Sabtu, 05 Maret 2016

Dituduh Radikal


            

 Pondok pesantren adalah tempat dimana seorang menimba ilmu, memahami  ilmu agama. Kita akan menyaksikan pemandangan yang menyejukkan, wajah-wajah teduh menjadi pemandangan setiap saat. Pondok pesantren tersebar diseluruh Indonesia, entah itu di Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Lampung, Medan, dan lain sebagainya.

 Pondok pesantren sudah terlahir sejak dulu, bahkan sebelum merdekanya negara ini, Pondok Nurul Bayan misalnya. Tapi, baru-baru ini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau yang sering kita sebut BNPT, mengeluarkan pernyataan terhadap beberapa pondok pesantren yang dianggap ajarkan radikalisme. Lalu, apakah kita terima pernyataan ini?, apakah kita menyetujui pernyataan mereka begitu saja?, bahwa pondok pesantren adalah sarang radikalisme.
BNPT berdalih bahwa orang yang mempunyai pemikiran radikalisme akan menjadikan seseorang sebagai teroris. Apakah hal ini benar? Parahnya, mereka mengeluarkan pernyataan ini, bukanlah dengan bukti yang valid, tapi hanya berdasarkan dugaan. Padahal kita tahu, bahwa pernyataan ini, mengakibatkan pandangan buruk orang-orang terhadap pondok pesantren. Seperti yang dikatakan oleh Sholeh di Jakarta, "Pengungkapan nama-nama ponpes tersebut penting supaya tidak menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Terutama bagi orang tua yang mengirimkan anaknya belajar di sana." Ini adalah salah satu pernyataan dari warga akibat dari vonis tersebut.
Ya. Banyak orang tua yang takut menyekolahkan anaknya dipondok pesantren, adalah akibat pernyataan tersebut, padahal belajar agama itu penting bagi kehidupan kita.
Pondok tertuduh
Diantara nama pondok pesantren yang tertuduh mengajarkan radikalisme yaitu: 1)Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo. 2)Darusy Syahadah, Boyolali. 3)Al-Ikhlas, Lamongan. 4)Al-Islam, Lamongan. 5) Al-Muttaqin, Cirebon. 6) Al-Muaddib, Cilacap. 7) Nurul Bayan, Lombok Utara. 8) Al-Anshor, Ambon. 9) Wahdah Islamiyah, Makasar. 10) Darul Aman, Makasar. 11) Islam Amanah, Poso. 12) Missi Islam Pusat, Jakarta Utara. 13) Nurul Islam, Ciamis. 14) Darussaadah, Boyolali. Dan masih banyak lagi.
Sudah banyak pondok pesantren yang meminta klarifikasi dan pencabutan pernyataan tersebut kepada BNPT. Endro Sudarsono sekretaris, The Islamic Study and Action Center (ISAC) menegaskan “Kesimpulan BNPT didasari pada oknum pelaku yang dianggap radikal, tidak bisa disimpulkan dan tidak bisa digeneralisasi bahwa pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dinyatakan terlibat radikalisme.” Begitupun ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB mengatakan kepada BNPT melalui Republika, “Tolong (data BNPT) dikoreksi, saya tahu persis menyangkut Pondok Pesantren Nurul Bayan. Catatan BNPT sendiri tidak pernah memberikan klarifikasi”. Abdul Manan Latucansina, salah satu pengurus Forum Komunikasi Penanggulangan Teroris (FKIP) meminta perhatian serius BNPT mengenai data ponpes yang dituding mengajarkan paham radikal, "FKPT yang lahir dari rahim BNPT tidak pernah dapat laporan adanya ajaran teroris di ponpes Alanshar. Seharusnya, sebelum BNPT mengumumkan nama ponpes itu, harus juga koordinasi dengan kami di daerah. Apa benar ponpes yang dituduh itu ajarkan paham radikal? Jika tidak terbukti, BNPT harus bertanggungjawab," ujar Latuconsina.
 Jika kita kaji –dan menurut pengakuan BNPT sendiri-, tujuan utama BNPT mengeluarkan pernyataan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya tindak terorisme. Tapi pertanyaannya adalah, apakah radikalisme berarti menjadikan seseorang menjadi teroris? sedangkan makna radikalisme sendiri masih diperdebatkan dikalangan mereka.
Pernyataan BNPT tersebut sungguh berakibat fatal. Dari hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pondok pesantren, hingga tercipta dalam mindset masyarakat, bahwa pondok pesantren adalah sarang dari para teroris. Sudah tentu pesantren telah meluluskan ratusan hingga ribuan santri. Jikalau memang salah satu diantara alumni pondok pesantren terlibat kasus terorisme, apakah kemudian kita membenarkan  pernyataan dari BNPT bahwa pondok pesantren adalah sarang teroris?.  Jika itu patokannya, maka sudah sepatutnya banyak universitas yang dinyatakan sebagai sarang koruptor, karena para koruptor negeri ini adalah alumni universitas-universitas yang ada.
Lalu bagaimana dengan kita? Saat mengetahui hal ini, apakah kita diam saja? Setelah banyak pondok pesantren yang meluncurkan surat resminya untuk BNPT, meminta dan menuntut pencabutan pernyataan tersebut. Apakah kita diam mematung? Apa sikap kita akan hal ini? Apakah hanya mengoceh tanpa arti? Merasa diri tak mampu merubah pernyataan ini? Perlu di ingat, bahwa pernyataan ini tak berarti jika bertolak belakang dengan kenyataan. Buktikan bahwa para alumni pondok pesantren maupun santri bukanlah seperti yang dituduhkan oleh BNPT. Kitapun mencintai perdamaian, dan membenci kedholiman. Kita bersekolah di pondok hanya karena, ingin menjadi sholih dan sholihah!.

Writted by : Fina Nafsia

0 komentar:

Posting Komentar