Senin, 09 Mei 2016

Kenapa Kita Harus Berdo'a ?


A.           PENDAHULUAN
Allah SWT telah memberikan kepada kita beribu-ribu kenikmatan yang tak terhitung bilangannya, salah satunya yaitu Allah telah menjadikan bumi ini terhampar, dan Allah bangun diatasnya langit-langit yang kokoh serta Allah turunkan darinya air hujan yang berlimpah ruah sehingga tumbuhlah berbagai macam tumbuh-tumbuhan serta biji-bijian  diatas bumi  yang dengannya lah kita bisa bertahan hidup.

Masih banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada makhluk-Nya bahkan ketika manusia meminta kepada-Nya pun Allah dengan Kasih SayangNya akan memberikan apa yang mereka minta. Namun, masih banyak pula orang-orang yang angkuh tidak mau memohon dan meminta kepada Allah, ada pula orang-orang yang datang bersimpuh kepada-Nya hanya disaat mereka membutuhkan saja.
Melalui lembar demi lembar di makalah ini, penulis ingin meyakinkan pembaca, bahwa doa memiliki kekuatan yang dahsyat, yang harus di panjatkan setiap saat, bukan ketika dalam keadaaan sempit saja, kemudian bagaimana cara agar doa dapat segera terkabul, serta sebab-sebab tak terkabulnya doa, sehingga sebisa mungkin kita menyingkirkan segala penghalang terkabulnya doa. Semoga Allah menjadikan tulisan ini berfaedah bagi penulis dan kaum muslimin. Amiin.
B.            APA ITU DOA?
Secara harfiah, doa berarti memohon, doa pun identik dengan kata lain; dakwah. Sehingga doa bisa juga berarti mengajak atau mengundang agar datang. Doa yang berarti mengundang hadir atau mengajak dilakukan dengan cara menghadirkan arti-arti sifat Allah SWT. yang berjumlah 99 (asmaul husna) di setiap perilaku kita sehari-hari. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al-A’raf ayat: 180

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A’raf: 180)[1]
            Doa adalah senjata yang selalu tepat sasaran dan anak panah yang tidak pernah meleset. Doa juga merupakan “benteng berlapis” tempat berlindung setiap pribadi muslim dan juga jama’ah islam dari tipu daya musuh, kesewenangan mereka, dan kebengisan mereka.
Doa adalah pangkal dari segala kebaikan. Doa juga pangkal kemenangan, solusi, hidayah, taufiq, dalam segala aspek amal islami.[2]
Doa selain sebagai sarana meminta kebaikan dan berkomunikasi dengan Allah, berdoa juga dapat dijadikan sarana mensyukuri nikmat, memuji sang Pencipta, atau dapat pula dijadikan kasih sayang antara sesama muslim. Didalam islam mendoakan muslim tertentu dan keseluruhan sangat dianjurkan, dan tak lupa pula shalawat kepada Nabi besar Muhammad SAW sebagai tanda cinta dan syukur atas risalah yang dibawanya kedunia yaitu agama islam.
Dalam islam berdoa kepada Allah memiliki kedudukan yang sangat penting. Rasululloh SAW menegaskan dalam sebuah hadits bahwasanya berdoa adalah senjata umat Islam, untuk itu selain bekerja dan berusaha sorang muslim wajib untuk berdoa memanjatkan puji dan syukur kepada Allah.[3]
C.           KENAPA KITA HARUS BERDOA ?
Orang muslim zaman sekarang amat memerlukan simpul kuat yang bisa mengikatnya dengan Allah. Ya, orang muslim sangat membutuhkan hubungan kuat yang dapat memberikan rasa aman, tenang, tentram, dan teguh kedalam hatinya. Semua itu tak akan terwujud, kecuali seorang hamba mau menghadap Rabbnya dengan doa secara khusyuk, rendah, dan merasa hina sehingga kulitnya menjadi menggigil, hatinya khusyuk, dan kedua matanya menetskan air mata. Lalu hembusan nafasnya mendesahkan kata taubat yang benar, doa yang khusyuk, yang di dalamnya ia mengakui akan kelemahan, kebutuhan. Dan kelalaiannya.
Lihatlah ketika Nabi Ibarahim dan putranya Ismail ‘alaihisssalam seusai membangun ka’bah mereka berdoa, “Ya Rabb, terimalah doa kami.” Semua ini menunjukkan, kita harus selalu memohon dan berdoa agar dianugrahi keikhlasan dan berdoa setelah menunaikan perbuatan baik. Sebaliknya, Allah juga mengisahkan umat-umatnya yang tidak merendahkan diri kepada Allah dan tunduk kepada-Nya, lalu Dia menimpakan siksaan kepada mereka berupa kemiskinan dan penyakit. Semua itu dilakukan agar mereka kembali mengingat Allah dan berdoa kepada-Nya. Dia berfirman:
     وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ (٤٢)
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (Al An’am: 42)[4]
Perumpamaan seorang muslim hidup tanpa doa sebagaimana pasukan tanpa alat perang, petani tanpa cangkul, pelajar tanpa buku, orang sakit yang tak mendapatkan obat, atau ingin membeli barang tanpa memiliki uang. Ibnu Qoyyim Rahimahullah berkata, “Doa adalah sebab yang paling dominan untuk mencegah dari perkara yang dibenci dan menghasilkan sesuatu yang dicari.”[5] 

D.            LEBIH TAJAM DARI PEDANG, LEBIH DAHSYAT DARI MERIAM
Sebagai manusia, ada kalanya kita menghadapi musuh yang harus kita lawan. Baik sebagai konsekuensi mempertahankan nyawa, hak milik, maupun konsekuensi dari membela dan memperjuangkan islam yang kita cintai. Tanpa meremehkan ikhtiar, sesungguhnya doa menjadi senjata paling ampuh untuk menghadapi musuh. Doa bisa lebih tajam dari pada pedang, bisa lebih dahsyat dari peluru dan meriam. Hujjah dalam hal ini bertaburan dalam ayat Al Qur’an dan as-Sunnah yang suci. Bukti nyata juga sudah terpampang sepanjang sejarah manusia.
Doa selalu mengiringi pasukan Nabi SAW setiap menghadapi musuh, juga para mujahidin sepeninggal beliau. Doa menjadi senjata yang tak pernah terlupakan, sebagaimana mereka tidak melupakan perlengkapan perang setiap hendak menuju ke medan laga. Pengaruh yang ditimbulkan di medan perang bahkan lebih dahsyat dari perlengkapan perang itu sendiri.
Seperti yang terjadi ketika perang ahzab, doa sanggup memporakporandakan musuh, menggetarkan hati mereka, melebihi dahsyatnya peluru dan meriam. Pengaruh doa Nabi SAW Terhadap musuh sangat dahsyat. Ketika Rasulullah dan para sahabat mendapatkan kesulitan dan urusan yang dihadapi dalam perang ahzab semakin sulit, pun hati serasa naik menyesak sampai ke tenggorokan, Rasulullah berdoa untuk kekalahan orang-orang Quraisy dan orang-orang yang  bersamanya,
اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الكِتَابَ, سَرِيْعَ الحِسَابِ, اِهْزِمِ الأَحْزَابَ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَ زَلْزِلْهُمْ
“Ya Allah yang menurunkan al-Kitab, yang cepat menghisab, hancurkanlah pasukan ahzab (sekutu) dan goncangkanlah mereka.”
Maka Allah mendatangkan angin topan yang memporak-porandakan tenda-tenda dan perbekalan mereka. Tenda-tenda mereka roboh, bejana-bejana mereka pecah, patok-patok mereka tercabut. Tidak ada satupun yang masih ditempatnya.
Allah memberikan pertolongan kepada orang-orang yang beriman sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an surat Al Ahzab ayat 9,
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dia adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan.”[6] 

E.            SARANA MENGGAPAI JANNAH, SELAMAT DARI NERAKA.
Tidaklah pantas seorang hamba hanya memohon kepada Allah dalam urusan dunianya, namun tidak memohon kepada Allah untuk kebaikan akhiratnya. Karena akhirat lebih baik dan lebih kekal. Namun, pada kenyataanya ada saja orang yang hanya memohon dunia semata, sehingga ia tidak mendapat jatah kebahagiaan di akhirat. Allah berfirman:
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُوْلُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ  (200)
“Maka di antara manusia ada yang berdoa, “Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat...” (Qs. Al Baqoroh: 200)
Maka sudah menjadi kewajiban kita untuk memohon kebahagiaan dunia dan akhirat sekaligus, agar kita bisa tergolong hamba Allah yang difirmankan dalam ayat selanjutnya
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (٢٠١)أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ (٢٠٢)
“Dan di antara mereka ada yang berdoa: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”  (Qs. Al Baqoroh: 201-202)
Siapa yang tidak menginginkan jannah. Kenikmatan yang tak pernah tersisispi kesusahan, kesehatan yang tak pernah berganti dengan sakit, masa muda yang tak berangsur tua, sekali celupan saja, penderitaan orang yang paling sengsara pun akan hilang seketika tanpa sisa.
Di dalamnya terdapat kemah-kemah yang luas, batu-batu yang terbuat dari emas, kerikil yang brupa permata dan berlian, airnya lebih manis dari madu, dan lebih putih dari salju.[7]
Adapun neraka, sekali saja seseorang di celupkan kedalamnya, kenikmatan dunia akan brganti dengan kesengsaraan. Kalung permata yang melilit leher akan berganti dengan rantai belenggu yang panjangnya tujuh puluh hasta, lezatnya makanan akan berganti dengan kerasnya duri. Manisnya buah-buahan akan berganti dengan zaqqum yang mayangnya seperti kepala setan, di samping bentuknya yang mengerikan, panas buah zaqqum tidak terkira. Nabi SAW. Bersabda,
لَوْ أَنَّ قَطْرَةً مِنَ الزَّقُّوْمِ قُطِرَتْ فيِ دَارِ الدُّنْيَا لأَفْسَدَتْ عَلَى أَهْلِ الدّنْيَا مَعَايِشَهُمْ فَكَيْفَ بِمَنْ يَكُوْنُ طَعَامَهُ
“Seandainya satu tetes zaqqum diteteskan ke dunia, niscaya akan merusak kehidupan dunia, lalu bagaimana halnya dengan orang yang memakannya?” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan Hasan shahih)
Itulah kesengsaraan yang tak diselingi kesenangan, siksa yang tak mengenal jeda istirahat. Sudah selayaknya kita berdoa kepada Allah, agar menjauhkan kita dari neraka.[8]
F.            TIPS MENGASAH KEAMPUHAN DOA
Menurut Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah, ada beberapa faktor yang apabila terpenuhi, maka hampir  pasti doa akan terkabul.
Jika dalam sebuah doa terkumpul kehadiran hati, kebulatan harapan mendapatkan yang dicari, bertepatan dengan waktu-waktu yang ijabah, juga disertai pula rasa khusyuk dihati, pasrah kepada Allah, menghinakan diri di hadapan-Nya, tunduk dan malu kepada-Nya. Orang yang berdoa menghadap kiblat, dalam keadaan suci, menengadahkan kedua tangan kepada Allah, memulainya dengan memuji dan menyanjung Allah, kemudian mngucapkan shalawat atas Nabi Muhammad sebagai hamba dan utusan-Nya, kemudian mengawali permohonannya dengan taubat dan istighfar, lalu menyeru Allah, mengungkapkan permohonan atas-Nya, merengek-rengek kepada Allah, berdoa kepada-Nya dengan takut dan penuh harap, bertawasul kepada-Nya dengan asma’ dan sifat-sifat-Nya, mentauhidkan-Nya, juga diawali sedekah sebelum berdoa, maka doa yang terkumpul di dalamnya nyaris tidak akan tertolak.[9]

G.      KENAPA DOA KITA BELUM TERKABUL ?
Sangat mungkin ada di antara kita yang berdoa kepada Allah, namun selama itu doanya belum juga terkabul. Seketika itu ia berhenti berdoa dan berputus asa. Ia merasa doanya tidak akan terkabul selamanya. Sesungguhnya inilah yang diperingatkan oleh Rasulullah SAW. Dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ فَيَقُوْلُ قَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
Seseorang dari kalian akan terkabul (doanya) selama ia tidak tergesa-gesa. Yakni mengucapkan kalimat, ‘Sungguh aku telah berdoa, namun belum juga dikabulkan’.”
Dalam riwayat Muslim, seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu tergesa-gesa?” Beliau menjawab, “Mengatakan ‘Aku telah banyak berdoa, tetapi aku tak kunjung melihatnya terkabul,’ lalu ia merasa rugi.”
Hendaknya diketahui bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi keterlambatan terkabulnya doa. Mesti diingat juga bahwa Allah memiliki hikmah di balik keterlambatan ini. Di antara hikmah tersebut adalah sebagai berikut:
Ø  Pertama, bisa jadi dikarenakan kita belum memenuhi syarat wajib doa. Yaitu tidak menghadirkan hati, waktu yang kurang tepat, kurang khusyu’, kurang khudu’, kurang tadzallul, dan kurangnya adab-adab serta syarat-syarat yang lain.
Ø  Kedua, bisa jadi dikarenakan suatu dosa yang kita belum bertaubat darinya, atau tobat kita belum sungguh-sungguh. Bisa jadi juga karena adanya syubhat dalam makanan dan minuman kita atau suatu kedzaliman yang pernah kita lakukan dan kita belum sempat meminta maaf kepada pihak yang terdzalimi.
Ø  Ketiga, bisa jadi Allah menyimpan pahala doa itu dan memberikannya kepada kita kelak di akhirat. Atau bisa jadi dengan doa itu sesuatu yang buruk yang sepadan dengan pahala doa kita disingkirkan dari diri kita.
Ø  Keempat, penundaan ijabah adalah satu ujian baru dari Allah bagi seorang hamba untuk mengukur kadar imannya dan memurnikannya.
Ø  Kelima, bisa jadi jika doa kita dikabulkan akan muncul suatu dosa atau akan datang suatu mudarat dalam din kita, atau akan hadir fitnah bagi kita. Bisa jadi apa yang kita minta-secara lahir- berupa kebaikan namun hakikatnya adalah keburukan. Terlebih bagi siapa-siapa yang berdoa dengan doa-doa khusus dan meninggalkan doa-doa yang ma’tsur.
Ø  Keenam, sesungguhnya tiap-tiap doa itu ada waktu dan ukurannya. Tidak terbayangkan jika ada seseorang yang memanjatkan doa lalu ia mengharap hal itu akan terwujud dalam beberapa hari. Sebagian mufassir menjelaskan bahwa waktu antara doa Nabi Musa yang berbunyi, “Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau telah memberi fir’aun dan para pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, Ya Rabb kami akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Rabb kami binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” (Yunus: 88) dengan ijabahnya, yakni, “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua.” (Yunus: 89) adalah 40 tahun. Tak kurang tak lebih.
Mari kita merenungkan kisah Nabi Musa. Syarat-syarat doa dan adab-adabnya telah terpenuhi semuanya. Yang didoakan adalah Fir’aun beserta para pengikutnya-tidak ada yang lebih dzalim, fasiq, dan kafir daripada mereka saat itu. Meskipun demikian, ijabah ditunda! Sungguh itu adalah waktu dan ukuran bagi doa ini, doa yang bukan sembarang doa![10]

H.         PENUTUP
Setelah penjelasan demi penjelasan penulis paparkan, semoga mampu memotivasi kita untuk selalu berdoa, karena doa adalah senjata yang paling ampuh, yang mana ia lebih tajam dari pedang dan lebih dahsyat dari meriam, ia juga sebagai sarana menuju syurga serta bisa menyelamatkan kita dari panasnya api neraka. Doa menjadi faktor dominan bagi tercapainya tujuan yang didambakan maupun untuk menolak segala hal yang tidak diinginkan.
Kalaupun sekarang fenomena terkabulnya doa tidak sebagaimana zaman dahulu, itu bukan karena doa tak lagi sesuai untuk zaman ini, bukan pula karena Allah bakhil untuk memberikan pertolongan kepada hamba-Nya. Tapi karena persyaratan yang belum terpenuhi, atau adanya pantangan yang dilanggar.
Ketika doa yang kita panjatkan memenuhi syarat dan adabnya, niscaya Allah akan mengabulkan. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya kepada kita,
اُدْعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mukminun: 60)
Akhirnya, kami memohon pada Allah agar dimudahkan jalan dalam menuntut ilmu. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan sumbangan yang berharga lagi bermanfaat untuk penulis sendiri khususnya serta umat Islam seluruhnya. Wama taufiqy illa billah, ‘alaihi tawakkaltu wailaihi unib… Wallohu muwaffiq
I.              DAFTAR PUSTAKA
1.       Abdillah, Abu Umar. 2007 M. Dahsyatnya Kekuatan Doa. Cet, ke-3. Wafa’ press
2.       Ghunaim, Hani Saad. 2008 M. Hidup Bahagia, Mati Masuk Syurga. Cet, ke-1. PT Aqwam Media profetika
3.       Ibrahim, Dr. Najih. 2014 M. Kepada Aktifis Muslim. Cet, ke-6. PT Aqwam Media Profetika


[1] http://www.alquran-syaamil.com/2013/11/arti-dan-kekuatan-doa-menurut-islam.html
[2] Dr. Najih Ibrahim, Kepada Aktifis Muslim, Aqwam solo, Cet, VI. Th. 2014, hlml 151
[3] http://www.bimbingan.org/pengertian-doa-dalam-islam.htm
[4] Hani Saad Ghunaim, Hidup Bahagia Mati Masuk Syurga, Aqwam solo, Cet, I. Th. 2008, hlm 124-125
[5] Abu Umar Abdillah, Dahsyatnya Kekuatan Doa, Wafa press, Cet, III. Th. 2007, hlm. 7
[6] Abu Umar Abdillah, Dahsyatnya Kekuatan Doa, Wafa press, Cet, III. Th. 2007, hlm 11-12
[7] Abu Umar Abdillah, Dahsyatnya Kekuatan Doa, Wafa press, Cet, III, th. 2007, hlm. 77
[8] Abu Umar Abdillah, Dahsyatnya Kekuatan Doa, Wafa press, Cet, III, th. 2007, hlm. 88
[9] Abu Umar Abdillah, Dahsyatnya Kekuatan Doa, Wafa press, Cet, III, th. 2007, hlm. 89
[10] Dr. Najih Ibrahim, Kepada Aktifis Muslim, Aqwam solo, Cet, VI, Th. 2014, hlml 169-175

By : Uswatun Hasanah

0 komentar:

Posting Komentar