Rabu, 17 Agustus 2016

Hukum Tranplantasi Menurut Islam


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman semakin maju, berbagai permasalahan baru akan semakin banyak muncul dikehidupan sekitar kita, seperti halnya dalam bidang fikih atau hukum-hukum dalam islam. Permasalahan-permasalahan ini tidak bisa hanya dianggap sebelah mata, karena dapat memberikan pengaruh
besar dalam masalah keyakinan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di antara permasalahan-permasalahan yang muncul di zaman yang modern ini yaitu permasalahan dalam bidang kedokteran , banyak ilmuan menemukan cara-cara penyelesaian masalah kesehatan yang mana permasalahan ini belum dibahas dan belum ada di masa fuqoha’ terdahulu, di antaranya yaitu permasalahan transplantasi organ tubuh.
Berangkat dari permasalahan ini, ulama-ulama yang berada di masa ini dituntut untuk mencari kepastian hukum baik dari segi kehalalan ataupun keharamannya. Dalam bidang kedokteran sendiri banyak cabang-cabang dalam ilmu bedah di antaranya yaitu transplantasi organ tubuh, permasalahan ini  dapat memberikan pengaruh besar bagi sesorang yang mengalami kecacatan atau mengindap suatu penyakit dalam tubuhnya dan para dokter modern bisa mendatangkan hasil yang menakjubkan dalam memindahkan organ tubuh dari orang yang masih hidup atau sudah mati dengan mencangkokkannnya kepada orang lain yang kehilangan organ tubuhnya atau rusak, yang dikarenakan sakit dan sebagainya, yang dapat berfungsi persis seperti anggota badan itu pada  tempatnya sebelum diambil. Dalam hal ini penulis akan memaparkan secara singkat tentang hukum transplantasi organ tubuh dalam tinjauan islam.

1.2.  Rumusan Masalah
1.        Bagaimana hukum transplantasi dalam tinjauan islam ?
1.3.  Tujuan Penulisan
1.        Untuk mengetahui hukum transplantasi dalam tinjauan islam
1.4.Manfaat Penulisan
1. untuk memenuhi tugas ujian semester II
2. sebagai kontribusi ilmu kepada  mahasiswa MA  Hidayaturrahman dan segenap masyarakat dan pada bidang kedokteran yang islam.
3. Memperluas wawasan sekitar hukum kedokteran yang berkembang seiring berkembangnya zaman.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Transplantasi
Donor organ atau sering di sebut dengan transplantasi adalah suatu pemindahan sebagian atau semua organ,  dari satu organ tubuh ke organ tubuh yang lain. Atau dari satu bagian ke bagian lain  pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup maupun telah meninggal.
Organ-organ yang dapat ditransplantasikan adalah jantung, transplantasi ginjal, hati, paru-paru, pankreas, organ pencernaan, dan kelenjar timus, juga jaringan, termasuk cangkok tulang, cangkok kornea, cangkok kulit, penanaman katup  jantung buatan, saraf dan pembuluh darah. Di dunia, cangkok ginjal adalah yang terbanyak di antara cangkok organ, diikuti oleh hati dan jantung.[1]
Sedangkan definisi Transplantasi menurut Dr. Robert Woworuntu dalam bukunya Kamus Kedokteran dan Kesehatan (1993:327) berarti: Pencangkokan. Dalam Kamus Kedokteran DORLAND dijelaskan bahwa transplantasi berasal dari bahasa inggris “transplantation” berarti: penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Adapun transplantasi berarti: mentransfer organ atau jaringan dari satu bagian ke bagian lain, yang diambil dari badan untuk ditanam ke daerah lain pada badan yang sama atau ke individu lain.[2]

2.2.              Sejarah Transplantasi
Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam
menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as. Seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemak yang diambil dari lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Itali, pada tahun 1597 M untuk mencoba memperbaiki cacat hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Pada ujung abad ke-19 M para ahli bedah, baru berhasil mentransplantasikan jaringan, namun sejak penemuan John Murphy pada tahun 1897 yang berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan, barulah terbuka pintu percobaan mentransplantasikan organ dari manusia ke manusia lain. Percobaan yang telah dilakukan terhadap binatang akhirnya berhasil, meskipun ia menghabiskan waktu cukup lama yaitu satu setengah abad. Pada tahun 1954 M Dr. J.E. Murraberhasil mentransplantasikan ginjal kepada seorang anak yang berasal dari saudara
kembarnya yang membawa perkembangan pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi.
Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Masehi, ilmu bedah sudah dikenal di
berbagai negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara adidaya Romawi dan Persia. Namun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti, meskipun sudah ditempuh berbagai upaya untuk mengembangkannya. Selama ribuan tahun setelah melewati banyak eksperimen barulah berhasil pada akhir abad ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 M untuk pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi SAW., negara Islam telah memperhatikan masalah kesehatan rakyat, bahkan senantiasa berupaya menjamin kesehatan dan pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma.
Ada beberapa dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti alHarth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa’ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum wanita. Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu, namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi SAW., , sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) “bahwa kakeknya ‘Arfajah bin As’ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasanghidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), maka Nabi SAW.,. menyuruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari logam emas”. Imam Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya (III/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa ‘Utsman (bin ‘Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).
Pada periode Islam selanjutnya berkat doktrin Islam tentang urgensi kedokteran mulai bertebaran karya-karya monumental kedokteran yang banyak memuat berbagai praktek kedokteran termasuk transplantasi dan sekaligus mencuatkan banyak nama besar dari ilmuwan muslim dalam bidang kesehatan dan ilmu kedokteran, diantaranya adalah; Al-Rozy (Th.251-311 H.) yang telah menemukan dan membedakan pembuluh vena dan arteri disamping banyak membahas masalah kedokteran yang lain seperti, bedah tulang dan gips dalam bukunya Al-Athibba.
Lebih jauh dari itu, mereka bahkan telah merintis proses spesialisasi berbagai kajian dari suatu bidang dan disiplin. Az-Zahrawi ahli kedokteran muslim yang meninggal di Andalusia sesudah tahun 400-an Hijriyah telah berhasil dan menjadi orang pertama yang memisahkan ilmu bedah dan menjadikannya subjek tersendiri dari bidang Ilmu Kedokteran. Beliau telah menulis sebuah buku besar yang monumental dalam bidang kedokteran khususnya ilmu bedah dan diberi judul “At-tashrif”. Buku ini telah menjadi referensi utama di Eropa dalam bidang kedokteran selama kurang-lebih lima abad dan sempat diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia termasuk bahasa latin pada tahun 1497 M. Dan pada tahun 1778 M. Dicetak dan diterbitkan di London dalam versi arab dan latin sekaligus. Dan masih banyak lagi nama-nama populer lainnya seperti Ibnu Sina (Lihat, Dr.Mahmud Alhajj Qasim, Atthibb ‘indal ‘arab wal muslimin hal: 105, Al-Ward, Mu’jam ‘Ulama al-A’rab I / 144).[3]

2.3.             Jenis-jenis Transplantasi
a.       Autotransplantasi
Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh sendiri. Biasanya transplantasi ini dilakukan pada jaringan organ tubuh  yang berlebih atau pada jaringan yang dapat beregenerasi kembali. Sebagai contoh tindakan skin graft pada penderita luka bakar, dimana kulit donor berasal dari kulit paha yang kemudian dipindahkan pada bagian kulit yang rusak akibat mengalami luka bakar.
b.      Homotransplantasi (allotransplantasi)
Homotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain. Misalnya pemindahan jantung dari seseorang yang telah dinyatakan meninggal pada orang lain yang masih hidup.
c.       Heterotransplantasi (Xenotransplantasi)
Heterotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh makhluk hidup lainnya (hewan). Contohnya pemindahan organ dari babi ke tubuh manusia untuk mengganti organ manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi baik.[4]

3.                   Tipe donor atau Transplantasi
Beberapa tipe donor organ atau transplantasi yang dapat di lakukan para ilmuan kedokteran:
a.                   Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap) baik terhadap pendonor maupun terhadap si penerima (resipien).
b.                   Donor dalam keadaan hidup koma atau diduga kuat akan segera meninggal. Untuk tipe ini, pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus.
c.                   Donor dalam keadaan mati, tipe ini merupakan tipe ideal, sebab secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis dan harus diperhatikan pula daya tahan organ tubuh yang akan diambil untuk transplantasi.[5]
2.4.              Hukum Transplantasi
Seiring bertambahnya zaman semakin modern, para kedokteran islam seharusnya mengetahui hukum-hukum kedokteran yang datang di masa ini. Salah satunya permasalahan transplantasi, bagaimanakah islam dalam menyikapapi permasalahan transplantasi?  Ada dua kaidah yang dapat digunakan untuk mengambil hukum transplantasi:
1.                   Menghilangkan bahaya setelah datang bahaya (الضرر يزال)
Dalam kaidah ini menunjukkan wajib bagi seorang muslim menghilangkan bahaya jika terjadi suatu bahaya yang menimpa kepada diri sendiri dan orang lain.
2.                   Dari kaidah nomor satu di atas ada satu kaidah yang dapat menopang kaidah tersebut yaitu “suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya yang lebih besar”[6]
Dalam masalah transplantasi hukum transplantasi dapat diambil dari dua bagian hal yang pokok yaitu:
1.                   Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari tubuh yang sama.
2.                   Penanaman jaringan/organ diambil dari individu lain, namun permaslahan ini dapat dirinci lagi menjadi dua persoalan yaitu:
a.  Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain, baik yang masih hidup maupun sudah mati, dan
 b.  Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu binatang
baik yang tidak najis/halal maupun yang najis/haram.
 Dari pemaparan pengambilan hukum transplantasi di atas penulis akan menjelasakan bagaimana penarikan hukum yang diambil berdasarkan penjelasan diatas.
Permasalahan pertama: penanaman dari organ tubuh yang diambil dari organ tubuh yang sama. Dalam permasalahan ini hanya dapat melibatkan dirinya sendiri atau diri yang bersangkutan, contoh luka bakar pada wajah, ketika pemilik wajah ingin menjadikan sebagaiamana semula maka di ambil dari kulit pantat atau kulit yang lain, namun masih dalam organ sendiri.
Adapun masalah kedua yaitu penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain maka dapat kita lihat persoalannya apabila jaringan/organ tersebut diambil dari orang lain yang masih hidup, maka dapat kita temukan dua kasus. Dalam permasalahan yang kedua ini kita akan menemukan dua kasus:
1.      Organ yang berasal dari orang yang sehat.
Dalam ilmu kedokteran, kedokteran dapat melakukan transplantsi selama pendonor tetap sehat dan tidak ada bahaya setelah mendonorkan. Jika ditinjau dalam hukum islam pada asalnya hukum ini diperbolehkan jika memenuhi syarat dibawah:
a.                   Tidak membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur jaringan/organ. Karena kaidah hukum Islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding.
b.                   Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidakboleh diperjualbelikan.
c.                    Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat.
d.                  Boleh dilakukan bila peluang keberhasilan transplantasi tersebut sangat besar.
Namun, ada beberapa pengecualian anggota tubuh yang dilarang untuk didonorkan: buah zakar, meskipun memiliki ganda maka hal ini  dilarang dengan alasan dapat merusak fisik luar manusia, mengakibatkan terputusnya keturunan bagi pendonor, dapat mempengaruhi keturunan sebab meurut ahli kediokteran memiliki pengaruh dalam menurunkan sifat genetisnya.[7]
Adapun menurut yusuf qordhowi organ tubuh yang dilarang untuk didonorkan yaitu:
a.                    Organ tubuh yang hanya satu-satunya. Seperti; jantung, hati dan otak. 
b.      Organ tubuh yang berada di luar. Seperti; mata, tangan dan kaki.
c.              Organ tubuh dalam yang berpasangan, namun organ yang satu sakit. karena organ yang berpasangan dianggap satu organ.[8]
2.              Organ yang berasal dari orang yang koma atau diprediksi akan segera meninggal.
Dalam permasalahan ini kita harus merujuk kepada dua kaidah yang telah dijelaskan diatas. Selama tidak menimbulkan bahaya maka diperbolehkan namun,  jika menimbulkan bahaya maka dalam kaidah fiqh dan syari’at maka tidak membenarkan, karena tidak ada manfaat yang dapat diambil untuk masa depan pendonor dan penerima donor. Sebagaimana firman Allah SWT.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-‘Araf: 56)
3.      Organ yang berasal dari orang yang telah meninggal, baik secara devinif dan medis.  
Ulama’ kontemporer di zaman ini Yusuf Qordhowi membolehkan donor dari organ seseorang  yang telah meninggal. Dengan syarat meminta izin terlebih dahulu kepada si mayit sebelum meninggalnya atau ahli warisnya setelah meninggal. Disyaratkan adanya persetujuan dari pemimpin kaum muslim jika yang meninggal tidak dikenal atau tidak memiliki ahli waris.[9]
Sebelum mempergunakannya, kita harus mendapatkan kejelasan atas hukum tersebut. Beberapa hukum diantaranya[10]:
a.       Dilakukan setelah memastikan bahwa penyumbang ingin memberikan organnya setelah ia meninggal. Bila dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
b.      Jika terdapat kasus penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organ ketika dia meninggal, maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
c.       Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
d.      Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa penyumbang organ telah meninggal dunia.
e.       Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hukum.
f.       Setelah disetujui oleh wali atau keluarga korban hendaknya diniatkan untuk menolong bukan untuk memperjual belikannya.
g.      Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat.
Fuqoha’ dalam membahas hukum pengobatan dengan organ yang diperoleh dari mayit, mereka sepakat menyatakan bahwa dalam keadaan normal (tidak darurat) tidak diperbolehkan memanfaatkan organ tersebut sebagai obat baik masih hidup maupun sudah wafat.[11]
4.      Organ yang berasal dari hewan.
Banyak tujuan yang ingin dicapai ketika seseorang melakukan transplantasi, namun pada kedokteran modern zaman ini transplantasi tidak hanya dengan organ manusia tapi banyak yang menggunakan organ hewan baik dari bintang yang halal dikonsumsi maupun hewan yang haram dikonsumsi menurut islam, jika ditinjau hukum secara islam hewan yang halal dimakan maka tidak mengapa berdasarkan keputusan Akademi Fiqih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah, Arab Saudi, pada pertemuan kerjanya yang ke-8, yang dilaksanakan pada tanggal 19-28 Januari 1985. Dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa manusia dan bukan bertujuan untuk merusak ciptaan Allah SWT. Walaupun pada dasarnya Al-Qur’an tidak menyinggung hukum transplantasi hewan terhadap manusia, namun berdasakan dalil Al-Qur’an yang sangat menekankan keselamatan nyawa manusia:
 وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
barangsiapa memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia…..”(al-maidah 32)
Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk mentransplantasi orga hewan kepada manusia:
a.              Organ yang akan di transplantasi kepada manusia harus berasal dari hewan yang halal, artinya halal dikonsimsi umat islam
b.              Organ hewan yang akan di transplantasi kepada manusia harus berasal dari hewan yang disembelih secara islami.
Adapun transplantasi hewan yang haram dimakan Akademi Fiqih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah, Arab Saudi berpendapat boleh tas dasar sangat mendesak dan tidak ada jalan lain selain dengan cara ini. Sebagaiman pendapat Akademi Fikih Islam India membenarkan  dengan ketentuan dua syarat pertama tidak ada jalan keluar yang lain, kedua nyawa penerima organ dalam keadaan bahaya atau organ tubuhnya rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi.  Dan pendapat Dr. Faishal Ibrahim Zhahir boleh mentransplantasi dari hewan yang haram berdasarkan prinsip fikih tentang sesuatu yang mendesak yang membuat hal-hal terlarang menjadi diperbolehkan. Dengan demikian kebolehan dalam hal ini bersifat kondisional, yakni diperbolehkan pada saat tidak ada organ tubuh yang halal.[12]



BAB III
PENUTUP

3.1.          Kesimpulan
Dari beberapa tipe donor dan jenis-jenis di atas, maka dapat di ambil kesimpulan oleh penulis:
  1. Hukum transplantasi mubah  namun dengan ketentuan dan syarat-syarat yang telah di jelaskan di atas. Dan selama tidak menyelisihi aturan islam dan ketentuan-ketentuan dalam islam.
  2. Di larang jika membahayakan dan tidak berdasarka suatu alasan yang syar’i ataupun yang sangat darurat.
3.2.        Saran
Sebelum melakukan penyembuhan melalui transplantasi organ tubuh manusia yang sakit atau mengalami kerusakan, alangkah baiknya kita sebagai manusia ikhtiar untuk mendapatkan kesembuhan  lain selain transplantasi.


DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ.
http://orypatikeperawatancom.blogspot.co.id/2011/11/makalah-transpalansi-organ.html.
Direktorat jenderal pendidikan islam, Masalah Transplantasi,
https://www.scribd.com/doc/304373045/Idi-1-Transplantasi-Organ
Fatimah Az-Zahra’, “Hukum Transplantasi Menurut Perspektif Islam ”, Skripsi (Sragen: MA Hidayaturrahman 2014)
http://www.dr-shaal.com/fatwa/4644.html
http://www.eramuslim.com//bolehkah-donor-organ-tubuh-dari-jenazah-atau-masih-hidup.htm#.V0jOVyEVAYw


[3] Direktorat jenderal pendidikan islam, Masalah Transplantasi, hal 234
[5] https://keperawatanreligiondinnyria.wordpress.com/ diakses pada pukul 01:12, 25, Mei 2016 
[6] http://www.eramuslim.com/ /bolehkah-donor-organ-tubuh-dari-jenazah-atau-masih- hidup.htm#.V0jOVyEVAYw diakses pada pukul 08:12,  26 Mei 2016
[7] Direktoral jenderal pendidikan islam Masalah Transplantasi, Euthanasia, dan Musik dan Nyanyian hal 235.
               [10]Fatimah Az-Zahra’, “Hukum Transplantasi Menurut Perspektif Islam ”, Skripsi (Sragen: MA Hidayaturrahman 2014), hlm. 51


               [11] Fatimah Az-Zahra’, “Hukum Transplantasi Menurut Perspektif Islam ”, Skripsi (Sragen: MA Hidayaturrahman 2014), hlm. 51


0 komentar:

Posting Komentar