Senin, 21 Maret 2016

Pemuda Poros Peradaban Bangsa

Pemuda merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari negara. Dari sekian banyak penduduk pribumi, kenapa harus sekelompok pemuda yang memiliki mobilisasi terhadap poros peradaban bangsa?

Ya. Karena kaum muda sejatinya memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam akselerasi pembangunan, pun dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik buruknya suatu negara dilihat dari kualitas pemudanya, karena generasi muda adalah penerus dan pewaris bangsa.
Pemuda adalah tonggak negara yang bisa mengarahkannya ke sebuah kehidupan berlabel sejahtera. Di tangan pemudalah bangsa ini akan bermuara. Maka tidak berlebihan jika kita mengutip kata Soekarno, “Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncang dunia.”
Pemuda adalah motor penggerak utama perubahan, dengan sosok yang bersemangat, idealis, kritis, dan berani serta inspirator dengan gagasannya. Pemuda pun diakui perannya sebagai kekuatan pendobrak keterpurukan masyarakat, karena mereka memiliki potensi yang sangat besar dalam melakukan perubahan.
Pemuda dalam sejarah        
Berkaca pada sejarah Islam, kita akan melihat, betapa banyak para intelektual muda yang berperan dalam kemenangan agama ini. Ribuan tahun lalu, Rasulullah mengangkat Usamah bin Zaid, yang saat itu berumur 18 tahun, sebagai komandan perang, memimpin para sahabat yang usianya jauh diatasnya.
Lalu, pada abad 14, dunia kembali dicengangkan oleh aksi seorang pemuda 21 tahun dengan ide fantastisnya. Pemimpin yang berhasil menaklukkan Konstantin setelah sekian abad ummat Islam berusaha untuk menaklukkannya. Ya, beliau adalah Sultan Muhammad Al-Fatih, yang keberadaannya telah diprediksi oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
Di Indonesia sendiri gerakan pemuda merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan dalam sejarah bangsa. Peran gerakan pemuda begitu besar bagi bangsa Indonesia. Tahun 1928, Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda II, yang digerakkan oleh Jong Islamieten Bond (organisasi pemuda Islam yang berisikan para pelajar dan mahasiswa) telah menjadi tonggak persatuan pergerakan bangsa Indonesia menuju pembebasan dari imperialisme dan kolonialisme.
Pada tahun 1998, pemuda kembali beraksi. Gerakan mahasiswa kala itu –meski bukan faktor tunggal- dapat memaksa pemimpin Orde Baru, Suharto, untuk mundur dari kekuasaannya. Rezim yang telah terbentuk hampir sepertiga abad itu dapat runtuh oleh para mahasiswa yang bersatu dari seluruh Indonesia.
Realita hari ini
            Jika kita sedikit membuka mata, maka kita akan menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia bukan berarti kemenangan bangsa. Keadaan bangsa Indonesia masih dalam keterpurukan yang mendalam. Namun ironinya, tidak semua orang menyadari kemerosotan bangsa ini. Para penjajah telah mengkamuflase bentuk dan gaya mereka, hingga sekarang orang-orang sulit membedakan mana kawan mana lawan.
            Kini tidak ada lagi kata “merdeka atau mati”, tidak ada lagi gagasan-gagasan spektakuler untuk kemajuan bangsa dan negara. Yang ada hanyalah dekadensi moral yang kian hari kian menjadi, bak kemiskinan.
            Semangat yang dulu digunakan generasi muda untuk membangun bangsa, kini digunakan di jalan yang menyimpang. Pergaulan bebas menjadi pilihan alternatif bagi pemuda yang berujung pada narkotika dan sex bebas. Bahkan baru-baru ini, banyak dari mereka yang melegalkan LGBT yang sudah jelas seluruh agama mengharamkannya.
            Sensitifitas akan agama kian mengikis. Tidak ada jiwa perlawanan saat melihat agama dilecehkan. Sebaliknya, berfoto dengan turis asing dijadikan sebagai ajang rebutan dan simbol kebanggaan. Kecenderungan untuk mengadopsi budaya barat lebih dominan di tengah masyarakat Islam, khususnya kaum muda. Loyalitas terhadap sesama sangat minim. Solidaritas terhadap saudara seperjuangan kini menjadi sesuatu yang langka.
            Tidak ada kebaikan yang bisa diharapkan dari orang yang rusak mentalnya. Mereka adalah mayat-mayat hidup. Keberadaannya tidak berguna, hanya membebani dan menghantui masyarakat.
            Maka terlihat jelas betapa berbanding terbaliknya. Jiwa kaum muda yang penuh dengan gejolak semangat yang membara, bak pisau bermata dua. Hasratnya untuk melakukan perubahan memuncak. Jika bisa diarahkan dan digunakan sebaik-baiknya pemuda yang memiliki integritas tinggi, pasti akan sanggup memajukan peradaban bangsa. Namun, jika kaum intelektual ini justru berkontribusi dalam dekadensi moral, maka tunggulah akhir dari bangsa ini.
Satukan barisan
            Hal-hal di atas membuktikan, bahwa kemenangan suatu bangsa tergantung pada pemudanya. Maka, persiapkanlah syarat kemenangan itu: darah muda, kematangan visi, pengalaman tempur, kepemimpinan solid, aqidah teguh, dan diplomasi santun.
Wahai pemuda, satukanlah barisan, songsong peradaban. Jangan biarkan dekadensi moral menggerogoti jiwa anak-anak bangsa. Tanamkan mental juara di setiap generasi. Hapus sikap lemah, kecil hati dan tidak percaya diri! Karena itu semua adalah perangai buruk yang tak layak ada dalam jiwa pemuda. Hidup para pemuda!!
           
Oleh: Uswatun Hasanah

0 komentar:

Posting Komentar