Sabtu, 05 Maret 2016

Mencari Hak Asasi Manusia di Tengah Penjara Kota


            


             Sudah satu bulan lebih rakyat Madhaya menderita krisis gizi buruk dan kelaparan. Puluhan bahkan ratusan jiwa meninggal dunia dalam tragedi ini. Berita ini sungguh membuat miris bagi siapa saja yang mendengarnya. Tak terkecuali umat Islam di seluruh dunia. Mereka yang memiliki hati nurani pasti akan tergerak hatinya untuk membantu penduduk di negeri dengan konflik yang terus memanas tersebut. Namun hari ini, untuk membantu mereka tak semudah membalikkan telapak tangan.

Pemblokadean yang terjadi selama beberapa minggu, menyulitkan para relawan utuk memsukkan bantuan bagi korban krisis kelaparan di Madhaya. Maka, partisipasi umat ini tak cukup hanya sekedar membantu rakyat Madhaya secara materi semata, tapi juga tenaga dan pikiran dengan berkonsentrasi mendo’akan mereka. Krisis ini diperparah dengan tindakan PBB sebagai sekjen perdamaian dunia yang tidak mampu mengatasi masalah ini dengan baik. Yang mereka lakukan justru mengubur berita ini hidup-hidup. Selain itu, terjadi simpang siur dalam pemberitaan media tentang dalang sebenarnya dibalik pemblokadean yang terjadi. Berikut ulasan singkatnya.
Derita Madhaya
Organisasi Program Pangan Dunia telah mengumpulkan data korban meninggal dunia akibat kelaparan di Madhaya, seperti disebutkan di sebuah daerah pedesaan Damaskus, sebanyak 30 orang sejak awal bulan Januari 2016 hingga hari Jum’at tanggal 15 Januari 2016. Ya. Madhaya adalah salah satu daerah di negeri Suriah sana yang hari ini dilanda krisis kelaparan dan gizi buruk. Hal ini akibat blokade kejam yang terjadi di perbatasan kota Madhaya sejak Juli 2015 lalu. Berbagai kisah pilu meninggalnya puluhan warga Madhaya tak henti-hentinya menyambangi media-media informasi. Membuat setiap orang yang memiliki hati nurani tergerak untuk mengulurkan tangannya untuk sekedar meringankan beban mereka.
Menurut salah satu dugaan, bahwa pelaku blokade kota Madhaya adalah rezim yang berkuasa di negeri Suriah sendiri. Akibat blokade tersebut, penduduk tidak bisa  mendapatkan sesuap makanan sebagai penegak tulang punggung. Mereka terpaksa harus mengais-ngais sisa sampah yang kotor dan tak punya standar gizi makanan yang baik untuk dikonsumsi. Bahkan mereka terpaksa harus memakan kucing dan rumput untuk mengganjal perut. Jika mereka memaksa keluar dari kota tersebut untuk mencari makanan, nyawanya terancam oleh para penjaga ‘penjara kota’. Begitulah penduduk Madhaya menyebut kota mereka hari ini. Para penjaga itu sewaktu-waktu mampu memusnahkan nyawa mereka dan melumatnya dengan senjata para penjaga hanya dalam hitungan detik. Seperti seekor ular kobra raksasa yang tak butuh waktu lama untuk melumpuhkan mangsanya.
Sebagaimana yang dilaporkan oleh Kiblat.net pada laporan beritanya tanggal 6 Januari 2016. Berita tersebut berkisah tentang Ummu Ahmad, salah seorang ibu dan delapan orang anaknya yang hanya makan sehari sekali. Mereka hanya hidup dari bantuan tepung. Setelah gencatan senjata usai, mereka tak memiliki apa-apa lagi. Harta mereka habis dibombardir oleh musuh. “Di sini kami bagaikan tahanan di penjara besar. Kami tidak bisa keluar masuk kota. Setiap usaha untuk menyelinap keluar kota untuk mencari makanan, justru yang didapatkan adalah kematian. Seperti yang terjadi terhadap banyak warga kota ini,” kisahnya sedih. Tak hanya itu. Harga pangan di Madhaya meroket hingga delapan puluh dolar untuk satu kilo beras saja. Penderitaan ini ditambah musim dingin yang membekukan bumi Madhaya selama beberapa bulan terakhir.
Lengkap sudah penderitaan umat Islam di Madhaya. Musuh Allah tak akan henti-hentinya menyiksa hamba Allah yang mempertahankan dan tidak menggadaikan keimanannya walau hanya untuk mengatakan Bashar Assad sebagai tuhan. Tidak. Bahkan para pejuang oposisi yang mencoba membantu mereka  pun belum sanggup menyelamatkan nyawa-nyawa mereka dari ancaman kelaparan dan gizi buruk.
Disisi lain, pemberitaan media justru membuat semakin memanas kondisi di sana. Berita yang simpang siur tentang dalang dibalik pemblokadean di kota Madhaya sehingga menyulitkan akses pengiriman bantuan bagi warganya. Banyak media informasi yang mengatakan pelaku pemblokadean ini adalah pihak oposisi yang tak mengijinkan bantuan masuk. Bahkan media-media itu mengatakan bahwa bantuan yang masuk, akan mereka jual kepada siapa yang mampu membelinya. Foto-foto warga Madhaya yang hanya tinggal sisa tulang dengan kulit mereka yang beredar dianggap palsu oleh beberapa media sehingga memicu kemarahan oraganisasi HAM dunia HRW dan Amnesty International.
Semua pemberitaan ini mungkin akan menciptakan tanda tanya di benak para pembela kemanusiaan. Mengapa tragedi kehancuran umat manusia ini dimainkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab?. Bisa jadi yang mereka cari adalah teralihkannya konsentrasi umat pada hal lain. Atau mereka hanya ingin mengadu domba umat dengan para pejuang yang ada disana. Semuanya mungkin terjadi dikarenakan ada pihak-pihak yang sengaja menumpangi pemberitaan tragedi kelaparan ini untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Bahkan negara seperti Rusia, ikut-ikutan menceburkan diri dalam konflik Suriah ini. Rusia justru menolak menghadiri pertemuan Dewan PBB untuk membahas krisis ini. Hal ini seperti yang dilansir oleh KoranSindo.com. Rusia menganggap pertemuan ini hanya akan menghalangi pembicaraan perdamaian yang akan datang.
Rusia dalam konflik Suriah juga berperan membela Bashar Assad dalam pertempuran melawan umat Islam di sana. Jika perdamaian itu tidak mungkin terjadi, lalu perdamaian apa yang mereka maksud?. Apakah perdamaian dengan tetap menempatkan umat Islam dalam titik paling rendah di bawah kekuasaan kaum Komunis dan Syi’ah?. Mereka kaum kafir yang nampaknya seakan bersatu-padu, namun sejatinya mereka berpecah belah.
Blokade Kejam
Blokade kejam di perbatasan kota Madhaya mengakibatkan krisis kelaparan melanda rakyatnya. Sedangkan pelaku hal tersebut belum bisa dipastikan secara pasti. Sebagian media mengatakan yang melakukan adalah kaum oposisi Suriah yang mencegah bantuan masuk ke Madhaya. Media tersebut juga mengatakan para oposisi pasti menjual setiap bantuan yang masuk kepada siapa yang mampu membelinya. Sebagiannya lagi mengatakan, pemblokade daerah tersebut adalah tentara Hizbullah Lebanon. Media yang memberitakan hal tersebut juga menyebutkan mereka membunuh rakyat Madhaya yang hendak mencari makanan keluar kota.
Kekejaman tindakan blokade ini terus megancam kelangsungan hidup manusia di sana. Dan total masa pengepungan di Madhaya adalah tujuh bulan lamanya. Terhitung sejak bulan Juli 2015 hingga bulan Januari 2016. Korban yang berjatuhan sudah tak terhitung lagi jumlahnya.
Sebenarnya tidak hanya Madhaya yang mengalami tragedi ini. Di daerah lain berjuta-juta nyawa juga telah melayang akibat kejahatan rezim Bashar Assad. Banyak yang tidak memahami bahwa peperangan yang terlibat antara rakyat Suriah dengan pemerintahannya bukanlah konflik politik semata. Namun, konflik aqidah-lah yang melatarbelakangi terjadinya revolusi besar-besaran Suriah.
Membuang wajah
Seharusnya penguasa dunia adalah orang yang peduli terhadap kelangsungan generasi manusia dan selalu membela hak-hak asasi manusia. PBB dalam hal ini masih juga belum mampu memainkan perannya sebagai dewan perdamaian dunia. Masih banyak manusia di penjuru dunia ini yang masih belum terpenuhi hak-haknya. Mereka tetap dalam keadaan tertindas oleh manusia lainnya. Bahkan pemusnahan sebagian etnis manusia atas manusia lain masih terjadi di berbagai belahan bumi.
Seperti halnya Madhaya. Terlebih lagi negeri Suriah, yang hari ini direvolusi oleh penguasanya dengan cara yang merendahkan peri kemanusiaan. Pemerintah mengancam rakyatnya dengan serbuan peluru dan bom. Serta menyiksa siapa saja yang tidak mau tunduk terhadap penguasanya yang lalim. Dan menganggap dirinya adalah penguasa tertinggi alam semesta, tidak ada yang lebih tinggi lagi selain dia. Madhaya yang sampai detik terakhir ini masih banyak korban berjatuhan. Namun, pemimpin dunia justru membuang mukanya dari berbelas kasih terhadap penderitaan mereka. Kelaparan yang hampir mencekik leher-leher anak-anak, balita, wanita bahkan lansia, tidak sedikitpun meluluhkan hati para pemimpin dunia dalam barisan PBB.
Sepandai-pandai seseorang menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga bau busuknya. Majalah Foreign Policy pun tak segan-segan untuk membeberkan dokumen yang disembunyikan oleh PBB tentang krisis yang telah melanda Madhaya. Isu ini bisa saja menjatuhkan Dewan Keamanan PBB sendiri dalam urusan mengamankan hak asasi manusia. Atau akan muncul stigma, bahwa PBB dihitung lambat dalam menanggulangi urusan krisis ini. Perdamaian yang digembar-gemborkan dunia barat beserta para punggawanya belum menemui titik terang bagi rakyat Suriah yang setiap hari mendapat ketertindasan dari penguasanya sendiri. Kalau pun PBB ingin membela hak asasi rakyat Suriah, PBB seharusnya menjatuhkan hukuman setimpal kepada pemerintah Suriah yang telah membumihanguskan rakyatnya sendiri dengan cara-cara yang melanggar aturan perang dunia. Seperti yang banyak terjadi, ternyata Bashar Assad dan para tentaranya menggunakan bom kluster yang sudah jelas keharamannya dalam larangan international. Sama halnya ketika Israel menggunakan bahan peledak terlarang tersebut untuk menghancurkan bumi Palestina. Namun, pada kenyataannya PBB tidak menurunkan tindakannya kecuali hanya kecaman dan kecaman yang tidak ada pengaruhnya bagi kekuatan rezim Bashar Assad. Justru rezim ditaktor itu semakin kuat saja dengan bantuan sekutunya, Rusia.
Tiada hari tanpa demonstrasi rakyat menuntut kebebasan. Dan tiada hari tanpa ratusan korban jiwa yang mati sia-sia. Maka, di pundak dewan keamanan dunia-lah nyawa-nyawa mereka dipikul. PR besar untuk dewan PBB, yaitu mendamaikan rakyat dunia tanpa ada pertumpahan darah dan pemusnahan sebagian etnis manusia. Dan cara tersebut hanya mungkin bisa terwujud jika umat manusia mengambil Islam sebagai jalan yang ditempuh untuk menuju perdamaian dunia. Sedangkan Islam sendiri tidak akan jaya kecuali dengan dakwah dan pertumpahan darah.
Menyikapi
Lalu bagaimana umat Islam menyikapi kabar yang tersebar? Yaitu tentang simpang siur pelaku blokade Penjara Kota tersebut. Begitulah warga menyebut Madhaya yang selalu dalam pengawasan para penjaga di perbatasan. Jika umat Islam mau menyadari, bahwa musuh utama mereka pada perang Suriah kali ini adalah kaum kafir dari kalangan Syi’ah. Agama kotor tersebut tidak bisa lepas dari anutan yang dipercayai oleh penguasa Suriah sendiri, Bashar Assad dan bala tentaranya juga para sekutunya. Seperti Hizbullah Lebanon dan tentara milisi dari Iran. Di belakang mereka juga masih ada yang memboncengi konflik ini. Rusia pun masih enggan hengkang dari bumi bagian negeri Syam itu.
Jika kita mau menilisik, media-media yang pro Bashar Assad pasti akan memberitakan pihak oposisi-lah yang menjadi pelaku pemblokadean di Madhaya sehingga bantuan tidak mampu menembus tembok blokade tersebut. Fitnah apapun mereka coba untuk mengalihkan pembelaan umat terhadap para pejuang yang pada hakikatnya merekalah yang menyertai dan peduli pada rakyat Madhaya ketika krisis kelaparan itu terjadi. Maka, sebaiknya kita meng-crosscheck lagi media berita yang kita baca. Jangan sampai kita latah hanya ikut-ikutan media tanpa mencari tahu kebenaran. Karena seorang muslim sangat dianjurkan untuk menimbang setiap berita yang didengarnya, untuk kemudian mengikuti yang paling benar diantara berita-berita tersebut. Agar terhindar dari cap sebagai pendusta hanya karena mengutarakan semua apa yang didengarnya mentah-mentah.
Kita perlu membuka mata dan hati kita untuk sedikit peduli dengan saudara kita yang tertindas di negeri Madhaya. Bukan hanya di Madhaya, tapi juga seluruh elemen kaum muslimin yang sedang tertimpa musibah. Juga mereka yang dihinakan oleh para musuh Allah U. Dan yakinlah dengan selalu berdo’a, bahwasanya Allah pasti akan membalik keadaan mereka dengan dihinakan sehina-hinanya. Tidak hanya di alam dunia, tapi juga di alam akhirat kelak.
Kepedulian kita hendaknya tidak berhenti hanya dengan memanjatkan do’a. Walaupun itu juga salah satu peran penting dalam terkabulnya permohonan. Namun, ada yang lebih penting lagi untuk dilakukan. Yaitu uluran tangan kita untuk sekedar menggadeng mereka dan memberikan sedikit harapan hidup dan sambungan napas. Karena yang sedikit ini pasti akan lebih berarti dari pada tidak sama sekali.

Writted by : Eva Zulaikha

0 komentar:

Posting Komentar