Selasa, 15 November 2016

Hadits Shohih

PENDAHULUAN

Islam merupakan agama samawi (mutlak dari Allah). Dan sumber ajarannya ada 2, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an merupakan firman Allah yang berupa kitab yang diturunkan kepada rasulnya yang terakhir yaitu Muhammad , dengan perantara malaikat Jibril. Didalamnya mengandung mukjizat.
Dimulai dari surat Al-Fatihah (pembuka) dan diakhiri dengan surat An-Naas (manusia).
Sedangkan hadits merupakan pengajaran yang bersumber dari perkataan (sabda) Rasul Muhammad , perbuatan beliau, atau pun ketetapan beliau. Nabi Muhammad sendiri merupakan orang yang paling mengerti isi dari Al-Qur’an karena Al-Qur’an diturunkan kepada beliau. Maka, hadits juga memiliki peran sebagai penjelas ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang masih musykil.
Dalam penyampaiannya kepada umat Islam dari zaman ke zaman, baik Al-Qur’an maupun hadits adalah dengan menjaga silsilah periwayatannya. Baik penjagaan terhadap ke-tsiqohan orang-orang yang meriwayatkannya maupun isi dari apa yang diriwayatkan. Jika Al-Qur’an hari ini sudah shohih (benar) riwayatnya yang sampai kepada umat Islam, berbeda halnya dengan hadits Nabi yang riwayatnya ada yang benar dan ada yang salah. Atau ada yang shohih dan beberapa drajat dibawahnya, dan ada juga yang bahkan palsu (dalam istilah ilmu hadits disebut hadits maudhu’). Bahkan hari ini hadits-hadits yang palsu pun masih banyak yang diyakini kebenarannya oleh sebagian umat Islam. Hal ini menjadi penyebab semakin berkembangnya bid’ah dalam tubuh umat Islam sendiri.
Oleh karena itu, untuk mengetahui kebenaran periwayatan hadits dibutuhkan dasar-dasar sebagai acuan perbandingan antara yang benar dan yang salah. Dalam makalah singkat ini akan dibahas hadits shohih, mulai dari pengertiannya sampai cara mengenali ciri hadits yang shohih riwayat dan matannya. Berikut ulasannya:

A.    Pengertian hadits shohih

Menurut bahasa: shohih itu lawan dari saqiim (sakit atau lemah). arti hakikinya ditujukan bagi tubuh, sedangkan arti majas (kiyasan) ditujukan bagi hadits, ataupun untuk seluruh pengertian. Menurut istilah: hadits yang sanadnya bersambung melalui riwayat perowi yang adil lagi dhobith dari rowi yang semisal hingga akhir (sanad), tanpa ada syudhudh maupun ‘ilat.[1]
Sedangkan menurut beberapa ulama pengertian hadits shohih adalah sebagai berikut[2]:
1.      Abu Amru bin Sholah
Hadits yang sanadnya bersambung melalui riwayat rowi yang adil lagi dhobith dari rowi yang semisal hingga akhir sanad, tanpa ada penyimpangan dan kecacatan.
2.      Imam An-Nawawi
Hadits yang sanadnya bersambung dengan rowi yang adil dan dhobit tanpa ada penyimpangan dan kecacatan. Sedangkan menurut pengarang buku Ushulul Hadits Ulumuhu wa Mushtholahuhu, beliau memilih pengertian sebagai berikut: Bersambungnya sanad dengan periwayatan yang terpercaya dari yang terpercaya, dari awal sampai akhir tanpa ada penyimpangan dan kecacatan.[3]

B.     Syarat-syarat hadits shohih

Para ulama telah menentukan tolak ukur sebuah hadits dianggap shohih riwayat dan matannya. Ada lima syarat hadits shohih:
  1. Sanadnya bersambung
Dan dengan ini hadits yang terputus sanadnya tidak termasuk kedalam hadits shohih.
  1. Rowinya adil
Adil adalah orang yang lurus agamanya, baik akhlaqnya, dan selamat dari kefasiqan.
  1. Rowinya dhobit
Sadarnya seorang perowi ketika menerima hadits dan memahaminya apa yang didengarnya. Dan menjaganya sejak ia mendengarnya sampai ia menyampaikannya kepada muridnya. Agar tidak terjadi perubahan, pengurangan, atau pun penambahan dalam haditsnya. Dia juga mampu memahami makna hadits yang disampaikan kepadanya.
  1. Rowinya tidak menyimpang
Maksudnya adalah tidak menyelisihi perowi yang tsiqoh.
  1. Rowinya selamat dari cacat
Maksudnya adalah hadits tersebut periwayatannya tidak terputus sanadnya baik mursal, munqothi’, ataupun mudalas. Dan lain sebagainya yang termasuk dalam kecacatan hadits.

C.     Pembagian hadits shohih

Hadits shohih dibagi menjadi 2 (dua):
1.      Shohih lidzatihi
Merupakan sifat tertinggi dalam penerimaan sebuah hadits. Dalam drahat shohih lidzatihi mencakup semua sifat atau ciri dari hadits shohih.
2.      Shohih lighoirihi
Yaitu hadits yang belum memenuhi sifat tertinggi dari sifat diterimanya sebuah hadits. Seperti jika seorang perowi sebuah hadits adil, namun tidak sempurna kedhibitannya (hafalannya).

D.    Sanad paling shohih

Dalam periwayatannya, hadits memiliki silsilah sanad yang menjadi tolak ukur kedudukan hadits tersebut. Maka silsilah hadits ada yang memiliki drajat tertinggi dan ada yang memiliki drajat terendah. Dalam periwayatan hadits ada 5 sanad tertinggi yang disebut sanad paling shohih.  5 silsilah sanad tersebut diantaranya:
Ø  Az zuhri dari salim bin abdulloh bin umar, dari ibnu umar
Ø  Diriwayatkan dari sulaiman a’mas, dari ibrohim an nakhoi, dari alqomah bin qois, dari abdulloh bin masud,
Ø  Imam bukhori dan lainnya berkata yang paling shohih sanadnya apa-apa yang diriwayatkan oleh imam malik bin anas, dari nafi’ maula ibnu umar, dari ibnu umar.
Ø  Ibnu sirin dari ubaidah dari ali bin abi tholib. Hal itu diriwayatkaan dari ibnu al madani dan al fallas.
Ø  Az zuhri dari ali bin Husain dari bapaknya dari ali. Hal itu diriwayatkan dari abu bakar bin abi syaibah.
Dari kelima sanad paling shohih tersebut, masih ada yang paling shohih yang dikenal dikalangan ahli hadits dengan silsilatudz dzahab (jalur periwayatan emas). silsilatudz dzahab adalah apa yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Imam Asy-Syafi’, dari Imam Malik, dari Nafi’, dari Ibnu Umar Radhiyallau ‘Anhu.

E.     Makna dari ‘shihul isnad’

Kita tahu bahwasannya hadits shahih adalah hadits yang terkumpul di dalamnya 5 syarat. Maka para ahli hadits wajib mengamalkan kelima syarat tersebut. Akan tetapi sebagian para pengkritik hadits yang adil mereka menulis ‘hadits shahih’ kepada perkataan ‘hadits shahihul isnad’. Karena takut akan kecacatan matan atau penyelewengan, maka shahihul isnad tanpa matan dalam perkara ini tidak menentukan shohihnya sanad juga shohihnya matan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “dan barang siapa yang tidak ragu atas apa-apa yang di dalamnya, sesungguhnya imam merekalah yang tidak adil tentang perkataannya ‘shohih’ kepada perkataan ‘shohihul isnad’. Kecuali dengan perkara-perkara tertentu. Maka makna sesungguhnya adalah shohihul matan.
Dan seharusnya isyarat ini digunakan oleh para ulama hari ini ketika hendak menshohihkan sebagian hadits, maka mereka menyertakan kalimat ‘Shohihul isnad’. Karena kalimat tersebut akan membawa kepada kehati-hatian dan ketidakraguan dalam meriwayatkan sebuah hadits shohih.
Dalam bab fikih tidak banyak ditemukan syarat-syarat hadits shohih yang dicantumkan. Maka penulis kitab-kitab fikih tersebut menuliskan dalam babnya: “yang shohih dalam bab ini adalah demikian dan demikian.”. hal tersebut tidak mampu menunjukkan keshohihan hadits. Dan terkadang hadits tersebut justru dho’if atau lemah. Karena tidak ditemuakan di bab-bab lain kecuali hanya dalam bab itu. Yang dimaksud mereka adalah yang paling rajih dalam bab tersebut.

F.      Pembukuan hadits shohih

As-Sunnah atau hadits Nabi mulai dibukukan pada abad pertama tahun Hijriyah. Dan hadits-hadits yang dibukukan masih memiliki sedikit sanad sehingga keshohihannya masih bisa dijamin. Sedangkan hadits shohih sendiri dibukukan secara khusus pada akhir abad keempat Hijriyah. Pada periode ini hadits mulai diautentikasi yaitu memisahkannya dari perkataan sahabat, tabi’in, dan syarhnya. Juga menyeleksi hadits-hadits, dan lebih banyak menuliskan hadits yang periwayatannya maqbul (diterima).  Diantara karya-karya para ahli hadits pada periode ini adalah sebagai berikut:

1.      Kitab Shohihain

a.       Shohih Bukhori

1)      Nasab dan kelahiran
Beliau lahir tahun 809 m/194 H di Bukhara, sedangkan nama aslinya ialah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizhah al-Ju'fi al-Bukhari. Lahir hari Jum’at 13 bulan syawal tahun 194 H di kota Bukhora.
2)      Rihlah ilmiyah (masa kecil)
Imam bukhori awal belajar semasa kicil berada di Bukhoro pada tahun 205 H, kemudian beliau bersama ibu dan kakak laki-lakinya pergi ke Hijaz untuk haji  pada tahun 210 H, setelah itu beliau belajar kepada para syaikh yang berada di Madinah.
Setelah itu beliau belajar di beberapa kota, yaitu :
·         Baghdad
·         Madinah
·         Basroh
·         Mesir
·         Kuffah
·         Syam
·         Makkah

Beliau wafat di desa Khorantak 2 farsakh dari Samarkhond 30 romadhon 256 H.
3)      Hadits imam bukhori
Imam bukhori meriwayatkan sebanyak 100.000 hadits shahih. dan beliau juga menghafal sebanyak  200.000 selain hadits shahih.
4)      Kitab al jami’ shohih
Didalam kitab ini ada sebanyak 9082 hadits dengan pengulangan, kitab ini dikerjakan selama 16 tahun. Pada masa beliau kitabnya telah disimak oleh 90.000 orang.
Sesungguhnya iman Bukhori tidak menuliskan syarat hadits yang diriwayatkannya, namun para ulama yang telah memela’ah kitab ini menemukan adanya beberapa Syarat dalam kitab al jami’ shohih, yaitu :
1.      Periwayatannya dari orang yang telah dikenal dengan keadilannya kedhobitannya dan profesionalitasnya.
2.      Semasa dengan perowi hadits
3.      Bertemu langsung dengan sang perowi.
Imam bukhori memberi nama kitabnya “Kitab al Jami’ Shohih “ akan tetapi Para ulama memberi nama dengan nama lain yaitu Al Jami’ As Shohih Al Musnad Al Mukhtashor Min Umuri Rosulillah Wa Sunnanihi Wa Ayyamihi.
Penjelasan AL JAMI’, AS SHOHIH dan MUSNAD
´   AL JAMI’: mengumpulkan hukum, fadhilah, akhbar, perkara madhiyah, perkara atiyah, dan adab.
´   ASH SHOHIH: menjaga dari masuknya hadits dhoif dalam kitabnya.
´   MUSNAD: meriwayatkan hadits yang sanadnya bersambung dari sahabat hingga Rosululloh.

b.      Shohih Muslim

1)      Biografi singkat
Imam muslim adalah ‘hujjatul muslim’ abu Husain muslim  bin hijaj al-qusairi an-naisaburi, lahir pada tahun 204 H. Dan ada juga yang mengatakan tahun206 H. dan ia menuntut ilmu sejak kecil pada tahun 218 H, dan ia mendapatkan ilmu nya dari syaikh-syaikh yang ada di sekitar desa nya, kemudian ia juga mencari ilmu ke Baghdad, dan ia banyak menemui ahlul hadits di sana, selain mencari ilmu di Negara Baghdad ia juga mencari kenegara-negra lain seperti, Iraq, syam, mesir dan Negara-negara lainnya. Dan ia juga dan ia juga banyak menjawab pertanyaan-partanyaan yang di lontarkan oleh iam bukhori  naisaburi, dan ia juga mengetahui fadhilah-fadhilah ilmu tersebut, dan ilmu beliau memang sangat luas, dan beliau juga meriwayatkan  hadits  dari imam ahmad bin hanbal  dan juga dari ayaikh bukhori ishaq bin rohawiyah dan dari banyak lagi.
Dan imam muslimbanyak meriwatkan hadits dari banyak ahlul ilmi, sepertiimam tirmidzi, ibnu khuzaimah, yahya bin sho’id, dan Abdurrahman bin abi hatim. Imam muslim mendapat derajat yang tinggi dalam masalah ilmu, dan adapun imam-imam menjadikannay sebagai oaring yang paling tahu dalam masalah hadits shohih dari pada syaikh-syaikh yang lain pada masa itu.
Imam muslim wafat pada tanggal 25 rajjab pada tahun 261 H di )salah satu tempat yang telah di misnahkan) di salah satu kota yang terletak di naisaburi. Dan ia meninggalkan lebih dari 20 musnaf hadits dan ilmu-ilmu lainnya yang telah ia sangat kuasai dan yan ia sangat pahami.
2)      Shohih muslim
Didalam kitabnya yaitu kitab shohih muslim terdapat 300 ribu hadits yang ia tulis, dengan cara mendengarnya secara langsung. Beliau mengambil hadits, mempelajari, serta menala’ahnya dengan begitu hamasah selama sepuluh tahun.  Beliau berkata
3)      Muwazanah (perbandingan) antara imam bukhori dan imam muslim
Telah terbukti bahwasanya imam bukhori dan muslim memiliki keluasan ilmu dalam penyusunan kitab hadits-hadits shohih, dengan penyusunan yang sangat baik. Yang didalam penyusunan tersebut telah mencakup persyaratan-persyaratan yang shuhih yang tidak ada ulama yang berselisih lagi terhadap musnaf mereka. Maka dalam hal tersebut ulama telah bersepakat bahwasanya musnaf mereka adalah musnaf tershohih kedua setelah al-qur’an, syaikh imam ibnu Taimiyah berkata: tidak ada kitab tershohih di muka bumi ini kecuali kitabnya imam bukhori dan imam muslim setelah al-qur’an.
Kitab yang di susun imam bukhori dan imam muslim sama keshohihannya, hanya saja dalam penyusunan kitabnya berbeda. Imam bukhori menyusun kitabnya berdasarkan bab, dan banyak pengulangan hadits dalam bab-bab tertentu. Sedangkan imam muslim menyusun kitab nya bberdasarkan judul hadistnya dan tidak terdapat pengulangan hadits di dalam kitabnya.
Dan para jumhur dari kalangan ahlul ilmi, mengedepankan shohih bukhori daripada shohih muslim dikarnakan didalam shohih bukhori terdapat lebih banyak fawaidnya disbanding shohih muslim.
4)      Apakah di dalam kitab shahihain sudah mencakup semua hadits yang shahih? 
Tidak semua hadits shahih tertulis  di dalam kitab shahihain.
Imam Bukhari berkata: “aku tidaklah  memasukkan hadits pada kitab shahihain kecuali hadits yang shahih. Dan aku meninggalkan hadits-hadits shahih yang lain karena aku khawatir akan terlalu panjang (banyak)”.
Imam Muslim berkata: “tidak semua hadits shahi yang aku miliki aku masukkan ke kitab shahihain, yang aku masukkan pada kitab shahihain hanyalah hadits yang menurut ijma’ shahih yang memenuhi syarat-syarat shahih menurut ijma’”.
Ada beberapa hadits shahih yang belum dicantumkan di dalam kitab shahihain, diantaranya terdapat dalam kitab-kitab sunan dan masaanid, seperti shahih ibnu Huzaimah, shahih ibnu Hibban dan lain sebagainya.
5)      Tingkatan hadits shahih dibanding dengan kitab shahihain
a)      Shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim maka Ahli Hadits menamakannya Muttafaqun ‘Alaih
b)      Shahih yang diriwayatkan Bukhari
c)      Shahih yang diriwayatkan Muslim 
d)     Kemudian tingkatan selanjutnya
e)      Shahih yang memenuhi syaratnya (Bukhari & Muslim) akan tetapi tidak ditakhrij oleh Bukhari dan Muslim
f)       Shahih yang memenuhi syarat Bukhari tetapi Bukhari tidak mentakhrijnya
g)      Shahih yang memenuhi syarat Muslim dan tidak ditakhrij olehnya
h)      Shahih menurut selain Bukhari dan Muslim
6)      Sunan Al-Arba’ah
Di dalam sunan Al-Arba’ah terdapat hadits shahih, hasan, dan dhaif. Para Ulama mengambil nash-nash dari sunan Al-Arba’ah, tapi para Ulama tidak menafikan kitab shahihain, sunan Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, dan sebagainya.
Sunan Al-Arba’ah ada 4:
Ø  Sunan Abu Daud
Ø  Sunan At-Tirmidzi
Ø  Sunan An-Nasa’i
Ø  Sunan Ibnu Majah

2.      Kitab-kitab Sunan dan Musnad

a.       Abu Dawud As-Sijistani

Abu Daud As-Sijistani 202-275H
Abu Daud lahir pada tahun 202H dan wafat pada 16 syawwal tahun 275H, makamnya berada disamping kuburan Sufyan Ats-Tsauri.
Nama beliau Imam Ats-Tsabit Sayyidul Huffadz Sulaiman bin Al-Asy’at bin Ishaq Al-Azdi As-Sijistani.
Rihlah Thalabul ‘Ilmi: Hijaz, Syam, Mesir, Iraq, Jazirah Arab, dan Khurasan.
Mu’allim: ABi Amru Adh-Dhariri, Al-Qa’naby, Abi Walid Ath-Thayalisi, Sulaiman bin Harby, Imam Ahmad bin Hanbal, dan sebaginya.
Sunan Abu Daud memuat bab fiqh yang di dalamnya membahas hadits ahkam, di dalamnya tidak terdapat tentang Qishas, Mau’idzah, Khabar-Khabar, Fadhailul A’mal, dan lain sebaginya.
Abu Daud menulis ilmu-ilmu syar’I yang dimilikinya dalam kitab karangannya mencapai 12 Mushannifaat. Abu Daud telah menulis 500.000 hadits dan yang dimuat di dalam kitab 4.800 hadits, dan para Ulama menetapkan jumlah seluruh hadits Abu Daud 5.274.
Abu Daud telah menyebutkan di dalam kitabnya mana hadits yang shahih, syubhat, yang mendekati shahih, dan mana hadits yang sangat lemah.
Dan jika di dalam kitab Abu Daud terdapat hadits yang mungkar maka Abu Daud pasti menjelaskan bahwa hadits tersebut adalah mungkar. Ibnu Al-A’raby berkata, “jika ada seseorang yang tidak memiliki ilmu kecuali Al-Qur’an dan kitab ini (sunan Abu Daud) maka ia tidak akan membutuhkan ilmu lagi selama-lamanya.”

b.      Imam At-Tirmidzi

1)      Biografi Singkat
Imam Al-Tirmidzi nama lengkapnya adalah Abu Musa Muhammad Ibn Isa Ibn Saurah Ibn Musa Ibn Adh-Dhahak Al-Sulami Al-Bughi Al-Tirmidzi Al-Imam Al-Alim Al-Bari’[4].
Ada yang mengatakan Beliau adalah Imam Hafidz abu Isa Muhammad bin Isa bin Surroh At Tirmidzi[5]. Al Sulami dibangsakan dengan Bani Sulaym, dari kabilah ‘Aylan, sedangkan Al Bughi adalah nama desa tempat Al Imam lahir dan wafat, yaitu di Bugh. Ahmad Muhammad Syakir menambahnya dengan sebutan Al-Dhahir karena ia mengalami kebutaan di masa tuanya[6]. Beliau lahir Lahir pada thn 200 h di dusun bauj desa tirmidz,[7] yaitu satu kota yang terletak di arah selatan dari sungai Jaihun, bagian selatan Iran.
Sebagai mana ulama hadits lain Imam Al-Tirmidzi sejak kecil sudah bergelut dengan hadits, Semangatnya dalam belajar hadits membuatnya melalangbuana ke berbagai negeri untuk berguru kepada ulama ahli hadits terkemuka. Imam Al-Tirmidzi pernah ke Hijaz dan belajar dengan ulama Hijaz Iraq, Khurasan belajar dan menuntut ilmu dari Ishaq Ibn Rahawayh, dan sebagainya. Menurut Al Khatib Al Baghdadi Qutaibah Ibn Sa’id Al-Madani lama Imam Al-Tirmidzi belajar hadits diperkirakan lebih dari 35 tahun.[8]Diantara guru Imam Al-Tirmidzi adalah: Al Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, dan lainnya.
Di akhir kehidupannya, imam at Tirmidzi mengalami kebutaan, beberapa tahun beliau hidup sebagai tuna netra, setelah itu imam atTirmidzi meninggal dunia. Beliau wafat di Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H[9] bertepatan dengan 8 Oktober 892, dalam usia beliau pada saat itu 70 tahun.
2)      Karya Monumental
Semasa hidup beliau, beliau banyak menulis kitab-kitab. Dan setelah eliau wafat, beliau meninggalkan banyak karangan dalam bidang hadits dan lainnya. Dan karangan beliau yang paling terkenal dalam bidang hadits adalah kitab JAMI’ atau yang terkenal dengan sunan tirmidzi, atau jami’ tirmidzi, semua benar dan untuk menggambarkan hadits-hadits dalam kitab tersebut maka dinamai dengan jami’ shohih.[10] Yang dalam kitab tersebut hadits shohih, Hadits hasan, Hadits dhoif, kecacatan hadits, istinbatul ahkam, Rowi tsiqot dan matruk, istilah- istilah hadits, dan lainnya.

c.       Imam An-Nasa’i

Beliau adalah Imam Al-Hafizh syaikh islam Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali Al khurasan. An-nasa’I dengan membuka nun dan sin dinisbatkan kepada negri nasa’I bakhrasan. Beliau lahir pada tahun (215 H), beliau dari kecil sudah menuntut ilmu, pada umur 15 tahun beliau memulai rihlah mencari ilmu. Beliau mendengar bahwa ada ulama’ besar pada masa hidupnya dinegri hijaz, irak, mesir, syam, dan jazirah arab. Kemudian beliau bertempat tinggal dimesir.
Beliau pada masa itu orang yang paling berilmu, tiada bandingannya pengetahuan dan keyakinannya dan beliau adalah orang yang paling tinggi derajat sanadnya pada masa itu, maka pada masa itu terjadi peristwa sangat banyak. Dan apabila dilihat dari sisi keilmuannya tentang hadist dan ilmunya itu lebih fakih imam syafi’i.
Beliau adalah orang yang rajin beribadah siang dan malam, dan berpegang teguh terhadap Sunnah, dan beliau menjauhkan diri dari perbuatan dosa, dan beliau orang yang cerdik /pandai terhadap muru’ah.
Beliau meninggal ketika keluar dari mesir pada bulan dzul qo’dah pada tahun 302 H dan meninggal di palestina di arromlah pada hari senin (13) shafar tahun (303 H) dan beliau dikiburkan di baitul maqdis rahimahu Allah.
Karangan imam An-nasa’I dalam sunannya, dan belum keluar didalamnya tentang rowi para pengkritik (hadist) atas meninggalkannya. Maka dari itu sunan ini meliputi hadish shahih, hasan dan dhoif. Dan setelah menyeselaikan menulis kitab (sunan kubro), kemudian beliau memberikan kepada Amir ramlah, maka beliau berkata kepada imam an-nasa’i: apakah didalamnya semuanya shahih? Maka beliau menjawab: didalamnya ada shahih, hasan dan apa yang dekat denganya. Maka amir berkata kepada imam An-nasa’i: maka tulislah untuk kita apa yang shahih saja darinya. Maka direvisi dari sunan kubro manjadi sunan sugro. Maka dinamakan bukunya almujtabi min sunan dan ada yang berkata dinamakan almujtani maka ini satu makna.
Sunan sugro ini sedikit hadist dhoifnya,maka seperti apa yang ada ditangan kita sekarang, dan  banyak para muhadisin bersandar dalam mengambil hadist beliau dengan buku ini.
Dan jumlah hadist beliau dalam mujtani berjumlah (5761) lima ribu tujuh ratus enam puluh satu hadist. Dengan jumlah hadist ini maka buku ini,buku kedua setelah dua buku shahihaini (bukhari dan muslim) dalam hadist yang dhoif dan sesorang yang cacat. Dan derajatnya sama dengan sunan abu daud atau apa yang mendekatinya. Kita telah mengetahui imam nasa’i orang yang sangat teliti dalam pemeriksaan, dan orang yang teguh dengan manhajnya didalam bukunya, berbeda dengan abu Daud beliau dalam hal penjagaan dengan bertambahnya matan dan lafadz hadist yang beliau pelihara dengannya hadist-hadist para fuqoha’. Dan dengan ini buku An-nas’I buku kedua dalam sunan ar-ba’ah.

d.      Imam Ibnu Majah Al-Qazawaini

Nama beliau adalah Hafidz Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al qozwayni, yang lebih dikenal dengan Ibnu Majah. Dan nama majah julukan dari ayahnya.Beliau lahir pada tahun 209 H di qozwim. Adapun rihlah tholabul ilmi beliau adalah di irak, syam, hijaz, mesir, dan kota-kota lainnya. Dan beliau memiliki seorang syaikh pada masa beliau yang bernama Muhammad bin Abdullah bin Namir. Banyak yang meriwayatkan tentang akhlak beliau salah satunya adalah Alkholili, berkata: “Ibnu majah adalah orang yang sangat terpercaya, disepakati hadits-haditsnya, diterima hujjahnya,dan memiliki banyak pengetahuan dan hafalan. Imam ibnu majah memiliki derajat yang dalam keilmuannya. Dan beliau adalah seorang periwayat hadits pada masanya, seorang syaikh dalam tafsir. Beliau meninggal pada 22 ramadhan, pada tahun 273 H.
Kemudian beliau menulis kitab tafsir ,hadits,dan tarikh, adapun kitab yang terkenal dalam tulisannya adalah kitab sunan. Beliau telah menulisnya pada bab-bab fiqih seperti pada shohih bukhori, muslim ,sunan abu daud, nasa’I dan tirmidzi. Dan beliau tidak mengeluarkan hadits yang shohih saja melainkan beliau juga menggabungkan antara hadits shohih dan hasan, lemah dan kuat. Maka oleh sebab  inilah banyak para ulama yang tidak memasukkan kitab beliau pada kutubusittah sebelum abad ke 6. Adapun orang yang pertama kali memasukkan kitab- kitab ibnu majah kedalam kutubukhomsah adalah abu fadl Muhammad bin tohir al maqdisi (448-507H) ke dalam kitab Athrof kutubusittah .Dan oleh sebab ini pula kitab hadits yang dianggap bertambah menjadi enam. Kemudian menyusul setelah beliau para ahli ilmu setelahnya. Adapun ulama sebelum itu dan sebagian ulama sesudahnya menghitung kitab muwattho’ itu lebih shohih dari pada kitab sunan milik ibnu majah.dan para ulama’ lebih mendahulukan  muwattho’ disbanding kitab ibnu majah karena, muwattho’ lebih shohih dari ibnu majah dan karena dalam kitab sunan milik ibnu majah tersebut hanya merupakan sedikit tambahan dari kutubu khomsah. Adapun jumlah hadits yang ada di dalam kitab ibnu majah berjumlah 4341 hadits yang terdiri dari 3.002 hadits yang kemudian yang 3.000 ditakhsis oleh beliau sendiri dan yang 2 nya ditakhsis oleh penulis kutubu khomsah.

e.       Musnad Imam Ahmad

1)      Biografi singkat Imam Ahmad

Kitab yang memuat hadits-hadits shohih selanjutnya adalah Musnad Imam Ahmad yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau bernama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy-Syaibani. Dilahirkan di kota Baghdad pada bulan Rab’ul Awal tahun 164 H (780 M). Tepatnya pada masa pemerintahan Daulah Abasiyah yang pada saat itu dipimpin oleh Khalifah Muhammad Al-Mahdi.
Imam Ahmad telah dikenal sebagai ahli hadits dan ahli fiqih setelah berguru kepada banyak ahli hadits dan ahli fiqih pada masanya. Diantara ahli hadits yang menjadi guru beliau adalah: Yahya bin Sa’id Al-Qahthan, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, Sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud ath-Thayalisi. Sedangkan dari kalagan ahli fiqih diantaranya adalah: Waki’ bin Jarrah, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan Abu Yusuf, sahabat Abu Hanifah, dan lainnya.

2)      Karya monumental

Imam Ahmad telah menelurkan karyanya yang menumental. Yaitu sebuah kitab yang berisi hadits shohih yang disusun berdasarkan nama para sahabat yang meriwayatkan hadits. Kitab ini ditulis pada awal abad ke 3 H. Karena pada masa itu telah dimulai usaha untuk membersihkan hadits-hadits dan fatwa-fatwa ulama yang tidak termasuk hadits. Kitab hadits itu diberi nama Al-Musnad atu yang lebih dikenalhari ini oleh kalangan ahlul ilmu dengan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.

3)      Sistematika penulisan Al-Musnad

a.       Jumlah hadits dan perowinya
Al-Musnad tersusun dari 30.000  hadits dalam 24 juz dan kebanyakan riwayat terdapat dalam buku ini. Imam Ahmad rahimahullah tidak mengkategorisasikan bukunya menurut tema, namun beliau lebih cenderung mengkategorisasikannya menurut riwayat-riwayat sahabat berdasarkan nama-nama mereka yang meriwayatkan hadits.[11] Para sahabat yang meriwayatkan hadits dalam Al-Musnad hampir berjumlah 800 orang sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Para sahabat yang menjadi perowi dalam Al-Musnad disusun oleh Imam Ahmad berdasarkan urutan berikut[12]:
1)      Sepuluh orang shahabat yang dijamin masuk surga.
2)      ‘Abdurrahmaan bin Abi Bakr, Zaid bin Khaarijah, Al-Haarits bin Khazamah, dan Sa’d bin Maulaa Abi Bakr.
3)      Musnad Ahlul-Bait.
4)      Musnad dari banyak shahabat, di antaranya : Ibnu Mas’uud, Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Abu Sa’iid Al-Khudriy, Jaabir, Anas, Ibnu ‘Amru bin Al-‘Aash, dan yang lainnya.
5)      Musnad penduduk Makkah (Makiyyiin)
6)      Musnad penduduk Madiinah (Madaniyyiin).
7)      Musnad penduduk Syaam (Syaamiyyiin).
8)      Musnad penduduk Kuufah (Kuufiyyiin).
9)      Musnad penduduk Bashrah (bashriyyiin).
10)  Musnad Al-Anshaar.
11)  Musnad ‘Aaisyah dan para shahabiyyaat.
12)  Kabilah-kabilah yang lain.
Ada beberapa pendapat para ulama yang menyatakan jumlah hadits dalam Al-Musnad:
1.    Menurut Ibnu Samaak
Ibnu Samaak berkata: “Telah menceritakan kepada kami Hanbal, ia berkata : “Ahmad bin Hanbal mengumpulkan kepada kami, yaitu aku, Shaalih, dan ‘Abdullah; dan beliau membacakan kepada kami Al-Musnad yang tidak ada yang mendengarnya selain kami. Beliau berkata : ‘Kitab ini (yaitu Al-Musnad) aku kumpulkan dan aku pilih dari lebih 750.000 hadits. Dan apa yang diperselisihkan kaum muslimin dari hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka merujuklah kepadanya. Apabila kalian mendapatkan padanya (hadits tersebut, maka itu dapat dipergunakan sebagai hujjah). Namun jika kalian tidak mendapatkannya, maka ia tidak bisa digunakan sebagai hujjah” [As-Siyar, 11/329].
2.    Menurut Musaa Muhammad bin Abi Bakr Al-Madiny rahimahullah
Beliau berkata: “Adapun jumlah hadits dalam kitab Al-Musnad, maka aku senantiasa mendengar dari ucapan manusia bahwa ia berjumlah 40.000 hadits, hingga aku membacakannya kepada Abu manshuur bin Zuraiq di Baghdaad : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Khathiib, ia berkata : Telah berkata Ibnul-Munaadiy : ‘Tidak ada di dunia seorang pun yang meriwayatkan dari ayahnya lebih banyak darinya, yaitu ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal. Karena ia mendengar Al-Musnad yang jumlahnya 30.000 hadits, dan Tafsiir yang jumlahnya 120.000 hadits’.... Aku tidak tahu apakah yang disebutkan Ibnul-Munaadiy adalah hadits yang tidak diulang-ulang ataukah hadits lain yang diulang-ulang? sehingga kedua perkataannya itu bisa benar...” [Khashaaish Musnad Al-Imaam Ahmad, hal. 15].

4)      Drajat hadits-hadits dalam Al-Musnad

1.    Shohih
Menurut Ibnu Rajab, Imam Ahamad meninggalkan riwayat orang-orang yang tertuduh berdusta dan juga yang banyak kelirunya akibat kelalaian dan jeleknya hafalan mereka.
2.    Hasan dan Dho’if
Keduanya dapat dijadikan hujjah. Imam Asy-Syuyuthy berkata: “Apa yang ada didalam Al-Musnad semuanya diterima, sesungguhnya hadits dho’if yang ada dalam Al-musnad drajatnya mendekati hasan.”

5)      Syarat Hadits Imam Ahmad

Ada beberapa syarat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau berkata: “Syarat kitab Al-Musnad lebih kuat dibandingkan syarat Abu Daawud dalam Sunan-nya. Abu Daawud telah meriwayatkan dalam Sunan-nya dari para perawi yang ditolak oleh Ahmad dalam Al-Musnad. Oleh karena itu, Al-Imaam Ahmad tidaklah meriwayatkan dalam Al-Musnad dari perawi yang diketahui telah sering berdusta semisal Muhammad bin Sa’iid Al-Mashluub dan yang lainnya. Akan tetapi beliau kadang meriwayatkan dari para perawi yang dilemahkan karena faktor jeleknya hapalannya. Perawi tersebut ditulis haditsnya untuk menguatkan (hadits lain) dan dijadikan sebagai i’tibar” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 18/26].

6)      Susunan penulisan kitab Al-Musnad

Kitab Al-Musnad berisi 14 bagian:
a. Musnad al-‘Asyrah al-Mubasyyirin bi al-Jannah (musnad sepuluh sahabat yang mendapatkan jaminan masuk surga).
b. Musnad as-Sahabah ba’da al-‘Asyrah (musnad sahabat yang selain sepuluh sahabat di atas).
c. Musnad Ahli al-Bait (musnad sahabat yang tergolong Ahli Bait).
d. Musnad Bani Hasyim (musnad sahabat yang berasal dari Bani Hasyim).
e. Musnad al-Muksirin min as-Sahabah (musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadis).
f. Baqi Musnad al-Muksirin (musnad sahabat yang juga banyak meriwayatkan hadis).
g. Musnad al-Makkiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Mekah).
h. Musnad al-Madaniyyin (musnad sahabat yang berasal dari Madinah).
i. Musnad al-Kufiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Kufah).
j. Musnad asy-Syamiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Syam).
k. Musnad al-Basriyyin (musnad sahabat yang berasal dari Bashrah).
l. Musnad al-Ansar (musnad sahabat Ansar).
m. Baqi Musnad al-Ansar (musnad yang juga berasal dari sahabat Ansar).
n. Musnad al-Qabail (musnad dari berbagai kabilah atau suku).

PENUTUP

Nabi tidak meninggalkan warisan apa pun kecuali din ini yang telah beliau sampaikan dalam dakwahnya selama 23 tahun. Maka sudah sepatutnya seorang muslim menjaga warisan ini. Dan tak ada sumber agama Islam yang lebih dipercaya dari pada warisan yang Rasulullah tinggalkan berupa Al-Qur’anul Kariim dan Sunnahnya yang mulia. Oleh karena itu, sebagai umatnya seyogyanya kita menjaga dien ini dengan cara mempelajari dien ini dengan benar. Dan mengajarkannya kepada orang lain, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu cara kita dalam menjaga dien ini adalah dengan mengetahui sunnah-sunnahnya yang mulia. Hadits-hadits Nabi diantaranya ada yang shohih dan ada yang tidak shohih. Dengan kita mampu membedakan hadits-hadits shohih dari yang tidak shohih, berarti kita telah ikut andil dalam menjaga dien ini agar terhindar dari penyimpangan. Banyak ulama’ telah mencurahkan segala jerih payah mereka hanya untuk mencari hadits shohih langsung dari sumbernya yang terpercaya.
Dalam mempelajari hadits shohih, bukan hanya dengan mengetahui ciri-ciri haditsnya saja. Namun kita juga harus mengenal orang-orang yang meriwayatkannya bahkan kehidupan keseharian mereka. Begitu juga kita harus mengenal kitab-kitab yang telah mereka tulis. Demikian makalah singkat ini yang didalamnya masih terdapat banyak kekurangan. Maka pintu hati akan selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Thahan, Dr. Mahmud, Ilmu Hadits Praktis, alih bahasa: Abu Fuad, cet. III (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009)
Khattiib, Al-, Dr. Muhammad ‘Ujaj, Ushulul Hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, cet. I (Beirut: Daarul Fikr, 2006)
Farid, Syaikh Ahmad, 60 Biografi ulama salaf,Penejemah : Masturi Irham Lc. Dan Asmu’I Taman, Lc.cet 1 Jakarta : Pustaka Al-Kautsar 2006
Sutarmadi, Dr. H. Ahmad al-iman al-tirmidzi peranannya dalam pengembangan hadits dan fiqih,ciputat, PT logos wacana ilmu, 1998
Alimi, Ibnu Ahmad, tokoh dan ulama hadits, Sidoarjo, Mumtaz,2008
Rehmani, Ar-,Syaikh Abdul Ghaffar, Pengantar Sejarah Tadwin (Pengumpulan)  Hadits, alih bahsa: Abu Salma bin Burhan Yusuf al-Atsari, Maktabah Abu Salma, http://dear.to/abusalma



[1] Dr. Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis, alih bahasa: Abu Fuad, cet. III (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009) hal: 39
[2] Dr. Muhammad ‘Ujaj Al-Khattiib, Ushulul Hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, cet. I (Beirut: Daarul Fikr, 2006), hal 200
[3] Dr. Muhammad ‘Ujaj Al-Khattiib, ibid, hal: 200
[4] Syaik Ahmad Farid, 60 Biografi ulama salaf,Penejemah : Masturi Irham Lc. Dan Asmu’I Taman, Lc.cet 1 Jakarta : Pustaka Al-Kautsar 2006 hal.550
[5] Dr. Muhammad ‘Ujaj Al-Khattiib, ibid, hlm:322
[6] Dr. H. Ahmad Sutarmadi, Al-Iman Al-Tirmidzi Peranannya dalam Pengembangan Hadits dan fiqih,ciputat, PT logos wacana ilmu, 1998, hal 49
[7] Dr. Muhammad ‘Ujaj Al-Khattiib, ibid, hal: 322
[8] Ibnu Ahmad ‘Alimi, Tokoh dan Ulama Hadits, Sidoarjo, Mumtaz,2008, hal 216
[9]  Dr. Muhammad ‘Ujaj Al-Khattiib, ibid, hal: 322
[10] Ibid, hal. 322-323
[11] Syaikh Abdul Ghaffar Ar-Rehmani, Pengantar Sejarah Tadwin (Pengumpulan)  Hadits, alih bahsa: Abu Salma bin Burhan Yusuf al-Atsari, Maktabah Abu Salma, http://dear.to/abusalma, hal: 36

0 komentar:

Posting Komentar