rasulullah bersabda :
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi, maka setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amal ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan semua itu dapat digantikan dengan dua rakaat shalat dhuha yang ia dirikan.” (HR. Muslim)
Hadits diatas menjelaskan bahwa tasbih, tahmid, dan tahlil adalah sedekah seorang hamba untuk dirinya sendiri.  Hadits diatas berbeda dengan hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra berkata, “ Aku bertanya kepada Rasulullah tentang apa yang bisa menyelamatkan seorang hamba dari siksa neraka?” Rasulullah bersabda:
الإِيْمَانُ بِاللهِ))))
“Iman kepada Allah.”
((أنْ تَرْضَخَ مِمَّا خَوَّلَكَ اللهُ مِمَّا رَزَقَكَ الله))
“ Bahwasanya engkau memberi dari apa-apa yang Allah berikan kepadamu, dan engkau memberi dari apa-apa yang Allah rezekikan kepadamu.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Dari hadits diatas kita bisa mengetahui bahwasanya apabila kita memberikan sebagian rezeki yang telah Allah kepada orang lain adalah hal yang dapat menyelamatkan hambanya dari siksa api neraka. Dalam makalah ini kita akan membahas masalah tentang sedekah yang diberikan kepada orang lain. Jadi apabila penulis menulis kata sedekah, maka yang dimaksud oleh penulis adalah memberikan sebagian rezeki yang kita miliki kepada orang lain.
2.2. Pengaruh sedekah bagi pemberi sedekah
2.2.1. Menjauhkan seseorang dari sifat bakhil dan rakus
Islam memposisikan orang yang berharta (orang kaya) sebagai orang-orang yang bertanggung jawab atas orang-orang tidak memiliki harta serta fakir. Orang-orang yang berharta seharusnya memberi perhatian kepada orang-orang fakir, misalnya dengan menanyakan keadaan mereka, memberi bantuan baik berupa moril maupun materi. Jika tidak, maka dia sejatinya bukanlah penikmat harta benda dan tidak pantas memanggul amanah itu.
Jika orang kaya memberi pertolongan kepada orang yang fakir. Sebenarnya dia tidak berarti lebih mulia daripada yang ditolong. Namun tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Jadi, sesungguhnya orang berharta hanya memberikan hak orang fakir yang Allah perintahkan kepadanya. Sebagaimana Allah berfirman :
الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ (23) وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (24)
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (QS.al- Ma’arij : 24-25)
Islam telah mengatur posisi bagi orang kaya dan orang fakir sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, agar orang fakir tidak merasa kurang dalam menunaikan perintah Allah. Terkhusus perintah Allah yang pelaksanaannya berhubungan dengan masalah harta. Lebih dari itu, agar orang-orang fakir tidak memandang orang-orang kaya dengan pandangan iri dan dengki atas harta yang Allah amanahkan kepada mereka. Karena miskin ataupun kaya sesungguhnya adalah ketetapan Allah. Dan sebagai hamba Allah kita wajib mensyukurinya serta menerima dengan ikhlas segala sesuatu yang telah menjadi ketetapan-Nya. 
Hal diatas sesuai dengan yang tertulis didalam buku sedekah tanpa harta yang ditulis oleh DR. Wajih Mahmud (2008:10) menyebutkan bahwa sedekah itu juga sebagai bentuk penyucian terhadap harta dan jiwa orang kaya dari penyakit kikir dan rakus, dan pembersih bagi si fakir dari penyakit hasad dan dengki.
2.2.2 Selalu berprasangka baik kepada Allah dan sedekah sebagai buktinya
Secara etimologis didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bukti adalah sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa, keterangan nyata, tanda. Adapun sedekah adalah bukti kejujuran atas keimanan orang yang membenarkan Allah sebagai Rabb-Nya. Hal ini juga sebagai tanda keyakinan atas apa yang Allah janjikan, baik berupa kabar gembira maupun peringatan. Oleh karena itu keimanan seseorang akan menolak jiwa yang bakhil (pelit). Bakhil adalah jiwa yang memiliki rasa cinta kepada harta melebihi tabi’at dan fitrahnya, sehingga dia merasa sulit untuk berbagi kepada orang lain. Seseorang yang memiliki jiwa bakhil akan menolak untuk bersedekah dalam situasi apapun. Dan sebaliknya seseorang yang mampu mengarahkan jiwanya agar dapat menahan dorongan hawa nafsunya terhadap harta yang berlebihan, maka dia akan terbebas dari jeratan ambisi untuk terus mengumpulkan harta dan akan dijauhkan dari belenggu kekikiran.
Seseorang yang memiliki kejujuran atas keimanan akan selalu berbaik sangka kepada Allah. Dia merasa harta yang ada ditangannya adalah titipan dari Allah, maka sangat mudah baginya untuk mengeluarkan hartanya (bersedekah) di jalan Allah. Berbeda dengan seseorang yang berburuk sangka kepada Allah maka sulit baginya untuk mengeluarkan hartanya. Karena dia merasa harta yang ada ditangannya adalah miliknya secara penuh dan akan berkurang apabila dia berbagi kepada orang lain. Oleh karena itu, didalam buku “ Rahasia Dibalik Sedekah” Ibrahim Fathi Abdul Muqtadar (2010:11) mengutip perkataan Muhammad bin ibad berkata, “Ketidakinginan seseorang untuk memberikan apa yang dimiliki adalah tanda berburuk sangka terhadap Rabb.”
2.2.3. Mempengaruhi keyakinan kepada Allah
Orang yang bersedekah ialah orang yang berinteraksi dengan Allah yang maha mengetahui yang tampak dan tersembunyi. Dengan keyakinan yang kuat bahwa harta yang ia sedekahkan dijalan Allah maka hakikatnya hartanya tidak akan berkurang sedikitpun namun sebaliknya Allah akan membalasnya dengan berlipat ganda. Selain itu juga dia yakin bahwa Allah akan menjauhkan dirinya dari siksa kubur dan siksa neraka.
Inilah kondisi seorang muslim, ia tidak bersedekah kecuali hanya mengharap ridha-Nya, bukan karena hawa nafsunya. Dalam hatinya hanya ada keiklasan, dan prasangka baik bahwa Allah akan menerima sedekahnya. Ia juga memantapkan hatinya dengan menancapkan keyakinan bahwa Allah akan memberkahi hartanya dan mencurahkan pahala untuknya.
Dia meyakini bahwa sedekah akan mengangkat derajatnya, sehingga menjadi jiwa yang bersih nan suci karena apa yang telah disedekahkan. Derajatnya pun terangkat jauh melebihi apapun yang ada diatas bumi ini, baginya seluruh keutamaan sebagai pemberian di akhirat setelah apa yang dilakukan di dunia.
2.2.4. Berpengaruh terhadap kesehatan
Didalam sedekah terdapat kebenaran yang tidak bisa kita pikirkan secara logika manusia. Namun ini sering mengejutkan logika manusia. Setidaknya, kebenaran yang tidak bisa dipikirkan secara logika manusia ada didalam amalan sedekah.  Kita dapat menyaksikannya dalam dua aspek, yaitu :
1.                  Kebenaran yang tidak bisa kita pikirkan secara logika manusia adalah pernyataan bahwa harta yang disedekahkan itu tidak akan berkurang sedikitpun. Kenyatannya dalam kehidupan ini, kita tidak pernah menyaksikan atau mendengar seseorang menjadi bangkrut dan miskin karena gemar bersedekah. Bahkan yang terjadi sebaliknya. Apabila kita cermati, orang yang gemar bersedekah akan senantiasa bertambah dan bertambah harta yang dimilikinya. Karena Allah telah menegaskan dalam sebuah hadits qudsi, “ Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya aku akan berinfak pula kepadamu.”(HR. Bukhori dan Muslim).
2.                  Kebenaran yang tidak bisa kita pikirkan secara logika manusia terbukti didalam sedekah, tatkala sedekah mampu menyembuhkan berbagai penyakit fisik dan psikis. Didalam buku “Berobat dengan Sedekah” Muhammad Albani (2010:80) menyatakan Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah Rahimahumullah penulis buku monumental seperti Ath-Thibbun Nabawi, Zadul Ma’ad, dan lain sebagainya, beliau menegaskan tentang kehebatan sedekah dan amalan-amalan ibadah lain yang mampu mengobati penyakit, yang mungkin obat-obatan medis tak mampu menanganinya.
Terdapat dua keniscayaaan mutlak milik Allah, yang sebenarnya tidak akan mampu dipungkiri oleh semua makhluk. Manusia pun begitu lemah untuk ‘menggugat’ keniscayaan itu. Keniscayaan itu ada dua hal, yaitu :
a.                   Apabila Allah menurunkan penyakit, bersamanya pula Allah menurunkan obatnya. Allah akan memberikan kesembuhan kepada orang yang dikehendaki-Nya . Allah juga akan meletakkan obat sebagai sarana kesembuhan itu dimana saja yang Allah kehendaki. Mungkin saja obat itu terdapat dalam pil-pil kimiawi atau dalam jamu-jamu tradisional, ataupun dalam hal lainnya. Termasuk juga, sangat mungkin sekali Allah berkehendak meletakkan obat bagi penyakit itu berada didalam amalan ibadah seperti sedekah.
b.                  Tatkala Allah menghendaki sesuatu, dia hanya berfirman, “Jadilah”, maka akan terjadi sesuatu itu. Begitulah apabila Allah menghendaki kesembuhan penyakit bagi hamba-Nya maka sangatlah mudah bagi-Nya.
Kita sebagai hamba-Nya diperintahkan untuk berikhtiar, kemudian kita diperintahkan pula untuk tawakal. Sungguh Allah adalah sebaik-baik tempat berserah diri bagi seorang hamba. Karenanya keyakinan kita sangat menentukan iman kita kepada-Nya. Begitu pula dengan sedekah, kita memberikan harta kita kepada orang lain, namun sebenarnya kita menyerahkan dan berserah diri kepada Allah, sang pembuat syariat sedekah. Wallahu a’lamu bis showab.



BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Sedekah bukanlah suatu hal yang remeh, karena dengan sedekah seseorang akan mendapatkan banyak pengaruh kebaikan bagi dirinya, bahkan sedekah bisa mempengaruhi kesehatan seseorang. 
Membiasakan diri bersedekah adalah sikap yang bijak agar mendapat ketenangan jiwa karena selalu berprasngka baik kepada Allah dan dijauhkan dari sifat bakhil.
3.2. Saran
Allah memerintahkan hambanya bersedekah bukan tanpa hikmah, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa banyak kebaikan yang didapat oleh seorang pemberi sedekah. Oleh karena itu, Sebagai seorang muslim seyogyanya kita berusaha untuk bersedekah dalam keadaan lapang ataupun sempit, dengan sebagian besar harta ataupun hanya dengan sebutir kurma.
Mari kita bersama-sama berusaha untuk menjadikan sedekah sebagai kebiasaan serta meniatkan apapun yang kita sedekahkan karena Allah. Wallahu a’lam bi showab.

  
DAFTAR PUSTAKA
Albani, Muhammad, Berobat dengan Sedekah, (Solo: Insan Kamil, 2010 M)
Departemen Agama, Al-Qur’anul Karim,
Mahmud, Wajih, Sedekah tanpa Harta, diterjemahkan oleh Marzuki dan Ibnu Muslih, (Klaten: Wafa Press, 2008 M)
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997 M)
Muqtadar, Ibrahim Fathi Abdul, Rahasia Dibalik Sedekah, diterjemahkan oleh Buldan Tsani, ( Solo: Insan Kamil, 2010)
Nawawi, Taqiyuddin Yahya bin Syaraf, an-, Shahih Bukhori
Shahih Muslim

By : Annisa Kurniati

0 komentar:

Posting Komentar