Senin, 09 Mei 2016

Hukum Bersiwak



Muqoddimah

Bersiwak termasuk perkara yang disunnahkan dalam agama, karena ia merupakan usaha membersihkan mulut dan orang yang melakukannya akan mendapatkan keridhoaan Allah. Nabi Muhammad saw. Bersabda :
السواك مطهرة للفم مرضاة للرب
bersiwak adalah membersihkan mulut dan memperoleh keridhaan Allah.”[1]

Hadis ini menunjukkan bahwa bersiwak merupakan perkara yang dibenarkan oleh syara’ tanpa ditentukan waktu atau keadaan yang khusus. Ia disunnahkan pada setiap waktu dan merupakan sunnah yang mu’akkad, walau dalam keadaan apapun dan ia tidak pernah menjadi perkara yang wajib. Akan tetapi hukum bersiwak menurut beberapa fuqoha’ ini terdapat ikhtilaf, maka disini akan diulas oleh penulis. Wallahu’alam

A.    Pengertian Siwak

Kata siwak dari segi bahasa digunakan untuk perbuatan menggosok gigi dan juga untuk alat yang digunakannya. Dari segi syara’, ia berarti menggunakan ranting atau yang lain seperti pasta gigi atau sabun untuk menggosok gigi dan bagian sekelilingnya, dengan tujuan menghilangkan kuning gigi dan sejenisnya.

B.     Hukum Bersiwak Menurut   para fuqoha’
Ulama hanafi mengatakan bahwa bersiwak adalah sunnah pada setiap hendak berwudhu, yaitu sewaktu berkumur. Ulama Maliki juga mengatakan, ia adalah termasuk di antara perkara yang diutamakan dalam berwudhu dan dilakukan sebelum berkumur. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw..

لو لا اشق على امتي لأمرتهم با السواك مع كل وضوء 
“jika tidak karena (khawatir) memberatkan ummatku, maka niscaya aku perintahkan mereka supaya bersiwak pada setiap hendak berwudhu”[2]
Namun jika dia terlupa untuk bersiwak pada waktu berkumur ketika berwudhu, maka disunnahkan baginya untuk melakukan pada hendak mau shalat. Amalan bersiwak yang mengikut ulama Syafi’i dan Hambali ini adalah sunnah bagi setiap hendak melakukan shalat. Hali ini berdasarkan hadis abu hurairo yang diriwayatkan oleh jamaah dan telah disebutkan sebelum ini, ia bermaksud , “jika tidak karena khawatir memberatkan ummatku, maka niscaya aku perintahkan mereka supaya bersiwak pada setiap hendak melakukan shalat.”
Bersiwak juga sunnah dilakukan pada waktu berwudhu, yaitu setelah membasuh kedua tangan dan sebelum berkumur, dan juga pada bau mulut atau gigi berubah disebabkan karena tidur, makan, lapar, tidak berbicara dalam waktu yang lama, ataupun Karena banyak berbicara. Hal ini berdasarkan hadis hudzaifah yang bermaksud, “Apabila Rasulullah saw. Bangun malam beliau menggosok mulutnya dengan siwak.”[3]
            Keadaan lain yang dapat mengubah bau mulut bisa diqiyaskan dengan tidur ini.
Sebagaimana bersiwak  ini sangat perlu jika hendak mendirikan shalat atau disebabkan karena bau mulut yang berubah ataupun disebabkan karena bau mulut yang berubah ataupun disebabkan karena gigi yang berubah menjadi kuning, maka ia juga sangat perlu jika seseorang itu hendak membaca Al-Qur’an, berbicara tentang Agama, mempelajari ilmu syara’, berdzikir menyebut nama Allah, bangun tidur, memasuki rumah ketika dan pada waktu menghadapi kematian,[4] pada waktu sahur, setelah makan,setelah witir, dan bagi mereka yang berpuasa (untuk melakukannya) sebelum waktu dzuhur.[5] Ulama Syafi’i menambahkan, sebelum dan sesudah bersiwak disunnahkan mencungkil celah-celah gigi untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan.
Alasan bagi pendapat tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh jamaah selain Al-Bukhori dan At-Tirmidzi, dari Aisyah Ra. Dia berkata, “ Apabila Nabi Muhammad saw. Memasuki rumah, maka Rasulullah melakukannya dengan bersiwak.”
Ibnu majah juga meriwayatkan dari Abu Umamah, “Aku tetap akan bersiwak sehingga kadang aku merasa bimbang akan mencederakan dua gigi depanku”
Dari ‘Aisyah, ia juga menyebut bahwa Rasulullah saw. Setiap bangun tidurnya baik malam atau siang beliau tetap bersiwak sebelum berwudhu.[6]
Selain itu, tidur, makan, dan sebagainya merupakan penyebab yang dapat mengubah bau mulut, sementara bersiwak disyariatkan untuk menghilangkan bau yang tidak sedap tersebut serta menjadikannya harum.
Mengikuti ulama syafi’i dan hambali, makruh bersiwak bagi orang yang sedang berpuasa setelah matahari tergelincir, atau pun dalam masa setelah masuk waktu zuhur hingga terbenam matahari. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw dalam shahih Bukhori Muslim,
bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum disisi Allah dari pada bau minyak misk”
Kebaikan bau mulut yang disebut dalam hadist ini memberikan maksud ia perlu dikekalkan dan makruh dihilangkan. Hukum makruh ini berakhir setelah masuk waktu maghrib. Karena, pada waktu itu dia tidak lagi dihitung sebagai orang yang berpuasa. Penentuan massa setelah matahari tergelincir oleh Nabi Muhammad saw. Disebabkan karena perubahan bau mulut akan berlaku dengan jelas setelah waktu tersebut.


Ulama Maliki dan Hanafi berpendapat secara muthlak, orang yang berpuasa tidaklah makruh untuk bersiwak. Hal ini berdasarkan keumuman hadis sebelum ini yang menganjurkan bersiwak ia juga berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw.


            “Diantara sifat orang berpuasa yang baik adalah bersiwak”[7]

Rabi’ah bin Amir mengatakan, “aku tidak dapat menghitung berapa kali aku melihat Rasulullah bersiwak pada waktu Rasul sedang berpuasa”.[8]

Menurut Asy-Syaukani, sebenarnya amalan bersiwak dianjurkan bagi mereka yang berpuasa sejak dari awal pagi hingga sore hari, dan inilah pendapat yang dipegang oleh jumhur Ulama.



C.     Cara bersiwak dan alatnya
Seseorangbolehbersiwakdengantangankanannyadenganmemulaidarisebelahkanan yang meliputigigisebelahluardandalam.Iadigosoksecaramelintangdarigigidepan, hinggakegigigeraham. Setelahitu, kebagiantengahdansebelahkiri, kemudiandigosokjugasecaramembujurkebagianlidah. Cara iniberdasarkanhadisAisyahra,
“Nabi Muhammad saw. Sangatsukamemulakansesuatudarisebelahkanan, baikpadawaktumemakaisepatuataumenyisirrambut, dalambersucidandalamsegalaperbuatannya,”[9]
Iajugaberdasarkanhadis yang menyebutkan, “Apabilakamubersiwakmakalakukanlahsecaramelintang.”[10]
Bersiwakjugabolehdilakukanpadagigisecaramembujur. Akan tetapi, carainidianggapmakruhkarenaiamungkinmenyebabkangusiberdarahsertadapatmerusakgigi.
Selainitu, lidahjugasunnahuntukdigosoksecaramembujur, sebagaimana yang dinyatakanolehibnuDaqiq al-id berdsarkanhadis yang terdapat di dalamsunanabuDawud.[11]
Ulamahambaliberpendaat, bersiwakhendaklahdimulakandenganmenggosokgerahamsebelahkanan, bersiwakjugadapatdihasilkandenganmenggunakanbatang yang lembutsepertidarikayukurmadansebagainya, yang dapatmembersihkanmulutsertatidakmenyebabkanbahayadanhancurdidalamnya. Contohnya :sepertikayu arak dansikat, yang lebihbaikadalahmenggunakankayu arak (siwak) diikutidengankayukurma. Setelahitukayu-kayu yang mempunyaibauharumdandiikutidengankayukering yang dilembutkandengan air, kemudiankayuud.Menggunakansiwak orang laintidaklahmakruhjikadia member izin. Jikatidakmakahukumnyaadalah haram. Abu daud
tidakadasiwakmeriwayatkandariAisyahr.a.diaberkata “Rasulullahbersiwakdandisampingnyaadadua orang laki-laki, salahsatunyalebihtuadaripada yang lain. LaluwahyuditurunkankepadaRasul yang berkaitandengankelebihanbersiwak, supayadiberikansiwakitukepada yang lebihtua di antaramerekaberdua.”
MenurutpendapatulamaHanafidan Maliki, bersiwakdapatdilakukandenganmenggunakanjari. Hal inibolehdilakukanjikayang lain. Ali r.a.menyatakan, mengggosokmenggunakanjaritelunjukdanibujaridapatdianggapsebagaibersiwak. Al-Baihaqydan lain-lain telahmeriwayatkansatuhadisdariAnnas yang disandarkankepadaNabi Muhammad saw. Yang berisi, “mencukpiuntukbersiwakdenganmenggunakanjari.”[12]
Ath-ThabranimeriwyatkandariAisyahr.aDiaberkata:

قلت يا رسول الله, الرجل يذهب فوه يستك؟ قال : نعم, قلت : و كيف يصنع؟ قال يدخل اصبعه في فيه فيدلكه

“ Aku telah bertanya kepada Rasulullah, apaka orang laki-laki yang tidak memiliki gigi juga perlu bersiwak? Jawab beliau “ya” aku bertanya lagi, bagaimana dia dapat melakukan? Jawab beliau hendaklah dia memasukkan jarinya kedalam mulut dan menggosoknya”[13]

Menurut pendapat yang paling ashah dikalangan ulama syafi’i dan ulama Hambali, bersiwak dengan menggunakan jari tidak dapat berhasil. Begitu juga dengan menggunakan kain menurut pendapat ulama Hambali. Menurut ulama syafi’i bersiwak dapat dihasilkan jika menggunakan benda yang keras.menggunakan dengan jari tidak dinamakan bersiwak, serta tidak dianjurkan oleh syara’. Ia tidak mampu membersihkan seperti yang dihasilkan jika menggunakan kayu siwak.
Setelah kayu siwak digunakan, maka hendaklah dicuci dengan air untuk menghilangkan apa yang ada padanya. Aisyah r.a mengatakan, “ setelah nabi muhammad saw. Bersiwak, maka Rasul memberikan siwaknya kepadaku untuk dibersihkan. Lalu aku mulai membersihkannya. Setelah itu aku bersiwak dengannya, kemdudian aku mencucinya lagi, lalu aku serhkan kepada Rasul.”[14]
Semestinya bersiwak tidak dilakukan dengan menggunakan kayu delima, kayu raihan, alas dan batang kayu yang berbau, karena ia dapat menimbulkan bahaya pada daging mulut. Selain itu, ia tidak dapat menghasilkan kebersihan yang diperlukan. Ayara’ juga tidak menginginkan perkara-perkara tersebut. Nabi muhammad saw bersabda,
janganlah kamu bersiwak menggunakan batang kayuraihan dan juga batang kayu delima, karena keduanya dpat membawa bibit penyakit kusta.”[15]
Batang gandum dan juga batang hulaf serta sebagainya yang dapat menyebabkan bahaya dan melukai tidak patut digunakan untuk bersiwak, karena kedua-duanya bisa membawa kepada penyakit kusta. Bersiwak dan mencungkil gigi juga tidak patut dilakukan dengan menggunakan sesuatu yang tidak dikenali, agar ia tidak menyebabkan bahaya.
Apabila kamu bersiwak, maka hendaklah menyebut, “ Ya Allah, bersihkan jiwakau dan hapuskan dosaku”[16]
Sebagian ulama syafi’i berkata, pada waktu bersiwak hendaklah berniat untuk melaksanakn sunnah Nabi Muhammad saw.
Tidak makruh bersiwak didalam masjid, karena tidak ada dalil khusus yang menunjukkan ia makruh.
Ukuran panjang kayu siwak hendaklah tidak melebihi sejengkal. Jika lebih, maka hukumnya makruh. Dalam riwayat al-Baihaqy terdapat hadis dari jabir, dia berkata, “posisi siwak rasulullah saw. Adalah seperti posisi pena telinga tukang tulis.”







D.    Faedah Bersiwak
Para ulama menyebut bahwa diantara faedah bersiwak adalah ia dapat membersihkan mulut, mendapat keridhaan Allah, memutihkan gigi, mewangikan mulut, mengukuhkan gusi, melambatkan uban, mempercantik rupa, meningkatkan kecerdasan, melipatgandakan pahala, memudahkan tercabutnya roh, dapat menyebut kalimah syahadat pada waktu kematian,[17] dan sebagiannya yang telah disebutkan oleh al-hafiz ibnu hajar yang berjumlah sebanyak tiga puluh sembilan faedah.[18]

            Pada masa sekarang para dokter juga menasihati supaya menggunakan siwak untuk tujuan mengelakkan kerusakan serta kuning gigi, bengkak mulit dan gusi, mengelakkan  dari kerusakan yang mengelibatkan saraf, mata, dan pernafasan. Bahkan, bersiwak juga dapat menghalang dari terjadinya lemah ingatan dan lamaban berpikir serta akhlak yang buruk.


E.     PENUTUP
Dari hasil pemaparan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa :
Ulama Maliki dan Hanafi mengatakan bahwa bersiwak adalah sunnah pada setiap hendak wudhu, namun jika terlupa maka disunnahkannya ketika hendak memulai shalat.
1.      Ulama Syafi’i dan Hanbali mengatakan bersiwak sunnah pada setiap hendak melakukan shalat.
2.      Sunnah bersiwak pada saat berwudhu yaitu dilakukan setelah membasuh tangan atau sebelum berkumur-kumur
3.      Ulama syafi’i menambahkan disunnahkan ketika sebelum atau sesudah bersiwak untuk mencungkil celah celah gigi
4.      Ulama syafi’i dan hambali menghukumi makruh bersiwak bagi para shoim
5.      Sedangkan ulama maliki dan hanafi berpegang muthlak sebaliknya
6.      Jumhur ulama lebih berpegang bahwa bersiwak dianjurkan bagi para shoim

Wallahua’lambishshowab

DAFTAR PUSTAKA


Zuhail, az-, Wahbah.Al-Fiqh al-islamiwaAdillatuhu.Cet ke-2. Damaskus: Dar al-fikr. 1985.

Syaukani.Imam.Nailulauthar.
Hisni, al-, Taqiyuddinkifayatulakhyar Fi Halli ‘inayah al-ikhtisar. Cet.ke-2. Kairo: Al-Quds. 2012.
Munawwir, AchmadWarsonKamus al-Munawwir.EdisiKedua. Cet ke-14. Surabaya: PustakaProgresif.









[1]Riwayat imam ahmad dan an-nasa’i dari ‘aisyah .imam bukhori meriwayatkan hadis ini secara mu’allaq, dan ibnu hibban meriwayatkannya secara maushul (bersambung) (Nailul Authar , jilid 1 hal :102)
[2]Diriwayatkan oleh bukhori secara mu’allaq, juga diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan ibnu khuzaimah di dalam shahih-nya, ia dianggap shahih oleh al-hakim dari Abu Huroiro. Di riwayatkan juga oleh Ath-thabranidalam Al-Ausath dari Ali bin abi thalib dengan isnad yang hasan.
[3]Diriwayatkan oleh jama’ah kecuali at-Tirmidzi dari hudzaifah. Lafal dalam shahih al-bukhori dan muslim adalah, “apabila nabi Muhammad saw, bangun dari tidur, beliau mencuci mulutnya dengan bersiwak” (nailul authar, jilid 1 halaman 105)
[4]Bersiwak dapat memudahkan keluarnya roh. Diriwayatkan bahwa bersiwak itu dapat menyembuhkan segala penyakit kecuali maut. (asy-syarhush shagir, jilid 1 hal, 126)
[5]Fathul Qadir , jilid 1 halaman 15 dan seterusnya ; al-lubab jilid 1 halaman 14 asy-syarhush shogir, jilid 1 hal 124-126, al-majmu’ jilid 1 hal, 329-342 asy-syarhul kabir , jilid 1 hal 102 dst mughnil muhtaj jilid 1 hal 55 dst, almuhdzdzab jilid 1 hal 13, al-mughni jilid 1 hal 95-97 kasysyaful Qina’ , jilid 1 hal 78-81
[6]Riwayat imam ahmad dan abu daud
[7]Riwayat Ibnu Majah dari Aisyah
[8]Riwayat ahmad dan at-tirmidzi , ia berkata hadis ini hasan diriwayatkan juga oleh imam hadis yang enam dan ibnu khuzaimah. Al-Bukhori meriwayatkannya secara mu’allaq (Nailul Authar, jilid 1 hal:107)
[9]Muttafaq ‘alaih.
[10]Riwayat Abu Daud dalam al-marasil
[11]Dari abu  burdah dari ayahnya ia berkata, “kami menjumpai Rasulullah saw, dan aku juga lihat beliau sedang  bersiwak membersihkan lidahnya.” (abu daud as-sunan, jilid 1 hal 12; ibnu daqiq ql-id , al-umam hal 16)
[12]Para ahli hadis berselisih pendapat mengenai hadis ini, ibnu adi dan ad-daruquthni juga meriwayatkan hadis ini (Nailul Authar, jilid 1, hal 106; nashbur royah, jilid 1 hal, 10
[13]Dalam isnadnya ada perawih yang dhaif (majma’uz Zawa’id, jilid II hal, 100). Diriwayatkan oleh ahmad dari ali, bahwa Nabi Muhammad saw memintasatu kendi air lalu beliau membasuh muka dan telapak tangannya serta berkumur tiga kali, kemudian beliau memasukkan sebagian jari kedalam mulutnya, ini merujuk bahwa boleh bersiwak dengan jari (Nailul Authar, jilid 1, hal 106)
[14]Riwayat abu daud (sunan abu dawud, jilid 1 hal, 13)

[15]Riwayat muhammad ibnu husain al-azdi al-hafiz dengan isnadnya dari qalisah bin zu’aib
[16]Sebagian ulama menganjurkan ketika permulaan bersiwak hendaknya membaca, “ ya Allah putihkanlah gigiku, kuatkanlah gusiku, tetapkanlah leherku, dan berkatilah diriku, wahai yang maha pengasih.” Imam An-Nawawi mengatakan bahwa do’a ini tidak mengapa dibaca, walaupun tidak ada asal-usulnya, karean ia merupakan do’a yang baik(mughnil muhtaj, jilid 1 hal 56)
[17]Mughnil  Muhtaj, jilid 1 hal 57
[18]Ad-Dardir, hasyiah ash-shawi ‘alaa asy-syarah ash-shagir, jilid 1 hal 125

Oleh : Nur Sa'idah

0 komentar:

Posting Komentar