Sabtu, 05 Maret 2016

Jama' Mathor -Jama' Saat Hujan-



KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sahabatnya, dan pengikutnya yang senantiasa mengamalkan sunnahnya hingga akhir zaman.  
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah yang berjudul “Hukum Menjama’ Sholat Ketika hujan”
Dalam makalah ini kami membahas masalah seputar hukum sholat jama’ ketika hujan dengan mencantumkan pendapat para ulama’ mengenai permasalahan ini secara rinci.
Penyusunan makalah ini semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung oleh beberapa pihak. Untuk itu kami ucapkan jazakumullah khoiron kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik demi perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak. Amiin
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW beserta para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa mengamalkan sunnahnya.
Sholat merupakan ibadah yang sangat mulia. Ia juga merupakan salah satu kewajiban kaum muslimin bagi yang sudah mukallaf baik dikerjakan ketika sedang mukim atau safar. Agar sholat kita sah, maka dalam mengerjakannya harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan. Namun, pada saat tertentu seseorang tidak akan bisa memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan karena adanya sebab. Di antara sebab-sebab tersebut adalah ketika ia melakukan safar, saat sakit, atau keadaan-keadaan ketika ia merasa kesulitan dalam memenuhi syarat dan rukun sholat. Terkadang keadaan seperti ini menyebabkan ia tidak bisa memenuhi syarat dan rukun sholat tersebut. Sehingga Allah memberikan keringanan bagi seseorang yang merasa kesulitan untuk memenuhi syarat dan rukun dalam sholatnya. Dan Allahpun memberikan solusi atas kesulitan itu dengan disyari’atkannya sholat jama’. Dengan sholat jama’ inilah sholat seseorang menjadi sah meskipun tidak memenuhi salah satu dari syarat sah sholat.
Salah satu keadaan yang seseorang itu merasa kesulitan untuk memenuhi salah satu syarat sah sholat adalah ketika hujan deras bagi jama’ah yang sholat di masjid. Akan tetapi terkadang seseorang sangat mempermudah pelaksanaan sholat dalam keadaan hujan dengan menjama’ dua sholat dalam satu waktu. Meskipun dalam keadaan seperti itu, tidak semua orang diperbolehkan untuk menjama’ sholat saat hujan.
Dalam makalah sederhana ini, saya akan membahas tentang hukum menjama’ sholat ketika hujan dan batasan-batasan seseorang diperbolehkan melakukan keringanan ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan mengenai hukum menjama’ sholat ketika hujan dan batasan-batasannya. Selamat membaca!!!  
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu sholat jama’?
2.      Apa sebab diperbolehkannya sholat jama’?
3.      Bagaimana hukum sholat jama’ ketika hujan menurut para ulama’?
4.      Bagaimana hukum sholat jama’ ketika hujan bagi wanita?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian sholat jama’
2.      Mengetahui sebab-sebab diperbolehkannya sholat jama’
3.      Mengetahui hukum sholat jama’ ketika hujan menurut pendapat para ulama’
4.      Mengetahui hukum sholat jama’ ketika hujan bagi seorang wanita

BAB II
PEMBAHASAN
Sholat merupakan ibadah yang sangat mulia. Dan ini merupakan salah satu kewajiban kaum muslimin bagi yang telah mukallaf. Agar sholat kita sah, maka harus memenuhi syarat dan rukun sholat yang telah disepakati oleh para ulama’. Namun, pada saat tertentu kita tidak bisa melakukan sholat dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan karena adanya sebab. Diantaranya adalah ketika seseorang merasa kesulitan untuk memenuhi syarat dan rukun sholat secara sempurna pada saat turun hujan. Dalam keadaan seperti ini seseorang diperbolehkan untuk menunaikan sholat dengan cara menjama’ dua sholat dalam satu waktu. Akan tetapi dalam masalah ini terdapat batasan-batasan yang harus diperhatikan bagi seorang muslim atas diperbolehkannya menjama’ sholat ketika turun hujan.
 
Pengertian sholat jama’
Sholat jama’ adalah menggabung antara sholat dzuhur dan asar atau sholat maghrib dan isya’, baik itu dilakukan di awal waktu dzuhur atau maghrib dan boleh juga diakhirkan pada waktu asar atau isya’. [1]
Hukum menjama’ sholat
Diperbolehkan bagi seseorang untuk menjama’ sholat dzuhur dan sholat asar atau sholat maghrib dan isya’ dalam keadaan tertentu karena adanya sebab seseorang tersebut merasa kesulitan untuk bisa melakukan sholat di waktu yang telah ditentukan. Namun akan lebih baik jika  tidak melakukan sholat jama’demi keluar dari perselisihan pendapat, dan Rasulpun jarang melakukannya. Karena jika jama’ itu lebih baik niscaya Rasul akan sering melakukannya.  Adapun dalil disyari’atkannya sholat jama’ adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra.
“Rasulullah SAW melakukan perjalanan sebelum matahari condong ke barat, maka beliau akan mengakhirkan sholat dzuhur hingga waktu asar. Setelah itu beliau akan singgah sebentar dan menggabung kedua sholat dzuhur dan asar. Namun, jika matahari sudah lebih condong ke barat, maka beliau akan lebih dahulu sholat dzuhur baru kemudian untanya.” (HR. Bukhori dan Muslim)[2]
Sedangkan dalil di perbolehkannya melakukan sholat jama’ ketika hujan adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.
“Bahwasanya Rasulullah SAW pernah mengimami kami sholat dzuhur dan asar berbarengan, begitu juga sholat maghrib dan isya’ berbarengan sewaktu di Madinah.”
Dan Imam Muslim menambahkan pada waktu itu tidak ada rasa takut atau sedang bepergian. Sehingga dalil ini menjadi dalil dibolehkannya melakukan sholat jama’ ketika hujan karena Imam Malik berpendapat tentang hadits ini bahwa pada saat itu sedang hujan sehingga Rasul menjama’ sholatnya. [3]

Sebab diperbolehkannya sholat jama’
Sholat jama’ diperbolehkan karena adanya sebab tertentu. Adalah ketika seseorang merasa kesulitan untuk sholat dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan atau seseorang tidak mampu untuk melaksanakan sholat tepat pada waktunya yang telah ditentukan. Ini adalah suatu keringanan yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya. Sehingga seseoarang harus mengetahui apa yang diperbolehkan dalam menjama’ sholat. Karena ini bukanlah hal yang remeh dan tidak semua orang boleh untuk melaksanakan sholat dengan cara jama’.
Para ulama’ bersepakat bahwa diperbolehkan sholat dengan cara jama’ dalam tiga keadaan, yaitu ketika safar, hujan, dan ketika melakukan ibadah haji di Arofah dan di Muzdalifah. Selain dalam tiga keadaan tersebut para ulama’ berbeda pendapat dalam hal syarat sahnya sholat jama’ seperti ketika hujan, sakit, atau lumpur dengan suasana yang gelap.[4]
Madzhab Hanafi, berpendapat bahwa tidak boleh melakukan sholat jama’ kecuali dalam dua keadaan, yaitu pada saat musim haji di Arofah dan di Muzdalifah. Mereka berpendapat bahwa waktu-waktu sholat itu telah ditetapkan secara mutawatir, maka tidak boleh ditinggalkan hanya karena adanya satu khobar. [5]
Madzhab Maliki, berpendapat bahwa boleh melakukan sholat jama’ ketika safar, hujan, lumpur dengan suasana yang gelap, sakit dan ketika pada saat musim haji di Arofah dan di Muzdalifah. [6]
Madzhab Syafi’i, berpendapat bahwa boleh melakukan sholat secara jama’ ketika safar, hujan dan ketika musim haji di Arofah dan di Muzdalifah. Adapun ketika ada lumpur dengan suasana yang gelap atau angin dengan suasana yang gelap, maka tidak diperbolehkan untuk melakukan sholat dengan cara jama’. [7]
Madzhab Hanbali, berpendapat bahwa sebab diperbolehkannya sholat jama’ adalah ketika safar, sakit, menyusui, tidak bisa untuk berwudlu atau tayammum untuk setiap sholat, tidak bisa mengetahui waktu sholat,istihadloh, dan ketika ada suatu udzur atau kesibukan seperti hujan, lumpur, dan ada angin kencang. [8]
Sholat jama’ ketika hujan
Diantara sebab-sebab yang telah disebutkan sebelumnya adalah diperbolehkannya menjama’ sholat ketika hujan. Diperbolehkan melakukan sholat jama’ ketika hujan berdasarkan dalil yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.
Bahwasanya Rasulullah pernah mengimami kami sholat dzuhur dan asar berbarengan, begitu juga sholat maghrib dan isya’ berbarengan sewaktu di Madinah dan pada saat itu kami tidak sedang dalam keadaan takut atau safar”
Imam Malik berpendapat bahwa pada saat itu dalam keadaan hujan. Namun, dalam pembahasan ini, tentunya tidak akan terlepas dari perbedaan pendapat dikalangan para imam madzhab.
Madzhab Hanafi mengatakan bahwa tidak diperbolehkan melakukan sholat jama’ ketika hujan karena mereka hanya memperbolehkan sholat jama’ dal;am dua keadaan, yaitu ketika melakukan ibadah haji di Arofah dan di Muzdalifah. [9]
Madzhab Maliki mengatakan bahwa boleh melakukan sholat jama’ ketika hujan pada jama’ sholat maghrib dan isya’ saja dan tidak boleh jika dilakukan pada jama’ sholat dzuhur dan asar. Kebolehan menjama’ sholat ketika hujan adalah dengan syarat hujan tersebut akan membasahi bajunya. Jika hujan tersebut tidak deras, maka tidak boleh melakukan sholat jama’. [10]
Madzhab Syafi’i mengatakan bahwa boleh melakukan sholat jama’ ketika hujan, baik itu dilakukan pada jama’ sholat dzuhur dan asar atau pada jama’ sholat maghrib dan isya’. Dengan syarat sholat tersebut dilakukan di masjid jami’ dan hujan itu dapat membasahi bajunya jika ia hendak pergi ke masjid. Sehingga ia diperbolehkan sholat jama’ ketika dalam keadaan hujan. Imam Syafi’i memperbolehkan sholat jama’ ketika hujan, baik hujan itu deras atau hanya rintik-rintik saja jika itu dapat membasahi bajunya. [11]
Madzhab Hanbali mengatakan boleh melakukan sholat jama’ disebabkan hujan pada jama’ sholat maghrib dan isya’ saja dan tidak pada jama’ sholat dzuhur dan asar. Pendapat ini sebagaimana pendapat Imam Malik.  Adapun hujan yang membolehkan seseorang untuk menjama’ sholatnya adalah ketika hujan tersebut dapat membasahi bajunya dan bisa menimbulkan kesulitan jika harus keluar rumah pada saat hujan tersebut. [12]

 Waktu sholat jama’ karena hujan
Mayoritas para ulama’ berpendapat bahwa diperbolehkannya sholat jama’ karena hujan itu dengan jama’ taqdim, yaitu melakukan sholat pada waktu sholat yang pertama. Namun, Imam Syafi’i mengatakan dalam qoul qodimnya bahwa boleh melakukan sholat jama’ karena hujan pada waktu sholat yang kedua atau dengan jama’ ta’khir. Karena beliau mengkiaskan seperti halnya ketika safar yang boleh melakukan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir. Akan tetapi, dalam qoul jadidnya beliau mengatakan bahwa tidak boleh melakukan sholat jama’ karena hujan dengan jama’ ta’khir. Beliau membedakan antara sholat jama’ yang dilakukan karena safar dan hujan adalah dengan keadaan keduanya yang berbeda. Safar itu sifatnya terus-menerus sedangkan hujan tidak sebagaimana halnya safar, karena hujan bisa sewaktu-waktu berhenti. Oleh karena itu, menjama’ sholat ketika safar itu boleh dengan jama’ taqdim atau dengan jama’ ta’khir. Sedangkan menjama’ sholat ketika hujan hanya boleh dengan jama’ taqdim karena dikhawatirkan hujan akan berhenti sebelum masuk waktu sholat yang kedua. [13]
Apabila sekiranya hujan itu akan berhenti sebelum waktu sholat asar atau sebelum masuk waktu sholat yang kedua, maka tidak diperbolehkan untuk menjama’ sholat dzuhur dan asar. Akan tetapi, diperbolehkan untuk melakukan sholat dzuhur di akhir waktunya. Sebagaimana halnya seorang musafir yang berniat sholat jama’ dengan mengakhirkan sholat dzuhur kemudian ia bermukim sebelum masuk waktu asar. Maka, hal ini tidak diperbolehkan dan ia harus mengerjakan sholat dzuhur di akhir waktu. [14]
Dalam Madzhab Hanbali disebutkan bahwasanya menjama’ sholat karena adanya hujan dilakukan pada waktu sholat pertama, karena, tindakan mengakhirkan sholat pertama hingga sholat kedua hanya akan menambah kesulitan dan keluar pada cuaca yang gelap, atau juga terlalu lama menunggu di dalam masjid hingga masuk waktu sholat isya’. Namun, jika jama’ah memilih untuk mengakhirkan sholat jama’ maka diperbolehkan.[15]
Bagaimana jika hujan berhenti di tengah sholat?
Berhentinya hujan memang tidak bisa diterka. Karena itulah para ulama’ berbeda pendapat mengenai syarat sahnya sholat jama’ yang dilakukan ketika hujan. Terkadang ditengah kita melakukan sholat jama’ tersebut hujan berhenti atau ketika kita sudah menyelesaikan sholat jama’ tersebut hujan berhenti sebelum memasuki waktu sholat yang kedua. Lantas, bagaimana hukum sholat jama’ yang telah kita lakukan?
Perlu kita ketahui bahwasanya sebelum melaksanakan sholat jama’ karena hujan tentu ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Sebagaimana dalam sholat safar juga harus ada ketentuan atau syarat yang harus dipenuhi sebelumnya. Adapun syarat diperbolehkannya sholat jama’ taqdim ketika hujan adalah jika hujan itu turun ketika mengucapkan salam pada sholat yang pertama dan hujan itu terus turun sampai awal waktu sholat yang kedua. Hujan itu harus sepanjang itu, namun tidak mengapa bila terputus kurang dari itu. [16]
Apabila seseorang mengerjakan sholat jama’ karena sebab hujan setelah hujan turun dan hujan tersebut berhenti setelah salam sholat yang pertama, maka sholat jama’ yang telah diniatkan menjadi gugur dan ia harus mengerjakan sholat asar pada waktu yang telah ditetapkan. Namun, apabila hujan berhenti setelah salam sholat yang kedua atau hujan berhenti ditengah melakukan sholat jama’, maka tetap boleh meneruskannya dan sholatnya sah serta tidak perlu mengqodlo’nya. [17]
Apabila seseorang tersebut ragu akan waktu berhentinya hujan setelah ia melakukan sholat yang pertama, maka sholat jama’ yang telah diniatkan sebelumnya menjadi batal karena ia ragu akan sebab diperbolehkannya sholat jama’. [18]
Dan apabila seseorang memperkirakan bahwa hujan itu akan berhenti sebelum masuk waktu sholat yang kedua, maka ia tidak boleh untuk menjama’ sholatnya. Akan tetapi diperbolehkan untuk melakukan sholat dzuhur di akhir waktunya.
Siapa yang diperbolehkan untuk melakukan sholat jama’ ketika hujan?
Apabila jalan menuju masjid itu beratap dan hujan itu tidak menyebabkan seseorang tersebut kesulitan untuk sholat berjama’ah di masjid atau sholat di rumah baik itu dilakukan secara sendiri atau berjama’ah, atau seorang wanita yang mengerjakan sholatnya di rumah, maka ada beberapa pendapat mengenai boleh tidaknya mereka melakukan sholat jama’ ketika hujan.
Pendapat pertama, bahwa mereka boleh melakukan sholat jama’ ketika hujan karena adanya keringanan baginya untuk melakukan sholat jama’ tersebut yang disebabkan oleh adanya hujan.[19]
Pendapat kedua, tidak boleh bagi mereka melakukan sholat jama’ ketika hujan karena mereka tidak mendapatkan kesulitan untuk mengerjakan sholat. Dan ini adalah pendapat yang paling benar.  [20]
Adapun jika jalan menuju masjid tersebut beratap, maka ada yang berpendapat bahwa ia tidak boleh melakukan sholat jama’ karena tidak ada kesulitan baginya. Adapula yang mengatakan bahwa ia boleh melakukan sholat jama’ ketika hujan karena ia ingin sholat berjama’ah bersama imam. Dan ini adalah pendapat yang rojih. [21]
Seseorang yang ia udzur dengan meinggalkan sholat jama’ah karena hujan atau sakit, dan seseeorang yang meninggalkan sholat jama’ah tanpa ada udzur apapun, serta seseorang yang tidak ada anjuran untuk berjama’ah, maka ia tidak boleh melakukan sholat jama’ ketika hujan. Karena mereka bukan ahlul jama’ah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwasanya kebolehan sholat jama’ ketika hujan adalah ketika dilaksanakan di masjid jami’ secara berjama’ah. [22]

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Telah kita ketahui bahwa Allah tidak akan membebani hamba-Nya kecuali sesuai dengan kemampuan hamba dalam menjalankan syari’atnya. Sehingga Allah memberikan keringanan bagi hamba-Nya dengan adanya syari’at sholat jama’ ketika ia merasa kesulitan dalam melaksanakan sholat. Salah satu sebab diperbolehkan melakukan sholat jama’ adalah ketika turun hujan. Terkadang hujan menjadi sebab seseorang merasa kesulitan untuk pergi ke masjid dalam rangka sholat berjama’ah. Oleh karena itu, seseorang diperbolehkan menjama’ sholat karena sebab hujan jika hujan itu bisa membasahi bajunya ketika dia pergi ke masjid. Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua orang boleh melakukan keringanan ini. Karena kebolehan ini hanya diperuntukkan bagi seseorang yang merasa kesulitan. Jika seseorang itu melaksanakan sholat di rumah yang ia tidak ada kesulitan dengan adanya hujantersebut, maka ia tidak diperbolehkan menjama’ sholatnya. Sebagaimana seorang wanita yang ia sholat di rumahnya atau seorang laki-laki yang ia sholat sendirian di rumahnya, maka tidak ada keringanan baginya untuk melaksanakan sholat jama’ ketika hujan.
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Sehingga penulis berharap kepada para pembaca yang budiman untuk memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kebaikan makalah di masa yang akan datang.semoga makalah ini bermanfa’at bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amiin
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan pengikutnya yang senantiasa mengamalkan sunnahnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Al-‘Azzaaziy, ‘Aadil bin Yusuf, Tamaamul Minnah, cet. Ke-2, jil. 1, ( Kairo: Daarul ‘Aqiidah, 2009)
2.      Al-Baghowiy, Abu Muhammad Al-Husain, At-Tahdziib Fii Fiqh Al-Imam Asy-Syafi’iy, cet. Ke-1, jil. 2, (Beirut-Lebanon: Daarul Kutub Al-‘Ilmiyah, 1997)
3.      Al-Maqdisiy, Ibnu Qudamah, Al-Mughniy ‘alaa Mukhtashor Al-Khiroqiy, cet. Ke-1, jil. 1, (Beirut-Lebanon: Daarul Kutub Al-‘Ilmiyah, 2008)
4.      Al-Mujaawiy, Musa bin Ahmad, Asy-Syarhul Mumti’ ‘alaa Zaad Al-Mustaqni’, cet. Ke-1, jil. 2, (Kairo: Jannatul Afkaar, 2008)
5.      An-Nawawiy, Al-Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab, cet. Ke-8, jil. 5, (Beirut-Lebanon: Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, 2011)
6.      Asy-Syarbiniy, Al-Khotiib, Al-Iqnaa’ fii Halli Alfaadzi Abi Syujaa’, cet. Ke-4, jil. 1, (Beirut-Lebanon: Daarul Kutub Al-‘Ilmiyah, 2011)
7.      Az-Zuhailiy, Prof. Dr. Wahbah, Terjemah Fiqh Islam wa Adillatuhu, cet. Ke-10, jil. 2, (Jakarta: Gema Insani, 2007)


[1] Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhayli, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. (Jakarta: Gema Insani, 2010), jilid 2,  hlm. 450
[2] Ibid. Hlm.450
[3] Imam Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghowiy, At-Tahdzib Fii Fiqh Al-Imam Asy-Syafi’i, (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1997), jilid 2, hlm. 317 dan 318
[4] Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaily, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. (Jakarta: Gema Insani, 2010), jilid 2, hlm. 451
[5] Ibid. Jilid 2, hlm. 451
[6] Ibid. Jilid 2, hlm. 451
[7] Ibid. Jilid 2, hlm. 453 dan 454
[8] Ibid. Jilid 2, hlm. 455 dan 456
[9] Imam An-Nawawiy, Al-Majmuu’ Syarhil Muhadzdzab, (Beirut: Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, 2011), jlid 5, hlm. 356
[10] Imam An-Nawawiy, Al-Majmuu’  Syarhil Muhadzdzab, (Beirut: Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, 2011), jilid 5, hlm. 363
[11] Al-Khotib Asy-Syarbini, Al-Iqnaa’ fii Halli Alfaadzi  Abi Syujaa’, (Beirut: Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, 2011), jilid 1, hlm. 370
[12] Ibnu Qudamah Al- Maqdisiy, Al-Mughniy ‘alaa Mukhtashor Al-Khiroqiy, (Beirut:  Daarul Kutub Al-‘Ilmiyah, 2008), jilid 1, hlm. 
[13] Al-Baghowiy, At-Tahdziib fii fiqh Al-Imam Asy-Syafi’iy, (Beirut: Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, 1997), jilid 2, hlm. 318
[14] Ibid. Jilid 2, hlm. 318
[15] Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhailiy, Fiqh Islam wa Adillatuhu, terj,  (Jakarta: Gema Insani, 2010), jilid 2, hlm. 456
[16] Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhailiy, Fiqh Islam wa adillatuhu, terj, (Jakarta: Gema Insani, 2010), jilid 2, hlm. 453
[17] Abu Abdir Rohmaan ‘Aadl bin Yusuf Al-‘Uzzaaziy, Tamaamul Minnah, (Kairo: Daarul ‘Aqiidah, 2009), jilid 1, hlm. 456
[18] Al-Baghowiy, At-Tahdziib fii Fiqh Al-Imam Asy-Syafi’iy, (Beirut: Daarul  Kutub Al-‘Ilmiyah, 1997), jilid 2, hlm. 318
[19] Ibid . jilid 2, hlm. 318
[20] Ibid . jilid 2, hlm. 318
[21] Imam Musa Salim Al-Mujaawiy, Asy-Syarhul Mumti’ ‘alaa Zaad al-Mustaqni’, (Kairo: Jannatul Afkaar, 2008), jilid 2, hlm. 200
[22] Ibid.  Jilid 2, hlm 200


Writted by : Laila Nurul Mujahidah

0 komentar:

Posting Komentar