Minggu, 12 Juni 2016

Pengaruh Cinta Seorang Hamba Kepada Rabbnya


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Cinta adalah bagian alami dari emosi manusia, cinta adalah interaksi qalbu yang dirasakan  seseorang ketika dia cenderung dan tertarik kepada orang lain. Dapat kita saksikan bahwa ketika cinta telah bersemi dalam qalbu dua insan, kita akan menemukan pengaruh yang luar biasa dari cinta tersebut.
Keduanya akan sering menyebut-nyebut orang yang dicintainya, senantiasa memendam rindu untuk segera melihatnya, ingin selalu berdua, berbunga-bunga ketika dekat dengan orang yang dicintainya, rela berkorban untuk dirinya dan senang dengan pemberiannya walaupun sedikit dan kecil nilainya. Ini adalah sebagian kecil dari pengaruh cinta ketika telah merasuki qalbu seseorang terhadap orang yang dicintainya.
Jika demikian, pengaruh seperti apakah yang akan timbul jika ternyata yang dicintainya adalah kekasih yang Maha Agung? Bagaimanakah kondisi seseorang yang di dalam qalbunya terdapat cinta kepada Allah? Tidak diragukan lagi bahwa pengaruh yang Maha Dahsyat akan timbul disebabkan oleh cinta yang murni kepada Allah. Kita akan menyaksikan bahwa seseorang akan senantiasa menyebut Asma Allah dan senantiasa rindu untuk dekat dengan-Nya.
Ia akan segera melaksanakan perintah-Nya dan selalu beramal demi mengharap ridha-Nya, benci terhadap sesuatu yang telah dilarang dan diharamkan oleh Allah, senang dan senantiasa bersyukur atas segala karunia-Nya. Ia rela berkorban dengan apapun yang dimilikinya demi cintanya kepada Allah, bersunguh-sungguh dalam beramal dan taat kepada-Nya, serta senantiasa memendam kerinduan yang besar untuk segera melihat-Nya.
Cinta yang paling bermanfaat, yang paling wajib, yang paling tinggi, dan yang paling mulia adalah cinta kepada Dzat yang telah menjadikan qalbu cinta kepada-Nya dan menjadikan seluruh makhluk memiliki fitrah untuk mengesakanNya. Ilah adalah Dzat yang dicenderungi oleh qalbu dengan kecintaan, pengagungan, pemuliaan, penghinaan diri sendiri di hadapanNya, ketundukan, dan peribadahan.
Allah dicintai bukan karena sesuatu yang lain, Allah dicintai dari berbagai sisi. Segala sesuatu selain-Nya dicintai dalam rangka cinta kepadaNya. Keharusan mencintai-Nya telah ditunjukkan oleh seluruh kitab yang diturunkan dan  Rasul  yang diutus. Juga oleh fitrah, akal, dan ni’mat yang Dia anugerahkan.
Seluruh qalbu diciptakan dengan tabiat cinta kepada siapa saja yang memberinya nikmat dan bersikap baik kepadanya. Maka bagaimana dengan Dzat yang seluruh kebaikan berasal dari-Nya? Tidak ada satu nikmatpun yang dirasakan oleh makhluk kecuali berasal dari-Nya. Dia yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ ثُمَّ إذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإلَيْهِ تَجْئَرُوْنَ
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan. (QS.An-Nahl:53)
1.2. Rumusan Masalah
Apa implikasi yang dirasakan seorang hamba yang mencintai Allah?
1.3. Tujuan
Mengetahui implikasi yang dirasakan seorang hamba yang mencintai Allah
1.4. Manfaat
1. Materi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai hakikat mahabbah, selain itu juga sebagai bahan khazanah keilmuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna mahabbah.
2. Sebagai salah satu khazanah bagi kita khususnya seorang muslim agar mengetahui manfaat mencintai Allah.
3. Sebagai sumbangan pemikiran untuk Ma’had ‘Aly Hidayaturrahman




BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Cinta
Cinta dalam bahasa Arab umumnya menggunakan kata habba-yuhibbu "حب" hubbun, terdiri dari huruf (ح) ha dan (ب) ba. Cinta bisa bermakna menyukai, menyenangi, menginginkan, menghendaki, menggemari, memenuhi, mengutamakan, mengasihi, menyayangi, memilih, dan masih banyak lagi.[1]
Allah  Ta’ala berfirman:
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Rabbmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al Isra [17]: 57)
Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi-NabiNya “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”(QS.Al Anbiya:90)
Cinta yang terpuji ialah cinta yang bisa mendatangkan kepada pemilik cinta itu hal-hal yang memberinya manfaat di dunia maupun di akhirat. Maka cinta yang seperti ini merupakan muara sebuah kebahagiaan. Adapun cinta yang tercela adalah cinta yang bisa mendatangkan kepada pemiliknya hal-hal yang membawanya kepada kerugian dunia dan akhirat. Dan cinta semacam ini adalah sumber penderitaan dan duka lara.” (Ibnul Qayyim)[2]
2.2. Mengapa Kita Harus Mencintai Allah ?
Ada beberapa hal mendasar yang mengharuskan kita mencintai Allah SWT, di antaranya yaitu[3]:
1.      Karena Allah SWT berfirman tentang orang-orang yang dicintai-Nya : “Katakanlah (Muhammad),  “JIka kamu  mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali-Imran:31)
  1. Karena Allah SWT yang telah menciptakan kita semua dari tidak ada, lalu Dia menyempurnakan penciptaan kita dan memberikan anugerah dengan berbagai keutamaan melebihi orang-orang yang diberi keutamaan, di antaranya dengan kenikmatan Islam. Allah SWT pun memberikan reziki yang teramat banyak kepada kita tanpa kita meminta-Nya dan Dialah yang memiliki surga sebagai balasan  amal-amal, sebagai pemberian dan keutamaan, ini merupakan keutamaan yang awal dan akhir.
  2. Rasulullah SAW berdoa agar mencintai Allah SWT. Dan beliau SAW adalah teladan kita, jika demikian halnya maka kitapun harus mencari cinta Allah SWT sebagai wujud ittiba’ dan peneladanan kita kepada beliau SAW, dalam do’a beliau  “Ya Allah, aku memohon cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu dan cinta terhadap amalan yang akan mendekatkanku kepada cinta-Mu” (HR.At-Tirmidzi).
2.3. Tanda-Tanda Allah Cinta Kepada Hamba-Nya
  1. Berittiba’ (mengikuti) kepada Rasulullah SAW. Hal ini merupakan sebuah kewajiban bagi kita sebagai Umat Rasulullah SAW.
  2.  Banyak mengamalkan amalan-amalan sunnah seperti shalat Sunnah, Puasa Sunnah, Sedekah dan lain-lain. Sebagaimana dalam hadist qudsi Allah SWT berfirman : “Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan Sunnah sampai Aku mencintainya.” ( HR. Bukhari)
  3. Penerimaan penduduk bumi terhadapnya dan mereka mencintainya. Hal ini di karenakan apabila Allah SWT mencintai seorang hamba maka Allah memerintahkan kepada Malaikat Jibril untuk meletakkan penerimaan terhadapnya di muka bumi, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Jika Allah mencintai seorang hamba maka Allah menyeru kepada Malaikat Jibril bahwasanya Allah mencintai fulan (seseorang) maka cintailah dia ‘lalu Malaikat Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit ‘Sesungguhnya Allah mencintai-nya, kemudian diletakkan penerimaan kepadanya pada seluruh penghuni bumi.” (HR. Bukhari)
2.4. Macam-Macam Cinta[4]:
a. Cinta yang bernilai ibadah, yaitu kecintaan seorang suami terhadap istrinya.
b. Cinta yang dilarang oleh Allah, yaitu kecintaan seorang laki-laki terhadap wanita yang bukan mahram.
c. Cinta yamg dibolehkan oleh Allah, yaitu cintanya seorang laki-laki tatkala digambarkan perihal seorang wanita cantik kepadanya, atau tiba-tiba saja dia melihat seorang wanita cantiktanpa disengaja. Sementara perasaan cinta itu tidak menjerumuskan ke dalam perbuatan dosa dan maksiat.
2.5. Larangan Mencintai Melebihi Cinta Kepada Allah
Telah kita ketahui bersama tentang cinta yang merupakan tabiat manusia,  yang Allah SWT jelaskan dalam (QS.An-Nisa:14), hal tersebut dibolehkan oleh Allah selagi cinta tersebut tidak melebihi cintanya kepada Allah. Apabila ia lebih mengutamakan cinta tabiat dari pada cinta kepada Allah maka hal ini terlarang. Allah SWT berfirman : “Katakanlah,“Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, Istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai,  lebih kamu cintai daripada  Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. “Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS.At-Taubah:24)
Ayat di atas menunjukkan kecintaan kepada mereka itu boleh dalam batasan tertentu, dan hal itu bukan cinta ibadah. Namun, jika hal tersebut melebihi cintanya kepada Allah maka hal itu akan menjadi sebab mendapatkan siksa. Dari sini kita mengetahui seseorang yang meremehkan perintah-perintah Allah dan mengutamakan perintah orang tuanya,  hal ini menunjukkan kecintaannya kepada mereka jauh lebih besar dari pada cinta kepada-Nya[5].
2.6. Mencintai Allah dan Tanda-Tandanya
Cinta yang diliputi unsur ketundukan, merendahkan diri dan ketaaan secara mutlak tidak boleh terbagi. Ia adalah cinta khusus untuk Allah. Harus kita murnikan. Tidak boleh kita tujukan cinta itu kepada selain Allah. Jika cinta itu terbagi, berarti kita membagi ketundukan dan ibadah kita kepada Allah. Artinya kita telah berbuat dosa paling besar, yaitu syirik. Perhatikan firman Allah berikut,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
               Dan diantara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah.” (QS.Al-Baqarah:165)
Adapun cinta yang tidak mengandung unsur ketundukan dan perendahan diri,  tidak berdosa jika ia ada dalam hati kita. Cinta keluarga, anak-anak, orang tua, sahabat, bahkan cinta kepada lawan jenis, harta dan dunia adalah tabiat dan fitrah manusia. Semua itu adalah cinta yang halal. Namun dengan catatan, semua cinta itu tidak boleh sampai melampaui cinta kita kepada Allah. Cinta itu tidak boleh sampai membuat kita meninggalkan kewajiban kita. Cinta itu tidak boleh sampai membuat kita bermaksiat kepada-Nya. Jika sampai demikian, maka renungkanlah ancaman Allah berikut,
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِين
 “Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA.” dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah [9]: 26)
Jika seseorang sudah mencintai Allah, maka pepohonan, batu, jin, manusia, dan seluruh makhluk Allah akan mencintai dirinya. Sebagaimana sabda Nabi SAW, “sesungguhnya, jika Allah mencintai seorang hamba, Allah akan memanggil malaikat Jibril dan Allah akan berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya aku mencintai si Fulan, maka hendaklah kamu juga mencintai-Nya.’ Maka malaikat Jibril pun mencintainya. Kemudian malaikat Jibril akan berseru di langit dengan mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah si Fulan.’ Kemudian penduduk langit akan mencintai dirinya, dan kemudian penduduk bumi pun akan mencintainya.”[6]
Maka, cinta kepada Allah adalah suatu kedudukan dalam ubudiyah          (penghambaan seorang hamba kepada Allah) yang banyak dicari dan digapai oleh manusia. Mereka saling berlomba-lombauntuk menggapainya, berusaha kuat untuk meraih tanda-tandanya.
Cinta adalah makanan pokok hati, gizi untuk ruh manusia dan penyejuk pandangannya. Cinta adalah kehidupan. Orang yang tidak memiliki cinta maka diamasuk ke golongan para mayit. Cinta adalah cahaya,barangsiapa kehilangan cinta, dia akan tenggelam dalam lautan kegelapan. Cinta bagaikan obat. Siapa yang tidak memilikinya, hatinya akan tertimpa berbagai penyakit.
 Ibnu Taimiyah berkata, “Pokok kecintaan terpuji yang diperintahkan oleh Allah dan yang karenanya Allah menciptakan makhluk, adalah kecintaan yang ada dalam peribadahan hamba kepada Allah semata tanpa menyekutukan sesuatupun bersamaNya. Karena ibadah mengandung puncak kecintaan yang disertai dengan puncak kerendahan diri[7].”
Maka cinta kepada Allah adalah salah satu dari dua pondasi yang membangun ubudiyah seorang hamba kepada Allah. Dan Nabi SAW telah menjelaskan, bahwa manisnya iman tidak bisa dirasakan kecuali oleh orang-orang yang mencintai Allah dan RasulNya melebihi segala sesuatu, serta memenuhi konsekuensi dari cinta tersebut. Beliau SAW bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa tiga perkara itu ada pada seseorang, maka dia pasti merasakan manisnya iman. (Pertama) menjadikan Allah dan RasulNya lebih dia cintai dari selain keduanya. (Kedua) mencintai seseorang hanyakarena Allah. (Ketiga) benci kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam api.” (Muttafaq 'alaih)
2.7. 10 cara yang mendatangkan Allah Cinta Kepada kita[8]:
1. Membaca Al Qur’an dengan merenungi dan memahami maknanya. Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut.
 2. Mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib.  Dengan inilah seseorang akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekedar menjadi seorang pecinta.
3. Terus menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan qalbu, lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh dengan keadaan berdzikir kepada-Nya.
4. Lebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh berbagai kesulitan.
5. Merenungi, memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu pula qalbunya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang kali.
 6. Memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang mendorong untuk mencintai-Nya.
7. Merendahkan diri di hadapan  Alloh dengan sepenuh hati.
8. Menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca kalam-Nya Al-Qur’an. Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.
9.  Duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para shiddiqin. Kemudian memetik perkataan mereka seperti buah yang begitu nikmat.
10. Menjauhi  segala sebab yang dapat mengahalangi antara dirinya dan Allah Ta’ala.
 Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa “kunci untuk mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata hati.”
2.8. Pengaruh Seorang Hamba yang Cinta Kepada Allah[9]:
a.       Ridha dengan ketentuan Allah
Seberapa jauh kadar cinta seorang hamba kepada Allah bisa dibuktikan dengan sikapnya yang selalu ridha menerima keputusan Sang Khaliq. Karena dia yakin bahwa Allah tidak menginginkan kecuali kebaikan.
b.      Merasa nikmat dalam melakukan ibadah dan selalu menyegerakannya
Ketika seorang hamba semakin bertambah rasa cintanya kepada Rabbnya, akan semakin bertambah pula ketaatannya serta merasakan kebahagiaan ketika mengingat-Nya.  Karena rasa cinta itulah yang menjadi sebab timbulnya luapan kasih dan rindu kepada kekasih-Nya Yang Maha Agung, dan salah satu cara untuk mengungkapkan perasaan tersebut adalah melalui berdzikir dan bermunajat kepada-Nya.
c.        Rindu kepada Allah
Ketika rasa cinta kepada Allah telah tertanam dan bersemi dalam hati seorang hamba, dia akan selalu bersemangat untuk mencari dan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk selalu berkhalwat,  berdzikir kepada-Nya, dan menyibukkan hatinya dengan Allah.  Dan pada akhirnya secara bertahap rasa rindu yang besar kepada Allah akan tumbuh dalam hatinya.
Dalam do’anya Rasulullah SAW memohon:
“Ya Allah, aku memohon rasa ridha setelah datang ketetapan-Mu, keindahan hidup setelah mati, kelezatan ketika melihat-Mu, kerinduan untuk segera bertemu dengan-Mu tanpa kesulitan dan ujian yang menyesatkan.”[10]
d.      Sanggup berkorban dan berjihad di jalan Allah
Cinta yang sejati kepada Allah akan mendorong seseorang untuk mencurahkan segala yang ia miliki demi meraih ridha dari Sang Kekasih. Bukan hanya itu saja, orang tersebut mencurahkan semuanya dengan senang hati tanpa keterpaksaan, dia berharap segala pengorbanannya ini akan mengantarkannya menuju gerbang keridhaan Allah.
e.       Berharap mendapatkan apa yang ada di sisi Allah
Setiap kali bertambah rasa cinta, akan semakin bertambah pula harapan kepada Allah dan dia akan berbaik sangka kepada Allah bahwa dirinya tidak akan dicampakkan ke dalam api neraka.
f.        Malu kepada Allah
Seseorang yang memiliki cinta sejati kepada Allah, maka dia akan merasa malu ketika Kekasihnya melihat dirinya berada dalam kondisi yang memalukan, aib atau dia berada di suatu tempat yang tidak disukai oleh Sang Kekasih. Jika dirinya terjerumus dalam maksiat atau kesalahan, maka dia segera menempuh berbagai macam cara dengan meminta ampun dan mencari keridhaan-Nya.
g.      Merasa cukup dengan Allah
Disamping semua buah yang dihasilkan dari cinta kepada Allah yang telah disebutkan sebelumnya, maka ada buah juga yang sangat penting, yaitu merasa cukup dengan Allah, Allah Ta’ala berfirman “….Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (adzab-Nya).” (QS.Thaha:73)
Imam Al-Junaid berkata, “Allah senantiasa memberikan pertolongan dan keberhasilan dalam setiap kondisi kepada mereka yang mencintai-Nya dengan sungguh-sungguh. Allah akan mewariskan mereka rasa cukup, dan membuat penghalang dalam diri mereka untuk tidak mengemis kebutuhannya kepada sesama manusia.
Apabila qalbu telah kehilangan cinta, maka penderitaannya serasa lebih sakit daripada derita yang dialami oleh mata dikala ia kehilangan cahayanya, hidung dikala ia kehilangan penciumannya, serta lisan dikala ia kehilangan suaranya. Bahkan qalbu, ketika didalamnya hampa akan cinta terhadap sang Penciptanya, sakitnya akan lebih dahsyat dari rusaknya tubuh karena sakitnya  jiwa. Perkara ini sulit untuk di percaya kebenaranya, kecuali bagi orang yang hidup qalbunya.
Islam tidak melarang untuk saling mencintai, karena cinta itu merupakan sesuatu yang indah. Pernikahan di dalam Islam merupakan satu-satunya jalan yang syar’I untuk melampiaskan keinginan-keinginan syahwat dan memuaskan dorongan-dorongan naluri alamiah antara seorang laki-laki dan perempuan. Pernikahan merupakan tujuan yang indah dan suci untuk kecenderungan alamiah terhadap lawan jenis.




BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pada hakikatnya, cinta kepada Allah SWT benar-benar mengambil tempat seluruhnya di dalam hati seseorang, maka cintanya kepada yang lain tidak akan dapat mengambil tempat langsung ke dalam hati itu sendiri. Hanya kepada Allah SWT ruang dan waktu dalam pekerjaan semuanya. Orang yang bisa mencintai Allah SWT sepenuh hati akan selalu berpegang teguh pada keimanannya dan meningkatkan kedekatan dirinya kepada Allah SWT.  Semoga Kita bisa dan mampu mendekatkan diri kita kepada Allah SWT aamin yaa rabbal 'alamin.
3.2. Saran dan Kritik
Setelah kita mengetahui pengaruh cinta seorang hamba kepada Rabb-nya maka, alangkah baiknya jika kita hanya mencintai Allah saja, tidak memiliki tandingan-tandingan. Jika kita mencintai selain Allah seperti mencintai orangtua, adik, kakak, maupun yang lainnya maka kita mencintai sekedarnya saja, jangan sampai kita mencintai sesuatu lebih dari cinta kepada Allah.
Orang bijak mengatakan bahwa, “Di dunia ini tidak ada tulisan manusia yang sempurna. Sebagaimana juga manusia tidak ada yang sempurna, namun pasti selalu ada acara untuk berusaha melahirkan karya.” Berdasarkan prinsip tersebut maka, penulis akan merasa senang jika pembaca memberikan beberapa komentar atau saran dan kritikyang membangun untuk karya yang diharapkan dapat menambah ketakwaan penulis sendiri dan pembaca serta, memberikan sumbangsih terhadap hausnya umat akan ilmu syar’i.
Penulis juga memohon maaf atas segala kekurangan dan ketidak sempurnaan diri, penulis  mengucapkan jazakumullah khoiron jaza’ atas partisipasi pembaca dalam mengemban tugas kita sebagai hamba yang wajib mencari ilmu untuk kesempurnaan amalan. Semoga Allah Ta’ala meridhai dan menjadikan tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin Amin.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Al-Hilali, DR. Majdi, Quantum Cinta Bagaimana Melejitkan Cinta Anda kepada-Nya, Cet. Ke-1, Gonilan: Insan Kamil, 2008M/1429H
Qo'idah fil Mahabbah yang dimasukkan dalam Jami'ur Rosail 2/196. Dinukil dari kitab Ubudiyah Masail wa Qowaid wa Mabahits
Syamkah, Amir, Menjadi Pribadi Pribadi Penuh Cinta, Cet. Ke-1, Gonilan: Insan Kamil, 2008M/1429H.
www. makna cinta dan pembagiannya.html



[1] www. makna cinta dan pembagiannya.html
[2] Dr. Nazhmi Khalil Abu Al-Atha, Menebar Cinta Menuai Surga, Wafa Press: Klaten, Cet ke-1 maret 2007, hlm. 32
[4] Dr. Nazhmi Khalil Abu Al-Atha, Menebar Cinta Menuai Surga, Wafa Press: Klaten, Cet ke-1 maret 2007, hlm.56

[6]Amir Syamkah, Menjadi Pribadi Penuh Cinta, Gonilan: Insan Kamil, 2008M/1429H hlm.20
[7]Qo'idah fil Mahabbah yang dimasukkan dalam Jami'ur Rosail, 2/196. Dinukil dari kitab Ubudiyah Masail wa Qowaid wa Mabahits, hlm.35
[8] www.alBamalanjy.wordpress.com
[9]DR. Majdi Al-Halili, Quantum Cinta Bagaimana Melejitkan Cinta Anda kepada-Nya, Cet. Ke-1, Gonilan: Insan Kamil, 2008M/1429H hlm.27
[10] HR.Thabari

Oleh : Aufaa Nidaa'ul Husnaa

0 komentar:

Posting Komentar