Kamis, 25 Februari 2016

Mengapa Memilih Bermadzhab Syafi’i?



Pada hakikatnya kita dianjurkan untuk bermadzhab, mengapa? Sebab denganya dapat  mengurangi dan memperkecil kemungkinan salah dan keliru dalam memahami syariah serta menyimpulan sebuah hukum dari teks-teks syariah. Karena semakin banyak orang yang terlibat di dalamnya, semakin banyak sesuatu yang bisa dikoreksi. Dan itu terus berulang di setiap generasinya.
Apa yang sudah ada di masa ulama sebelumnya, deteliti oleh ulama sesudahnya, disempurnakan, dijelaskan apa yang masih rancu dan ditambahka apa yang mungkin harus ditambahkan. Semakin banyak orang yang bekerja untuk menyempurnakan itu, semakin sedikit kesalahan yang akan timbul.
Layaknya sebuah penemuan teknologi, yang dari tahun ketahun selalu diteliti dan diupgrade ke penemuan yang lebih muthakhir dan yang terpenting ialah mempermudah pengguna serta memberikan kenamanan, dan penting lagi yaitu memperkecil kemungkinan bahaya yang muncul yang bisa saja melukai pengguna.
Begitulah, Imam Syafi’i juga memiliki sebuah madzab yang beliau bangun yang dikemudian hari dikenal dengan madzhab Syafi’i.
Sebagai warga masyarakat Indonesia yang notabenenya bermadzhab syafi’i , maka tidak ada salahnya kita menetahui alasan mengapa kita bermadzhab syafi’i.
1.      Madzhab Syafi’I merupakan peletak pondasi pertama ushul fiqih dalam dunia perfiqihan yang beliau tuangkan dalam kitabnya Ar Risalah. Imam Syafi’i lah yang menyatukan antara ahlu ro’yi dan ahlu hadits.
Imam Syafi’i merupakan pembaharu umat, beliaulah yang menyatukan perdebatan antara ahlu hadits dan ahlu ra’yu dengan temuan beliau yaitu Ar-Risalah.  Beliaulah yang menyatukan antara ra’yu dengan hadits. Beliau menyebarkan sendiri madzabnya dengan banyak melakukan rihlah ilmiyah.
Imam Syafi’i merupakan peletak pondasi pertama ushul fiqih dalam bentuk risalah atau buku. Walau jika ditinjau dari segi history perkembanganya menunjukan bahwa ushul telah ada dan digunakan sebelum masanya, yakni pada sejak masa rasululloh SAW., baik berupa Al-Qur’an, sunnah, ijma’ maupun qiyas.
Dari kitab Ar-Risalah tersebut, imam asy-Syafi’i meletakkan pondasi ushulnya yang kemudian para ulama madzhab mengambil apa saja yang mereka kehendaki serta menambahkan beberapa bagian lagi. Ushul yang disepakati oleh ulama Madzhab arbaah diantaranya adalah: Al-Qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas. Adapn tambahan yang ada diantaranya ialah Imam Malik menambahkan Qaul Shahaby, amal ahli madinah dan Sadd dzari’ah sebagai ushul madzhabnya, kemudian ulama hanafiyyah menambahakan istihsan dan istishab sebagai landasanya begitu pula al-urf.
2.      Madzhab Syafi’i merupakan madzhab yang kitab- kitabnya banyak tersebar di berbagai penjuru. Hal ini disebabkan karena kesungguhan ulama-ulama Syafi’iyyah dalam menyampaikan madzhab ini. Hal ini disebabkan para ulama madzhab Syafi’I menulis kitab fiqih mereka terus ada kesinambungan dengan kitab karya ulama sebelum mereka.
3.      Madzhab Syafi’I juga merupakan madzhab yang menggunakan metodelogi yang sistematis baik dalam penulisan kitab-kitabnya maupun dalam istinbath al ahkam. Madzhab Syafi’i juga di kenal dengan ketelitiannya dalam beristinbath, sehingga kita sendiri dapat melihat ketelitian beliau dalam berbagai hukum-hukum yang ada pada madzhab Syafi’i terutama mengenai thaharah.
4.      Madzhab Syafi’i merupakan madzhab terbesar kedua di Asia setelah madzhab Hanafi. Ada sekitar 28 % penganut madzhab ini di berbagai dunia islam.
Mazhab Syafi’i adalah mazhab kedua dengan penganut terbanyak di dunia setelah mazhab hanafi. Mazhab ini memiliki penganut di seluruh komunitas islam di dunia. Namun ada beberapa wilayah tertentu yang memiliki kuantitas dengan jumlah yang cukup banyak bahkan bisa dibilang menjadi mayoritas di sebuah wilayah. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh faktor tertentu seperti politik dan kekuasaan, kekuatan lembaga pendidikan dan pencetak kader Ulama, kesesuaian pendapat mazhab dengan kondisi sosial, dan faktor-faktor lainnya.

Zaman keemasan Islam dahulu, mazhab Syafi’i memiliki penganut mayoritas di Mesir, Iraq dan Khurasan. Seperti yang kita ketahui Mesir dan Iraq adalah tempat dimana Imam Syafi’i rahimahullah mengajar murid-muridnya dan menyebarkan mazhabnya. Adapun Khurasan adalah tempat asal kebanyakan muridnya. Dari tiga negeri inilah mazhab Syafi’i kemudian menyebar ke berbagai pelosok negeri.

Negara-negara Asia Tenggara

Seluruh negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunei, Philipina, Kamboja dan lain-lain adalah penganut mazhab Syafi’i yang ta’at. Ibnu Batutah (w.779 H) dalam kitab Tuhfah An-Nazhar mengatakan: “Sultan Malik Azh-Zhahir seorang sultan yang mulia adalah penganut mazhab Syafi’i, pecinta para ulama yang selalu hadir di majelis qira’ah dan mudzakarah, Ia banyak sekali berjihad dan berperang serta selalu datang shalat jum’at dengan berjalan kaki. Penduduk negerinya adalah penganut mazhab Syafi’i yang ta’at dan selalu berjihad melawan para penjajah yang kafir”.

Mayoritas mazhab Syafi’i masuk ke Asia Tenggara lewat jalur para pedagang dan imigran dari negeri Hadramaut, Yaman. Sampai saat ini, negara-negara Asia Tenggara masih dikenal sebagai penganut mazhab Syafi’i yang kuat. Cukup banyak ulama level Internasional yang berasal dari daerah-daerah Asia Tenggara seperti Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Syekh Abdussamad Al-Falimbani, Syekh Mahfuz At-Tarmasi, Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani, Syekh Yasin Al-Fadani dan lain-lain yang semuanya bermazhab Syafi’i. Bahkan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi pernah menjadi mufti mazhab Syafi’i di Masjidil Haram.

Sejak dahulu, banyak pelajar dari negara-negara ini yang belajar ke timur tengah (terutama ke Yaman, Hijaz dan Mesir) dimana semuanya mengambil fiqh mazhab Syafi’i. Dari tangan-tangan merekalah, mazhab Syafi’i berkembang pesat di negaranya.
 ndonesia dan beberapa negara lain di asia tenggara menjadi tempat berdomisilinya muslim  yang bermazhab Syafi'i, hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya:

1. Arus penyebaran Islam dilakukan oleh para pendakwah bermadzhab Syafi'i, baik da’i sebelum Walisongo maupun sesudah mereka. Memang terdapat beberapa daerah yang--diduga-- terpengaruh Syiah dengan ritus-ritus khas yang terlestarikan hingga saat ini, begitupun daerah yang di abad ke-19 tersentuh gerakan Wahhabi, seperti di Sumatera Barat. Hanya saja ini kasuistik saja, gejala umumnya tetap Sunni-Syafi'i.

2. Para sultan di berbagai kerajaan Nusantara memberi dukungan atas pengajaran madzhab ini. Secara khusus mereka membiayai penulisan sebuah Kitab. Misalnya, Sultanah Safiyyatuddin Syah, penguasa Aceh, meminta Syaikh Abdurrauf Assinkili merampungkan kitab fiqh "Mir'atut Thullab" yang selesai ditulis pada 1074 H/1663 M. Kitab ini bahkan dijadikan rujukan fiqh hingga di kepulauan Mindanao, Filipina. Sultan Tahmidullah, penguasa Kesultanan Banjar, meminta Syaikh Arsyad al-Banjari menulis "Sabilul Muhtadin" yang rampung pada 1195 H/1781 M.

3. Matarantai intelektual terjalin atas dasar kesamaan madzhab. Jaringan ini terlestarikan dari Haramain ke Nusantara. Sampai saat ini jaringan tetap terbina.

4. Arus imigrasi dari Hadramaut (Yaman) memperkuat jejaring sosial-intelektual yang telah ada. Kitab-kitab karya ulama 'Alawiyyin Hadhramaut menjadi acuan dalam tazkiyatun nafs, seperti Risalatul Mu'awanah karya Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad. Demikian pula pembacaan Ratib (al-Aththas, al-Haddad) menjadi rutinitas khas di beberapa pesantren Nusantara.

5. Penulisan kitab-kitab fiqh yang dilakukan oleh ulama Nusantara merujuk pada kitab-kitab Syafi'iyah. Mir'atut Thullab-nya Syaikh Assinkili maupun Sabilul Muhtadin-nya Syaikh Arsyad Albanjari banyak merujuk pada kitab-kitab Syafi'iyah seperti Fathul Wahhab, Tuhfatul Muhtaj, Mughniyyul Muhtaj, Nihayatul Muhtaj, Minhajut Thullab, dan sebagainya. Kitab Sirath al-Mustaqim-nya Syaikh Nuruddin Arraniri juga banyak dikutip di dalamnya. Hal ini jelas mempengaruhi tradisi intelektual pada babak sejarah berikutnya.
6. Para qadhi-penghulu di era kesultanan hingga zaman kolonial menggunakan kitab fiqh Syafi'iyyah sebagai rujukan utama.

QOUL QODIM DAN QOUL JADID
Berbicara mengenai qaul qadim dan jadid tak akan lepas dari corak fiqih Syafi’iyy. Sebab, ia tak akan ditemukan pada madzhab fikih lainya. Sebuah keistimewaan sejarah yang cukup unik.
Qaul qadim pastilah medahului adanya qaul jadid, sebab tak ada sesuatu yang baru tanpa didahului sesuatu yang lama. Begitu dengan pendapat serta fatwa imam asy-Syafi’i. Qaul qadim merupakan pendapat serta fatwa-fatwa beliau ketika berada di Baghdad. Sebuah kota yang didomisili oleh para ra’iyy. Karena itulah imam Syafi’I belajar istinbath dengan pola rasionalis dari daerah tersebut.
Sebelum datang ke Baghdad untuk melakukan rihlah ilmiah tersebut, imam Syafi’I terlebih dahulu pernah berguru pada imam Malik yang tinggal di Madinah, disana beliau mendapat pondasi kuat dalam struktur intelektual tradisionalnya (ahlu hadits). Beliau pernah belajar di Madinah, Makkah dan Yaman, yang kemudian diteruskan rihlah beliau ke Baghdad.
Saat di Baghdad belia berhasil mengkader beberapa orang untuk menjadi ahli hukum islam diantaranya :
·         Imam Ahmad bin Hanbal
·         Al Karabisi
·         Az Za’farani
·         Abu Tsaur
Saat beliau berada di Baghdad beliau membangun pandangan hukumnya dan memberi fatwa melalui motode yang lebih rasionalistis sebagaimana kultur pemikiran masyarakat setempat. Tapi, beliau tidak meninggalkan corak tradisional ahlu hadits melainkan beliau memberikan porsi yang seimbang di antara keduanya. Walaupun beliau berada pada pergulatan tradisi rasionalisme akan tetapi tradisi tradisional itu masih tertancap kuat dalam keintelektualan beliau. Di karenakan tradisi tradisional merupakan basis awal bangunan intelektual beliau.
Setelah 3 tahum di Baghdad beliau melakukan perjalanan ilmiah ke Mesir dan kemudian memetap di sana. Di Mesir beliau bertemu dengan sahabat-sahabatnya Imam Malik. Dan karena itu pula tradisi intelektual ahli hadits beliau hidup kembali menemukan sentuhan kulturalnya. Formasi 2 ekstrem aliran pemikiran akhirnya menemukan titik keseimbangan dalam diri Imam Asy Syafi’i d Mesir.
Kemudian beliau memutuskan untuk merumuskan ulang meodelogi dan merevisi beberapa pandangan hukumnya pada saat di Baghdad (Qoul Jadid). Ini merupakan dampak dari perkembangan dan peristiwa yang di alaminya dari penemuan hadits, pandangan dan kondisi sosial yang di temui di Baghdad dan Hijaz.
Dari keterangan di atas bisa kita simpulkan bahwa Qoul Qodim itu berada di Baghdad dan Qoul Jadid berada di Mesir. Adapun Qoul Jadid dimuat di dalam kitab Al Umm dan revisi kitab Ar Risalah. Sedangkan ulama- ulama Qoul Jadidnya yaitu:
·         Al Buwaithi
·         Al Muzanni
·         Al Robi’ al Muradi

Contoh Qaul qadim dan qaul Jadid:
Di sini akan disertakan beberapa contoh ringkas perbedaan di antara Qaul Qodim (Pendapat Lama) dan Qaul Jadid (Pendapat Baru) Imam Al-Syafie, namun sebelum mengamalkannya anda harus berguru, meneliti dan mengkaji qaul manakah yang patut diamalkan. Ini kerana mungkin Imam Al-Syafie telah merujuk pada Qaul Qodim-nya, atau Qaul Qodim berdasarkan dalil yang Sahih.
Beberapa contoh:
1.      Hukum air mengalir yang terkena najis, namun sifat-sifatnya tidak berubah. Qaul Qodim: Air mengalir tidak akan menjadi najis. Qaul Jadid: Air mengalir hukumnya sama dengan air yang tenang. Jika kuantitinya kurang dari dua kullah, maka menjadi najis.
2.      Hukum air mustakmal untuk bersuci yang wajib. Qaul Qodim: Air mustakmal hukumnya suci lagi menyucikan. Qaul Jadid: Air mustakmal hukumnya suci tetapi tidak dapat menyucikan.
3.      Hukum menjual kulit haiwan yang telah disamak. Qaul Qodim: Tidak boleh menjualnya. Qaul Jadid: Boleh menjualnya. Hukum terlupa tertib wuduk. Qaul Qodim: Sah wuduknya. Qaul Jadid: Hukumnya sama dengan orang yang tinggalkan secara sengaja, tidak sah.
4.       Hukum muwalat dalam berwuduk. Qaul Qodim: Wajib. Qaul Jadid: Sunat, bukan Wajib.
5.      Batas waktu mengusap khuf (sepatu). Qaul Qodim: Tidak ada batas waktu. Qaul Jadid: Bagi musafir, 3 hari 3 malam manakala bagi yang mukim sehari semalam.
6.      Hukum mengusap khuf yang koyak. Qaul Qodim: Boleh mengusapnya. Qaul Jadid: Tidak boleh mengusapnya apabila koyakan itu sampai menampakkan bahagian kakinya.
7.      Hukum wuduk bagi orang yang tertidur ketika solat. Qaul Qodim: Tidak membatalkan wuduk. Qaul Jadid: Batal wuduk. Hukum tidur dalam solat sama dengan hukum tidur di luar solat.
8.      Hukum wuduk bagi orang yang menyentuh dubur manusia. Qaul Qodim: Tidak membatalkan wuduk. Qaul Jadid: Wuduknya batal.
9.       Hukum wuduk bagi orang yang menyentuh dubur binatang ternak. Qaul Qodim: Batal wuduk. Qaul Jadid: Tidak batal wuduk.
10.  Hukum wuduk bagi orang yang memakan daging unta. Qaul Qodim: Batal wuduk. Qaul Jadid: Tidak batal wuduk.
11.   Batas usapan tayamum pada tangan. Qaul Qodim: Sehingga pergelangan tangan sahaja. Qaul Jadid: Sampai ke siku.
12.  Tayamum dengan pasir. Qaul Qodim: Boleh bertayamum dengan pasir. Qaul Jadid: Tidak boleh bertayamum dengan pasir.
13.   orang yang mempunyai air tetapi tidak cukup untuk mandi hadas dan berwuduk. Qaul Qodim: Tidak wajib menggunakan air itu, tayamum sahaja. Qaul Jadid: Wajib menggunakan air itu terlebih dahulu, kemudian tayamum untuk menyucikan sebahagian anggota tubuhnya yang belum tersentuh air.
14.  Kafarah menggauli isteri yang sedang haid. Qaul Qodim: Dikehendaki membayar kafarah dengan sedekah sebanyak 1 dinar jika menggauli isteri yang sedang haid pada saat datangnya darah, dan setengah dinar bagi suami yang menggauli isterinya yang sedang haid pada saat hilangnya darah. Qaul Jadid: Tidak wajib membayar kafarah, tetapi sekadar dianjurkan sahaja. Dikehendaki memohon ampun dan bertaubat kepada Allah SWT.
15.   Hukum bersenang-senang di sekitar pusat dan lutut isteri yang sedang haid. Qaul Qodim: Perbuatan itu tidak diharamkan, tetapi makruh. Qaul Jadid: Perbuatan itu hukumnya Haram.
16.  Waktu Solat Maghrib. Qaul Qodim: 2 waktu-1 waktu saat terbenam matahari dan 1 waktu lagi sampai hilangnya sinar merah matahari. Qaul Jadid: 1 waktu. Sebatas cukup bersuci, menutup aurat, azan, iqamah dan solat.
17.  Tidak mengetahui atau terlupa membersihkan najis pada pakaian ketika solat. Qaul Qodim: Solatnya sah. Qaul Jadid: Solat tidak sah dan wajib mengulang.
18.  Lupa membaca Al-Fatihah dalam solat. Qaul Qodim: Solatnya sah. Qaul Jadid: Solatnya tidak sah.
19.  Hukum baca Al-Fatihah bagi makmum pada rakaat solat yang dikeraskan suara. Qaul Qodim: Makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah melainkan pada rakaat 3 dan 4. Qaul Jadid: Makmum wajib membaca Al-Fatihah dalam setiap rakaat pada setiap solat.
20.  salam di akhir solat. Qaul Qodim: Disyariatkan hanya salam pertama sahaja. Qaul Jadid: Salam kedua disyariatkan dan sunat hukumnya.
21.  Hadas ketika solat. Qaul Qodim: Hanya batal wuduk, tidak batal solat. Oleh itu, perlu keluar barisan solat dan pergi berwuduk lalu sambung kembali solat tadi. Qaul Jadid: Solatnya batal. Perlu mengulangi solat dari awal.
22.  Menggantikan imam yang berhadas. Qaul Qodim: Tidak boleh menggatikannya. Qaul Jadid: Boleh mengganti imam.
23.  Kes melewatkan solat dalam perjalanan lalu ia mengqadanya di rumah. Qaul Qodim: Boleh mengqasarnya, apabila melakukan solat di rumah. Qaul Jadid: Tidak boleh mengqasarkannya, jika melaksanakan solat di rumah.
24.  Hukum merampas sebahagian harta orang yang tidak mahu membayar zakat. Qaul Qodim: Boleh. Qaul Jadid: Tidak boleh.
25.   Hutang menghalangi bayar zakat. Qaul Qodim: Hutang menggugurkan kewajipan membayar zakat. Qaul Jadid: Hutang tidak menghalangi kewajipan membayar zakat.
26.  Permulaan waktu wajib membayar zakat fitrah. Qaul Qodim: Saat terbitnya fajar di hari Ied Fitri. Qaul Jadid: Wajib membayar zakat fitrah pada waktu selepas terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadan atau malam menjelang Ied Fitri.
27.  Membayar fidyah bagi orang tua atau orang sakit yang tidak mampu berpuasa. Qaul Qodim: Tidak wajib membayar fidyah. Qaul Jadid: Wajib membayar fidyah.
28.  Gila sampai setengah hari bagi orang yang berpuasa. Qaul Qodim: Sah puasanya. Qaul Jadid: Tidak sah puasanya.
29.  Meninggal dunia sebelum mengqada puasa. Qaul Qodim: Walinya boleh berpuasa untuk orang yang meninggal dunia atau membayar fidyah. Boleh pilih salah satu. Qaul Jadid: Walinya tidak boleh menggantikan puasa untuk orang yang meninggal dunia. Tetapi, wajib membayar fidyah.
30.   Hukum Umrah. Qaul Qodim: Umrah hukumnya sunat, bukan wajib. Qaul Jadid: Hukum Umrah adalah wajib.
31.  Hukum ihram bagi anak kecil yang mumayyiz (boleh membezakan baik & buruk) tanpa izin walinya. Qaul Qodim: Tidak boleh. Qaul Jadid: Boleh.
32.  Hukum melanggar larangan ihram bagi anak kecil dengan sengaja. Qaul Qodim: Mesti membayar fidyah dengan wang anak kecil itu. Qaul Jadid: Fidyah diambil dari wang walinya.
33.  Meninggal dunia ketika sedang menunaikan haji. Qaul Qodim: Diperbolehkan menggantikan hajinya. Qaul Jadid: Tidak diperbolehkan menggantikan hajinya.
34.   Hukum berihram sebelum waktu ihram. Qaul Qodim: Ihramnya boleh ditangguhkan sampai bulan-bulan haji. Qaul Jadid: Ihramnya dianggap ihram umrah.
35.  Hukum tawaf dengan badan serong (45 darjah) atau kurang sempurna. Qaul Qodim: Boleh. Qaul Jadid: Tidak boleh. Hendaklah betul-betul sempurna dan bukan dengan sebahagian badan sahaja.
36.  Hukum berhadas ketika sedang tawaf. Qaul Qodim: Mesti pergi berwuduk dan tidak boleh menyambung tawafnya dan perlu mulai dari awal. Qaul Jadid: Boleh melanjutkan tawafnya setelah berwuduk.
37.   Hukum menjual sesuatu yang belum dimiliki. Qaul Qodim: Akad penjualan ditangguhkan sampai mendapat izin pemilik barang yang hendak dijual. Apabila diizinkan maka penjualan itu sah. Qaul Jadid: Hukum penjualan ini batal.
38.  Azan bagi solat qada’. Qaul Qodim: Tetap perlu azan. Qaul Jadid: Tidak perlu azan, hanya iqamah sahaja.
39.  Memakan kulit bangkai haiwan yang telah disamak. Qaul Qodim: Tidak boleh memakannya, tidak kira binatang yang halal atau haram dimakan. Qaul Jadid: Boleh dimakan jika dari binatang yang halal.
40.   Solat Isya’. Qaul Qodim: Mendahulukan solat Isya’ lebih utama. Qaul Jadid: Mengakhirkan solat Isya’ lebih utama.
41.   Makmum yang membaca amin. Qaul Qodim: Makmum dianjurkan membaca amin dengan keras (jahar). Qaul Jadid: Makmum tidak perlu membaca amin dengan keras.
42.  Membaca surah bagi imam atau orang yang solat sendirian pada rakaat ketiga dan keempat. Qaul Qodim: Tidak disunatkan. Qaul Jadid: Disunatkan.


Bibliografi: 1. Al-Imam Al-Syafie fi Madzhabihil Qadim wal Jadid karya Dr. Ahmad Nahrawiabdussalam.
 
Cara Mentarjih Aqwal Syafi’iyyah :
·         Pendapat Syafi’i yang tidak bertentangan dengan dalil baik pendapat lama maupun baru atau yang diambil sebagai pendapat Imam Syafi’i.
·         Qoul Jadid menjadi pendapat madzhab apabila secara terang-terangan bertentangan dengan qoul qodim. Namun, apabila Qoul Jadid tak betentangan dengan Qoul Qodim atau tidak ada pendapat Syafi’i dalam Qoul Jadid maka Qoul Qodim yang dipandang sebagai madzhab Syafi’i.
·         Apabila Qoul Qodim dan Qoul Jadid sama-sama baik dan ada dalilnya , maka sebaiknya mengambil pendapat yang akhir atau yang jadid. Jika tidak ada atau tidak di ketahui pendapat yang akhir maka ambil pendapat yang ditarjih oleh Imam Syafi’i.
·         Jika tidaka ada mana yang rojih dan tidak ada yang tarjih dari Imam Syafi’i, maka harus dicari yang paling rojih dengan jalan disesuaikan denagn nash-nash dari Imam Syafi’i lainnya, metode, kaidah pengambilan hukum serta ushul-ushul yang biasa di pakai oleh Imam Syafi’i.
 
Faktor Kelahiran Qaul Qodim dan Qaul Jadid 
Antara faktor yang mendorong Imam Al-Syafie mengubah pendapat lamanya (Qaul Qodim) kepada pendapat yang baru (Qaul Jadid) adalah disebabkan:
1. Penemuan dalil-dalil yang baru dan dapat diterima (maqbul).
2. Penemuan kekuatan atau kelemahan sesuatu dalil.

Untuk memperluas cakrawala tentang madzhab Syafi’I dan siapa imam Syafi’I, kami sarankan untuk membaca buku “ Ensiklopedi Imam Syafi’I, karya Dr. Ahmad Nahrawi Abdussalam”.

0 komentar:

Posting Komentar