PENDAHULUAN
Islam merupakan agama samawi (mutlak dari Allahﷻ). Dan sumber ajarannya ada 2, yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Al-Qur’an merupakan firman Allah ﷻ yang berupa kitab yang diturunkan kepada rasulnya yang terakhir
yaitu Muhammad ﷺ,
dengan perantara malaikat Jibril. Didalamnya mengandung mukjizat.
Dimulai dari
surat Al-Fatihah (pembuka) dan diakhiri dengan surat An-Naas (manusia).
Sedangkan hadits
merupakan pengajaran yang bersumber dari perkataan (sabda) Rasul Muhammad ﷺ, perbuatan beliau, atau pun ketetapan beliau. Nabi Muhammad ﷺ sendiri merupakan orang yang paling mengerti isi dari Al-Qur’an
karena Al-Qur’an diturunkan kepada beliau. Maka, hadits juga memiliki peran
sebagai penjelas ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang masih musykil.
Dalam penyampaiannya
kepada umat Islam dari zaman ke zaman, baik Al-Qur’an maupun hadits adalah
dengan menjaga silsilah periwayatannya. Baik penjagaan terhadap ke-tsiqohan
orang-orang yang meriwayatkannya maupun isi dari apa yang diriwayatkan. Jika
Al-Qur’an hari ini sudah shohih (benar) riwayatnya yang sampai kepada umat
Islam, berbeda halnya dengan hadits Nabi ﷺ yang riwayatnya ada yang benar dan ada yang salah. Atau ada
yang shohih dan beberapa drajat dibawahnya, dan ada juga yang bahkan palsu
(dalam istilah ilmu hadits disebut hadits maudhu’). Bahkan hari ini
hadits-hadits yang palsu pun masih banyak yang diyakini kebenarannya oleh
sebagian umat Islam. Hal ini menjadi penyebab semakin berkembangnya bid’ah
dalam tubuh umat Islam sendiri.
Oleh karena itu, untuk
mengetahui kebenaran periwayatan hadits dibutuhkan dasar-dasar sebagai acuan perbandingan
antara yang benar dan yang salah. Dalam makalah singkat ini akan dibahas hadits
shohih, mulai dari pengertiannya sampai cara mengenali ciri hadits yang shohih
riwayat dan matannya. Berikut ulasannya:
A. Pengertian
hadits shohih
Menurut bahasa: shohih
itu lawan dari saqiim (sakit atau lemah). arti hakikinya ditujukan bagi
tubuh, sedangkan arti majas (kiyasan) ditujukan bagi hadits, ataupun untuk
seluruh pengertian. Menurut istilah: hadits yang sanadnya bersambung melalui
riwayat perowi yang adil lagi dhobith dari rowi yang semisal hingga akhir
(sanad), tanpa ada syudhudh maupun ‘ilat.[1]
Sedangkan menurut
beberapa ulama pengertian hadits shohih adalah sebagai berikut[2]:
1.
Abu Amru bin Sholah
Hadits yang
sanadnya bersambung melalui riwayat rowi yang adil lagi dhobith dari rowi
yang semisal hingga akhir sanad, tanpa ada penyimpangan dan kecacatan.
2.
Imam An-Nawawi
Hadits yang
sanadnya bersambung dengan rowi yang adil dan dhobit tanpa ada penyimpangan dan
kecacatan. Sedangkan menurut
pengarang buku Ushulul Hadits Ulumuhu wa Mushtholahuhu, beliau memilih
pengertian sebagai berikut: Bersambungnya sanad dengan periwayatan yang terpercaya
dari yang terpercaya, dari awal sampai akhir tanpa ada penyimpangan dan
kecacatan.[3]
B. Syarat-syarat
hadits shohih
Para ulama telah
menentukan tolak ukur sebuah hadits dianggap shohih riwayat dan matannya. Ada
lima syarat hadits shohih:
- Sanadnya bersambung
Dan dengan ini hadits yang terputus sanadnya tidak termasuk kedalam hadits
shohih.
- Rowinya adil
Adil adalah orang yang lurus agamanya, baik akhlaqnya, dan selamat dari
kefasiqan.
- Rowinya dhobit
Sadarnya seorang perowi ketika menerima hadits dan memahaminya apa yang
didengarnya. Dan menjaganya sejak ia mendengarnya sampai ia menyampaikannya
kepada muridnya. Agar tidak terjadi perubahan, pengurangan, atau pun penambahan
dalam haditsnya. Dia juga mampu memahami makna hadits yang disampaikan
kepadanya.
- Rowinya tidak menyimpang
Maksudnya adalah tidak menyelisihi perowi yang tsiqoh.
- Rowinya selamat dari cacat
Maksudnya adalah hadits tersebut periwayatannya tidak terputus sanadnya
baik mursal, munqothi’, ataupun mudalas. Dan lain sebagainya yang
termasuk dalam kecacatan hadits.
C. Pembagian
hadits shohih
Hadits shohih dibagi menjadi 2 (dua):
1. Shohih lidzatihi
Merupakan
sifat tertinggi dalam penerimaan sebuah hadits. Dalam drahat shohih
lidzatihi mencakup semua sifat atau ciri dari hadits shohih.
2. Shohih lighoirihi
Yaitu hadits
yang belum memenuhi sifat tertinggi dari sifat diterimanya sebuah hadits.
Seperti jika seorang perowi sebuah hadits adil, namun tidak sempurna
kedhibitannya (hafalannya).
D. Sanad
paling shohih
Dalam periwayatannya,
hadits memiliki silsilah sanad yang menjadi tolak ukur kedudukan hadits
tersebut. Maka silsilah hadits ada yang memiliki drajat tertinggi dan ada yang
memiliki drajat terendah. Dalam periwayatan hadits ada 5 sanad tertinggi yang
disebut sanad paling shohih. 5 silsilah
sanad tersebut diantaranya:
Ø Az zuhri dari salim bin
abdulloh bin umar, dari ibnu umar
Ø Diriwayatkan dari
sulaiman a’mas, dari ibrohim an nakhoi, dari alqomah bin qois, dari abdulloh bin
masud,
Ø Imam bukhori
dan lainnya berkata yang paling shohih sanadnya apa-apa yang diriwayatkan oleh
imam malik bin anas, dari nafi’ maula ibnu umar, dari ibnu umar.
Ø Ibnu sirin
dari ubaidah dari ali bin abi tholib. Hal itu diriwayatkaan dari ibnu al madani
dan al fallas.
Ø Az zuhri dari
ali bin Husain dari bapaknya dari ali. Hal itu diriwayatkan dari abu bakar bin
abi syaibah.
Dari kelima sanad paling
shohih tersebut, masih ada yang paling shohih yang dikenal dikalangan ahli
hadits dengan silsilatudz dzahab (jalur periwayatan emas). silsilatudz
dzahab adalah apa yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Imam Asy-Syafi’, dari
Imam Malik, dari Nafi’, dari Ibnu Umar Radhiyallau ‘Anhu.
E. Makna
dari ‘shihul isnad’
Kita tahu bahwasannya
hadits shahih adalah hadits yang terkumpul di dalamnya 5 syarat. Maka para ahli
hadits wajib mengamalkan kelima syarat tersebut. Akan tetapi sebagian para
pengkritik hadits yang adil mereka menulis ‘hadits shahih’ kepada perkataan ‘hadits
shahihul isnad’. Karena takut akan kecacatan matan atau penyelewengan, maka
shahihul isnad tanpa matan dalam perkara ini tidak menentukan shohihnya
sanad juga shohihnya matan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “dan barang
siapa yang tidak ragu atas apa-apa yang di dalamnya, sesungguhnya imam merekalah
yang tidak adil tentang perkataannya ‘shohih’ kepada perkataan ‘shohihul
isnad’. Kecuali dengan perkara-perkara tertentu. Maka makna sesungguhnya adalah
shohihul matan.”
Dan seharusnya isyarat
ini digunakan oleh para ulama hari ini ketika hendak menshohihkan sebagian
hadits, maka mereka menyertakan kalimat ‘Shohihul isnad’. Karena kalimat
tersebut akan membawa kepada kehati-hatian dan ketidakraguan dalam meriwayatkan
sebuah hadits shohih.
Dalam bab fikih tidak
banyak ditemukan syarat-syarat hadits shohih yang dicantumkan. Maka penulis
kitab-kitab fikih tersebut menuliskan dalam babnya: “yang shohih dalam bab ini
adalah demikian dan demikian.”. hal tersebut tidak mampu menunjukkan keshohihan
hadits. Dan terkadang hadits tersebut justru dho’if atau lemah. Karena
tidak ditemuakan di bab-bab lain kecuali hanya dalam bab itu. Yang dimaksud
mereka adalah yang paling rajih dalam bab tersebut.
F. Pembukuan
hadits shohih
As-Sunnah atau hadits
Nabi ﷺ mulai
dibukukan pada abad pertama tahun Hijriyah. Dan hadits-hadits yang dibukukan
masih memiliki sedikit sanad sehingga keshohihannya masih bisa dijamin.
Sedangkan hadits shohih sendiri dibukukan secara khusus pada akhir abad keempat
Hijriyah. Pada periode ini hadits mulai diautentikasi yaitu memisahkannya dari
perkataan sahabat, tabi’in, dan syarhnya. Juga menyeleksi hadits-hadits, dan
lebih banyak menuliskan hadits yang periwayatannya maqbul (diterima). Diantara karya-karya para ahli hadits pada
periode ini adalah sebagai berikut:
1.
Kitab Shohihain
a. Shohih
Bukhori
1) Nasab dan kelahiran
Beliau lahir tahun 809 m/194 H di Bukhara, sedangkan nama aslinya
ialah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin
Bardizhah al-Ju'fi al-Bukhari. Lahir hari Jum’at 13 bulan syawal
tahun 194 H di kota Bukhora.
2)
Rihlah ilmiyah (masa kecil)
Imam bukhori awal belajar semasa kicil berada
di Bukhoro pada tahun 205 H, kemudian beliau bersama ibu dan kakak laki-lakinya
pergi ke Hijaz untuk haji pada tahun 210
H, setelah itu beliau belajar kepada para syaikh yang berada di Madinah.
Setelah itu
beliau belajar di beberapa kota, yaitu :
·
Baghdad
|
·
Madinah
|
·
Basroh
|
·
Mesir
|
·
Kuffah
|
·
Syam
|
·
Makkah
|
|
Beliau wafat di desa Khorantak 2 farsakh dari Samarkhond 30 romadhon 256 H.
3)
Hadits imam bukhori
Imam bukhori meriwayatkan sebanyak 100.000
hadits shahih. dan beliau juga menghafal sebanyak 200.000 selain hadits shahih.
4)
Kitab al jami’ shohih
Didalam kitab ini ada sebanyak 9082 hadits dengan pengulangan, kitab ini dikerjakan selama 16 tahun. Pada masa beliau kitabnya telah disimak oleh
90.000 orang.
Sesungguhnya iman Bukhori
tidak menuliskan syarat hadits yang diriwayatkannya, namun para ulama yang telah
memela’ah kitab ini menemukan adanya beberapa Syarat dalam kitab al jami’
shohih, yaitu :
1.
Periwayatannya dari orang yang telah dikenal dengan keadilannya
kedhobitannya dan profesionalitasnya.
2.
Semasa dengan perowi hadits
3.
Bertemu langsung dengan sang perowi.
Imam bukhori
memberi nama kitabnya “Kitab al Jami’ Shohih “ akan tetapi Para ulama memberi nama dengan nama lain yaitu Al Jami’ As Shohih Al Musnad Al Mukhtashor Min
Umuri Rosulillah Wa Sunnanihi Wa Ayyamihi.
Penjelasan AL JAMI’, AS SHOHIH dan MUSNAD
´ AL JAMI’: mengumpulkan
hukum, fadhilah, akhbar, perkara madhiyah, perkara atiyah, dan adab.
´ ASH SHOHIH: menjaga
dari masuknya hadits dhoif dalam kitabnya.
´ MUSNAD: meriwayatkan
hadits yang sanadnya bersambung dari sahabat hingga Rosululloh.
b. Shohih
Muslim
1)
Biografi singkat
Imam muslim
adalah ‘hujjatul muslim’ abu Husain muslim
bin hijaj al-qusairi an-naisaburi, lahir pada tahun 204 H. Dan ada juga
yang mengatakan tahun206 H. dan ia menuntut ilmu sejak kecil pada tahun 218 H,
dan ia mendapatkan ilmu nya dari syaikh-syaikh yang ada di sekitar desa nya,
kemudian ia juga mencari ilmu ke Baghdad, dan ia banyak menemui ahlul hadits di
sana, selain mencari ilmu di Negara Baghdad ia juga mencari kenegara-negra lain
seperti, Iraq, syam, mesir dan Negara-negara lainnya. Dan ia juga dan ia juga
banyak menjawab pertanyaan-partanyaan yang di lontarkan oleh iam bukhori naisaburi, dan ia juga mengetahui
fadhilah-fadhilah ilmu tersebut, dan ilmu beliau memang sangat luas, dan beliau
juga meriwayatkan hadits dari imam ahmad bin hanbal dan juga dari ayaikh bukhori ishaq bin
rohawiyah dan dari banyak lagi.
Dan imam
muslimbanyak meriwatkan hadits dari banyak ahlul ilmi, sepertiimam tirmidzi,
ibnu khuzaimah, yahya bin sho’id, dan Abdurrahman bin abi hatim. Imam muslim
mendapat derajat yang tinggi dalam masalah ilmu, dan adapun imam-imam
menjadikannay sebagai oaring yang paling tahu dalam masalah hadits shohih dari
pada syaikh-syaikh yang lain pada masa itu.
Imam muslim
wafat pada tanggal 25 rajjab pada tahun 261 H di )salah
satu tempat yang telah di misnahkan) di salah satu kota yang terletak di
naisaburi. Dan ia meninggalkan lebih dari 20 musnaf hadits dan ilmu-ilmu
lainnya yang telah ia sangat kuasai dan yan ia sangat pahami.
2)
Shohih muslim
Didalam
kitabnya yaitu kitab shohih muslim terdapat 300 ribu hadits yang ia tulis,
dengan cara mendengarnya secara langsung. Beliau mengambil hadits, mempelajari,
serta menala’ahnya dengan begitu hamasah selama sepuluh tahun. Beliau berkata
3)
Muwazanah (perbandingan) antara imam bukhori dan imam muslim
Telah terbukti bahwasanya imam
bukhori dan muslim memiliki keluasan ilmu dalam penyusunan kitab hadits-hadits
shohih, dengan penyusunan yang sangat baik. Yang didalam penyusunan tersebut
telah mencakup persyaratan-persyaratan yang shuhih yang tidak ada ulama yang
berselisih lagi terhadap musnaf mereka. Maka dalam hal tersebut ulama telah
bersepakat bahwasanya musnaf mereka adalah musnaf tershohih kedua setelah
al-qur’an, syaikh imam ibnu Taimiyah berkata: tidak ada kitab tershohih di muka
bumi ini kecuali kitabnya imam bukhori dan imam muslim setelah al-qur’an.
Kitab yang di
susun imam bukhori dan imam muslim sama keshohihannya, hanya saja dalam
penyusunan kitabnya berbeda. Imam bukhori menyusun kitabnya berdasarkan bab,
dan banyak pengulangan hadits dalam bab-bab tertentu. Sedangkan imam muslim
menyusun kitab nya bberdasarkan judul hadistnya dan tidak terdapat pengulangan
hadits di dalam kitabnya.
Dan para
jumhur dari kalangan ahlul ilmi, mengedepankan shohih bukhori daripada shohih
muslim dikarnakan didalam shohih bukhori terdapat lebih banyak fawaidnya
disbanding shohih muslim.
4)
Apakah di dalam kitab shahihain
sudah mencakup semua hadits yang shahih?
Tidak semua hadits shahih tertulis di dalam kitab shahihain.
Imam Bukhari berkata: “aku tidaklah memasukkan hadits pada kitab shahihain
kecuali hadits yang shahih. Dan aku meninggalkan hadits-hadits shahih yang lain
karena aku khawatir akan terlalu panjang (banyak)”.
Imam Muslim berkata: “tidak semua hadits shahi
yang aku miliki aku masukkan ke kitab shahihain, yang aku masukkan pada kitab
shahihain hanyalah hadits yang menurut ijma’ shahih yang memenuhi syarat-syarat
shahih menurut ijma’”.
Ada beberapa hadits shahih yang belum
dicantumkan di dalam kitab shahihain, diantaranya terdapat dalam kitab-kitab
sunan dan masaanid, seperti shahih ibnu Huzaimah, shahih ibnu Hibban dan lain
sebagainya.
5) Tingkatan
hadits shahih dibanding dengan kitab shahihain
a)
Shahih yang diriwayatkan Bukhari
dan Muslim maka Ahli Hadits menamakannya Muttafaqun ‘Alaih
b)
Shahih yang diriwayatkan Bukhari
c)
Shahih yang diriwayatkan Muslim
d)
Kemudian tingkatan selanjutnya
e)
Shahih yang memenuhi syaratnya
(Bukhari & Muslim) akan tetapi tidak ditakhrij oleh Bukhari dan Muslim
f)
Shahih yang memenuhi syarat Bukhari
tetapi Bukhari tidak mentakhrijnya
g)
Shahih yang memenuhi syarat Muslim dan
tidak ditakhrij olehnya
h)
Shahih menurut selain Bukhari dan
Muslim
6) Sunan Al-Arba’ah
Di dalam sunan Al-Arba’ah terdapat hadits
shahih, hasan, dan dhaif. Para Ulama mengambil nash-nash dari sunan Al-Arba’ah,
tapi para Ulama tidak menafikan kitab shahihain, sunan Abu Daud, Tirmidzi,
Nasa’I, dan sebagainya.
Sunan
Al-Arba’ah ada 4:
Ø Sunan Abu Daud
Ø Sunan
At-Tirmidzi
Ø Sunan
An-Nasa’i
Ø
Sunan Ibnu Majah
2.
Kitab-kitab Sunan dan Musnad
a. Abu
Dawud As-Sijistani
Abu Daud As-Sijistani 202-275H
Abu Daud lahir pada tahun 202H dan wafat pada
16 syawwal tahun 275H, makamnya berada disamping kuburan Sufyan Ats-Tsauri.
Nama beliau Imam Ats-Tsabit Sayyidul Huffadz
Sulaiman bin Al-Asy’at bin Ishaq Al-Azdi As-Sijistani.
Rihlah Thalabul ‘Ilmi: Hijaz, Syam, Mesir,
Iraq, Jazirah Arab, dan Khurasan.
Mu’allim: ABi Amru Adh-Dhariri, Al-Qa’naby,
Abi Walid Ath-Thayalisi, Sulaiman bin Harby, Imam Ahmad bin Hanbal, dan
sebaginya.
Sunan Abu Daud memuat bab fiqh yang di
dalamnya membahas hadits ahkam, di dalamnya tidak terdapat tentang Qishas,
Mau’idzah, Khabar-Khabar, Fadhailul A’mal, dan lain sebaginya.
Abu Daud menulis ilmu-ilmu syar’I yang
dimilikinya dalam kitab karangannya mencapai 12 Mushannifaat. Abu Daud telah
menulis 500.000 hadits dan yang dimuat di dalam kitab 4.800 hadits, dan para
Ulama menetapkan jumlah seluruh hadits Abu Daud 5.274.
Abu Daud telah menyebutkan di dalam kitabnya
mana hadits yang shahih, syubhat, yang mendekati shahih, dan mana hadits yang
sangat lemah.
Dan jika di dalam kitab Abu Daud terdapat
hadits yang mungkar maka Abu Daud pasti menjelaskan bahwa hadits tersebut
adalah mungkar. Ibnu Al-A’raby berkata, “jika ada seseorang yang tidak memiliki
ilmu kecuali Al-Qur’an dan kitab ini (sunan Abu Daud) maka ia tidak akan
membutuhkan ilmu lagi selama-lamanya.”
b. Imam
At-Tirmidzi
1) Biografi Singkat
Imam Al-Tirmidzi nama lengkapnya adalah Abu Musa Muhammad Ibn Isa Ibn
Saurah Ibn Musa Ibn Adh-Dhahak Al-Sulami Al-Bughi Al-Tirmidzi Al-Imam Al-Alim
Al-Bari’[4].
Ada yang mengatakan Beliau adalah Imam Hafidz abu Isa Muhammad bin
Isa bin Surroh At Tirmidzi[5].
Al Sulami dibangsakan dengan Bani Sulaym, dari kabilah ‘Aylan, sedangkan Al
Bughi adalah nama desa tempat Al Imam lahir dan wafat, yaitu di Bugh. Ahmad
Muhammad Syakir menambahnya dengan sebutan Al-Dhahir karena ia mengalami
kebutaan di masa tuanya[6].
Beliau lahir
Lahir pada thn 200 h di dusun bauj desa tirmidz,[7]
yaitu satu kota yang terletak di arah selatan dari sungai Jaihun, bagian
selatan Iran.
Sebagai mana ulama hadits lain Imam Al-Tirmidzi sejak kecil sudah bergelut
dengan hadits, Semangatnya dalam belajar hadits membuatnya melalangbuana ke
berbagai negeri untuk berguru kepada ulama ahli hadits terkemuka. Imam
Al-Tirmidzi pernah ke Hijaz dan belajar dengan ulama Hijaz Iraq, Khurasan
belajar dan menuntut ilmu dari Ishaq Ibn Rahawayh, dan sebagainya. Menurut Al
Khatib Al Baghdadi Qutaibah Ibn Sa’id Al-Madani lama Imam Al-Tirmidzi belajar
hadits diperkirakan lebih dari 35 tahun.[8]Diantara
guru Imam Al-Tirmidzi adalah: Al Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, dan lainnya.
Di akhir
kehidupannya, imam at Tirmidzi mengalami kebutaan, beberapa tahun beliau hidup
sebagai tuna netra, setelah itu imam atTirmidzi meninggal dunia. Beliau wafat
di Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H[9]
bertepatan dengan 8 Oktober 892, dalam usia beliau pada saat itu 70 tahun.
2)
Karya Monumental
Semasa hidup
beliau, beliau banyak menulis kitab-kitab. Dan setelah eliau wafat, beliau
meninggalkan banyak karangan dalam bidang hadits dan lainnya. Dan karangan
beliau yang paling terkenal dalam bidang hadits adalah kitab JAMI’ atau yang
terkenal dengan sunan tirmidzi, atau jami’ tirmidzi, semua benar dan untuk
menggambarkan hadits-hadits dalam kitab tersebut maka dinamai dengan jami’
shohih.[10]
Yang dalam kitab tersebut hadits shohih, Hadits hasan, Hadits dhoif, kecacatan
hadits, istinbatul ahkam, Rowi tsiqot dan matruk, istilah- istilah hadits, dan
lainnya.
c. Imam
An-Nasa’i
Beliau adalah
Imam Al-Hafizh syaikh islam Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali Al khurasan.
An-nasa’I dengan membuka nun dan sin dinisbatkan kepada negri nasa’I bakhrasan.
Beliau lahir pada tahun (215 H), beliau dari kecil sudah menuntut ilmu, pada
umur 15 tahun beliau memulai rihlah mencari ilmu. Beliau mendengar bahwa ada
ulama’ besar pada masa hidupnya dinegri hijaz, irak, mesir, syam, dan jazirah
arab. Kemudian beliau bertempat tinggal dimesir.
Beliau pada masa itu orang yang paling
berilmu, tiada bandingannya pengetahuan dan keyakinannya dan beliau adalah orang
yang paling tinggi derajat sanadnya pada masa itu, maka pada masa itu terjadi
peristwa sangat banyak. Dan apabila dilihat dari sisi keilmuannya tentang
hadist dan ilmunya itu lebih fakih imam syafi’i.
Beliau adalah
orang yang rajin beribadah siang dan malam, dan berpegang teguh terhadap
Sunnah, dan beliau menjauhkan diri dari perbuatan dosa, dan beliau orang yang
cerdik /pandai terhadap muru’ah.
Beliau
meninggal ketika keluar dari mesir pada bulan dzul qo’dah pada tahun 302 H dan
meninggal di palestina di arromlah pada hari senin (13) shafar tahun (303 H)
dan beliau dikiburkan di baitul maqdis rahimahu Allah.
Karangan imam An-nasa’I dalam sunannya, dan
belum keluar didalamnya tentang rowi para pengkritik (hadist) atas
meninggalkannya. Maka dari itu sunan ini meliputi hadish shahih, hasan dan
dhoif. Dan setelah menyeselaikan menulis kitab (sunan kubro), kemudian beliau
memberikan kepada Amir ramlah, maka beliau berkata kepada imam an-nasa’i:
apakah didalamnya semuanya shahih? Maka beliau menjawab: didalamnya ada shahih,
hasan dan apa yang dekat denganya. Maka amir berkata kepada imam An-nasa’i:
maka tulislah untuk kita apa yang shahih saja darinya. Maka direvisi dari sunan
kubro manjadi sunan sugro. Maka dinamakan bukunya almujtabi min sunan dan ada
yang berkata dinamakan almujtani maka ini satu makna.
Sunan sugro
ini sedikit hadist dhoifnya,maka seperti apa yang ada ditangan kita sekarang,
dan banyak para muhadisin bersandar
dalam mengambil hadist beliau dengan buku ini.
Dan jumlah
hadist beliau dalam mujtani berjumlah (5761) lima ribu tujuh ratus enam puluh
satu hadist. Dengan jumlah hadist ini maka buku ini,buku kedua setelah dua buku
shahihaini (bukhari dan muslim) dalam hadist yang dhoif dan sesorang yang
cacat. Dan derajatnya sama dengan sunan abu daud atau apa yang mendekatinya.
Kita telah mengetahui imam nasa’i orang yang sangat teliti dalam pemeriksaan,
dan orang yang teguh dengan manhajnya didalam bukunya, berbeda dengan abu Daud
beliau dalam hal penjagaan dengan bertambahnya matan dan lafadz hadist yang
beliau pelihara dengannya hadist-hadist para fuqoha’. Dan dengan ini buku
An-nas’I buku kedua dalam sunan ar-ba’ah.
d. Imam
Ibnu Majah Al-Qazawaini
Nama beliau adalah Hafidz Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al qozwayni, yang
lebih dikenal dengan Ibnu Majah. Dan nama majah julukan dari
ayahnya.Beliau lahir pada tahun 209 H di qozwim. Adapun rihlah tholabul ilmi
beliau adalah di irak, syam, hijaz, mesir, dan kota-kota lainnya. Dan beliau
memiliki seorang syaikh pada masa beliau yang bernama Muhammad bin Abdullah bin
Namir. Banyak yang meriwayatkan tentang akhlak beliau salah satunya adalah
Alkholili, berkata: “Ibnu majah adalah orang yang sangat terpercaya, disepakati
hadits-haditsnya, diterima hujjahnya,dan memiliki banyak pengetahuan dan
hafalan. Imam ibnu majah memiliki derajat yang dalam keilmuannya. Dan beliau
adalah seorang periwayat hadits pada masanya, seorang syaikh dalam tafsir.
Beliau meninggal pada 22 ramadhan, pada tahun 273 H.
Kemudian
beliau menulis kitab tafsir ,hadits,dan tarikh, adapun kitab yang terkenal
dalam tulisannya adalah kitab sunan. Beliau telah menulisnya pada bab-bab fiqih
seperti pada shohih bukhori, muslim ,sunan abu daud, nasa’I dan tirmidzi. Dan
beliau tidak mengeluarkan hadits yang shohih saja melainkan beliau juga
menggabungkan antara hadits shohih dan hasan, lemah dan kuat. Maka oleh
sebab inilah banyak para ulama yang
tidak memasukkan kitab beliau pada kutubusittah sebelum abad ke 6.
Adapun orang yang pertama kali memasukkan kitab- kitab ibnu majah kedalam kutubukhomsah
adalah abu fadl Muhammad bin tohir al maqdisi (448-507H) ke dalam kitab Athrof
kutubusittah .Dan oleh sebab ini pula kitab hadits yang dianggap bertambah
menjadi enam. Kemudian menyusul setelah beliau para ahli ilmu setelahnya.
Adapun ulama sebelum itu dan sebagian ulama sesudahnya menghitung kitab
muwattho’ itu lebih shohih dari pada kitab sunan milik ibnu majah.dan para
ulama’ lebih mendahulukan muwattho’
disbanding kitab ibnu majah karena, muwattho’ lebih shohih dari ibnu majah dan
karena dalam kitab sunan milik ibnu majah tersebut hanya merupakan sedikit
tambahan dari kutubu khomsah. Adapun jumlah hadits yang ada di dalam kitab ibnu
majah berjumlah 4341 hadits yang terdiri dari 3.002 hadits yang kemudian yang
3.000 ditakhsis oleh beliau sendiri dan yang 2 nya ditakhsis oleh penulis kutubu
khomsah.
e. Musnad
Imam Ahmad
1) Biografi
singkat Imam Ahmad
Kitab yang memuat
hadits-hadits shohih selanjutnya adalah Musnad Imam Ahmad yang ditulis oleh
Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau bernama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin
Hilal Asy-Syaibani. Dilahirkan di kota Baghdad pada bulan Rab’ul Awal tahun 164
H (780 M). Tepatnya pada masa pemerintahan Daulah Abasiyah yang pada saat itu
dipimpin oleh Khalifah Muhammad Al-Mahdi.
Imam Ahmad telah dikenal
sebagai ahli hadits dan ahli fiqih setelah berguru kepada banyak ahli hadits
dan ahli fiqih pada masanya. Diantara ahli hadits yang menjadi guru beliau
adalah: Yahya bin Sa’id Al-Qahthan, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun,
Sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud ath-Thayalisi. Sedangkan dari kalagan ahli
fiqih diantaranya adalah: Waki’ bin Jarrah, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan
Abu Yusuf, sahabat Abu Hanifah, dan lainnya.
2) Karya
monumental
Imam Ahmad telah
menelurkan karyanya yang menumental. Yaitu sebuah kitab yang berisi hadits
shohih yang disusun berdasarkan nama para sahabat yang meriwayatkan hadits.
Kitab ini ditulis pada awal abad ke 3 H. Karena pada masa itu telah dimulai
usaha untuk membersihkan hadits-hadits dan fatwa-fatwa ulama yang tidak
termasuk hadits. Kitab hadits itu diberi nama Al-Musnad atu yang lebih
dikenalhari ini oleh kalangan ahlul ilmu dengan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
3) Sistematika
penulisan Al-Musnad
a. Jumlah hadits dan
perowinya
Al-Musnad tersusun dari
30.000 hadits dalam 24 juz dan
kebanyakan riwayat terdapat dalam buku ini. Imam Ahmad rahimahullah
tidak mengkategorisasikan bukunya menurut tema, namun beliau lebih cenderung
mengkategorisasikannya menurut riwayat-riwayat sahabat berdasarkan nama-nama
mereka yang meriwayatkan hadits.[11]
Para sahabat yang meriwayatkan hadits dalam Al-Musnad hampir berjumlah 800
orang sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Para sahabat yang menjadi
perowi dalam Al-Musnad disusun oleh Imam Ahmad berdasarkan urutan berikut[12]:
1)
Sepuluh orang shahabat yang dijamin
masuk surga.
2)
‘Abdurrahmaan bin Abi Bakr, Zaid
bin Khaarijah, Al-Haarits bin Khazamah, dan Sa’d bin Maulaa Abi Bakr.
3)
Musnad Ahlul-Bait.
4)
Musnad dari banyak shahabat, di
antaranya : Ibnu Mas’uud, Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Abu Sa’iid Al-Khudriy,
Jaabir, Anas, Ibnu ‘Amru bin Al-‘Aash, dan yang lainnya.
5)
Musnad penduduk Makkah (Makiyyiin)
6)
Musnad penduduk Madiinah (Madaniyyiin).
7)
Musnad penduduk Syaam (Syaamiyyiin).
8)
Musnad penduduk Kuufah (Kuufiyyiin).
9)
Musnad penduduk Bashrah (bashriyyiin).
10)
Musnad Al-Anshaar.
11)
Musnad ‘Aaisyah dan para
shahabiyyaat.
12)
Kabilah-kabilah yang lain.
Ada beberapa pendapat
para ulama yang menyatakan jumlah hadits dalam Al-Musnad:
1. Menurut Ibnu Samaak
Ibnu Samaak berkata: “Telah menceritakan kepada kami Hanbal, ia berkata :
“Ahmad bin Hanbal mengumpulkan kepada kami, yaitu aku, Shaalih, dan ‘Abdullah;
dan beliau membacakan kepada kami Al-Musnad yang tidak ada yang
mendengarnya selain kami. Beliau berkata : ‘Kitab ini (yaitu Al-Musnad)
aku kumpulkan dan aku pilih dari lebih 750.000 hadits. Dan apa yang
diperselisihkan kaum muslimin dari hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, maka merujuklah kepadanya. Apabila kalian mendapatkan padanya
(hadits tersebut, maka itu dapat dipergunakan sebagai hujjah). Namun jika
kalian tidak mendapatkannya, maka ia tidak bisa digunakan sebagai hujjah” [As-Siyar,
11/329].
2. Menurut Musaa Muhammad
bin Abi Bakr Al-Madiny rahimahullah
Beliau berkata: “Adapun jumlah hadits dalam kitab Al-Musnad, maka
aku senantiasa mendengar dari ucapan manusia bahwa ia berjumlah 40.000 hadits,
hingga aku membacakannya kepada Abu manshuur bin Zuraiq di Baghdaad : Telah
mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Khathiib, ia berkata : Telah berkata
Ibnul-Munaadiy : ‘Tidak ada di dunia seorang pun yang meriwayatkan dari ayahnya
lebih banyak darinya, yaitu ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal. Karena ia
mendengar Al-Musnad yang jumlahnya 30.000 hadits, dan Tafsiir
yang jumlahnya 120.000 hadits’.... Aku tidak tahu apakah yang disebutkan
Ibnul-Munaadiy adalah hadits yang tidak diulang-ulang ataukah hadits lain yang
diulang-ulang? sehingga kedua perkataannya itu bisa benar...” [Khashaaish
Musnad Al-Imaam Ahmad, hal. 15].
4) Drajat
hadits-hadits dalam Al-Musnad
1. Shohih
Menurut Ibnu
Rajab, Imam Ahamad meninggalkan riwayat orang-orang yang tertuduh berdusta dan
juga yang banyak kelirunya akibat kelalaian dan jeleknya hafalan mereka.
2. Hasan dan Dho’if
Keduanya dapat
dijadikan hujjah. Imam Asy-Syuyuthy berkata: “Apa yang ada didalam Al-Musnad
semuanya diterima, sesungguhnya hadits dho’if yang ada dalam Al-musnad
drajatnya mendekati hasan.”
5) Syarat
Hadits Imam Ahmad
Ada beberapa syarat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang
diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau berkata: “Syarat kitab Al-Musnad
lebih kuat dibandingkan syarat Abu Daawud dalam Sunan-nya. Abu Daawud
telah meriwayatkan dalam Sunan-nya dari para perawi yang ditolak oleh
Ahmad dalam Al-Musnad. Oleh karena itu, Al-Imaam Ahmad tidaklah
meriwayatkan dalam Al-Musnad dari perawi yang diketahui telah sering
berdusta semisal Muhammad bin Sa’iid Al-Mashluub dan yang lainnya. Akan tetapi beliau kadang meriwayatkan dari para
perawi yang dilemahkan karena faktor jeleknya hapalannya. Perawi tersebut
ditulis haditsnya untuk menguatkan (hadits lain) dan dijadikan sebagai i’tibar”
[Majmuu’ Al-Fataawaa, 18/26].
6) Susunan
penulisan kitab Al-Musnad
Kitab
Al-Musnad berisi 14 bagian:
a. Musnad al-‘Asyrah
al-Mubasyyirin bi al-Jannah (musnad sepuluh sahabat yang mendapatkan
jaminan masuk surga).
b. Musnad as-Sahabah
ba’da al-‘Asyrah (musnad sahabat yang selain sepuluh sahabat di atas).
c. Musnad Ahli al-Bait
(musnad sahabat yang tergolong Ahli Bait).
d. Musnad Bani Hasyim (musnad
sahabat yang berasal dari Bani Hasyim).
e. Musnad al-Muksirin
min as-Sahabah (musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadis).
f. Baqi Musnad
al-Muksirin (musnad sahabat yang juga banyak meriwayatkan hadis).
g. Musnad al-Makkiyyin
(musnad sahabat yang berasal dari Mekah).
h. Musnad
al-Madaniyyin (musnad sahabat yang berasal dari Madinah).
i. Musnad al-Kufiyyin
(musnad sahabat yang berasal dari Kufah).
j. Musnad
asy-Syamiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Syam).
k. Musnad al-Basriyyin
(musnad sahabat yang berasal dari Bashrah).
l. Musnad al-Ansar
(musnad sahabat Ansar).
m. Baqi Musnad
al-Ansar (musnad yang juga berasal dari sahabat Ansar).
n. Musnad al-Qabail
(musnad dari berbagai kabilah atau suku).
PENUTUP
Nabi ﷺ tidak
meninggalkan warisan apa pun kecuali din ini yang telah beliau sampaikan dalam
dakwahnya selama 23 tahun. Maka sudah sepatutnya seorang muslim menjaga warisan
ini. Dan tak ada sumber agama Islam yang lebih dipercaya dari pada warisan yang
Rasulullah ﷺ tinggalkan
berupa Al-Qur’anul Kariim dan Sunnahnya yang mulia. Oleh karena itu, sebagai umatnya seyogyanya kita menjaga dien ini dengan
cara mempelajari dien ini dengan benar. Dan mengajarkannya kepada orang lain,
serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu cara kita dalam menjaga dien ini adalah dengan mengetahui sunnah-sunnahnya
yang mulia. Hadits-hadits Nabi ﷺ diantaranya ada yang shohih dan ada yang tidak shohih. Dengan kita mampu
membedakan hadits-hadits shohih dari yang tidak shohih, berarti kita telah ikut
andil dalam menjaga dien ini agar terhindar dari penyimpangan. Banyak ulama’
telah mencurahkan segala jerih payah mereka hanya untuk mencari hadits shohih
langsung dari sumbernya yang terpercaya.
Dalam mempelajari hadits shohih, bukan hanya dengan mengetahui ciri-ciri
haditsnya saja. Namun kita juga harus mengenal orang-orang yang meriwayatkannya
bahkan kehidupan keseharian mereka. Begitu juga kita harus mengenal kitab-kitab
yang telah mereka tulis. Demikian makalah singkat ini yang didalamnya masih
terdapat banyak kekurangan. Maka pintu hati akan selalu terbuka untuk menerima
saran dan kritik dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Thahan, Dr. Mahmud, Ilmu
Hadits Praktis, alih bahasa: Abu Fuad, cet. III (Bogor: Pustaka Thariqul
Izzah, 2009)
Khattiib, Al-, Dr.
Muhammad ‘Ujaj, Ushulul Hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, cet. I (Beirut:
Daarul Fikr, 2006)
Farid, Syaikh Ahmad, 60 Biografi
ulama salaf,Penejemah : Masturi Irham Lc. Dan Asmu’I Taman, Lc.cet 1
Jakarta : Pustaka Al-Kautsar 2006
Sutarmadi, Dr. H. Ahmad al-iman
al-tirmidzi peranannya dalam pengembangan hadits dan fiqih,ciputat, PT
logos wacana ilmu, 1998
‘Alimi, Ibnu Ahmad, tokoh dan ulama hadits, Sidoarjo, Mumtaz,2008
Rehmani, Ar-,Syaikh Abdul
Ghaffar, Pengantar Sejarah Tadwin (Pengumpulan) Hadits, alih bahsa: Abu Salma bin Burhan
Yusuf al-Atsari, Maktabah Abu Salma, http://dear.to/abusalma
[1] Dr. Mahmud Thahan, Ilmu Hadits Praktis, alih bahasa: Abu Fuad, cet.
III (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009) hal: 39
[2] Dr. Muhammad ‘Ujaj
Al-Khattiib, Ushulul Hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, cet. I (Beirut:
Daarul Fikr, 2006), hal 200
[4] Syaik Ahmad Farid, 60 Biografi ulama salaf,Penejemah : Masturi Irham
Lc. Dan Asmu’I Taman, Lc.cet 1 Jakarta : Pustaka Al-Kautsar 2006 hal.550
[6] Dr. H. Ahmad Sutarmadi, Al-Iman Al-Tirmidzi Peranannya dalam Pengembangan Hadits dan fiqih,ciputat, PT logos wacana ilmu, 1998, hal 49
[11] Syaikh Abdul Ghaffar Ar-Rehmani, Pengantar Sejarah Tadwin
(Pengumpulan) Hadits, alih bahsa:
Abu Salma bin Burhan Yusuf al-Atsari, Maktabah Abu Salma, http://dear.to/abusalma, hal: 36
0 komentar:
Posting Komentar