Minggu, 12 Juni 2016

Pendidikan Karakter Bagi Anak Bangsa



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Menjadi bangsa yang maju dan sejahtera merupakan tujuan didirikannya negara ini, sesuai dengan amanat Pancasila maupun konstitusi dasar negara yakni Undang-undang dasar 1945. Yaitu keinginan bangsa ini untuk dapat maju dan berkembang menjadi suatu bangsa yang disegani dan memiliki peranan besar di mata dunia tentunya hal itu dapat dicapai dengan peningkatan kualitas bangsa Indonesia, yakni dengan adanya kemajuan dalam dunia pendidikan.


Tulisan Ignas Kleden di Kompas, Kamis (26/06/2015) tentang “Tanggung Jawab atas Pendidikan” mengajak para pembaca untuk melihat kembali arti penting pendidikan sebagai proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia harus dibedakan secara jelas dengan sumber daya alam. Sumber daya manusia tentunya tidak semurah hati sumber daya alam yang terkesan tak kunjung habis. Bagi Ignas, sumber daya manusia merupakan suatu kualitas yang harus diproduksi oleh manusia juga. Dalam praktisnya, pendidikan yang terarah yang berlandaskan pada nilai-nili budaya, religi, dan etika mampu memproduksi SDM dengan kapasitas kecerdasan dalam karakter yang dewasa. SDM macam ini yang mampu menjadi agen perubahan di dalam masyarakat dan negara, khususnya dalam sumbangsihnya terhadap peningkatan proses produksi dalam ekonomi dan memperkuat integrasi sosial di dalamnya. nampak, bahwa sektor pendidikan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari progesivitas ekonomi, sosial, dan budaya.

Dewasa ini kita menjumpai banyak kerusakan karakter yang bersumber dari dunia pendidikan itu sendiri. Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis oleh UNESCO pada tahun 2011 yang dimuat dalam situs indonesiaberkibar.org, bahwa Indonesia menduduki peringkat 67 dari 127 negara dalam Education Development Index dan menghasilkan empat orang anak putus sekolah dalam setiap menitnya. Masih dikutip dari situs yang sama, kualitas guru di Indonesia juga mendapat sorotan tajam sebab lebih dari 50 % guru tidak memiliki kualifikasi yang cukup untuk mengajar. Dan ini merupakan sebuah angka yang sangat fantastis, apabila kita melihat kembali tujuan negara ini yang katanya “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana cara membangun pendidikan karakter bagi anak bangsa?
2.      Apa tujuan dari pendidikan karakter?
C.     Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui cara membangun pendidikan karakter bagi anak bangsa.
2. Untuk mengetahui betapa pentingnya pendidikan karakter bagi anak bangsa.
D.     Manfaat penulisan makalah
1. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis
2. Sebagai sumbangan pengetahuan bagi santriwati Ma’had Al- Aly  Hidayaturrahman
3.      Sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat



BAB II
PEMBAHASAN


Semua orang mengetahui bahwa pendidikan memerlukan proses kesabaran yang tak bertepi mulai dari  menit ke menit, jam ke jam, hingga hari ke hari guna mendidik serta membangun anak bangsa yang berkarakter (Muhammad Jafar Anwar)[1].
Sejak 14 abad silam, Allah telah mengutus seorang Rasul yang bernama Muhammad SAW untuk memperbaiki akhlak manusia. Islamlah yang pertama kali memperkenalkan pendidikan karakter atau nilai moral kepada seluruh umat manusia. Dewasa ini pendidikan karakter semakin populer dan memperoleh pengakuan luas dari masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi seiring dengan meluas dan melembaganya penyimpangan moral dan kemaksiatan yang merajalela. Kuatnya pengaruh negatif bagi kehidupan bangsalah yang mengakibatkan kekhawatiran masyarakat akan hilangnya nilai-nilai moral kebangsaan yang selama ini telah lama dijaga dan dikembangkan.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II  pasal 3 yang berbunyi: ‘’Pendidikan nasional  berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar  menjadi manusia yang beriman  dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara  yang demokratis serta bertanggung jawab’’.
Secara umum tujuan dari pendidikan adalah terbentuknya  karakter yang memberikan penguatan dan pengembangan nilai-nilai positif agar anak didik memiliki karakter yang mulia.Esensi dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia dalam rangka mendidik generasi muda.
Pendidikan karakter idealnya harus diiplementasikan secara utuh agar dapat membantu para peserta didik untuk menyadari dan mengidentisifikasi nilai-nilai positif bagi diri mereka sendiri serta orang lain, mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berfikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Yang artinya bahwa  tujuan utama pendidikan kamanusia secara utuh darakter adalah membentuk kepribadian dengan sempurna. Ada tiga pilar yang menjadi tumpuan utama dalam pendidikan karakter:
  1. Pendidikan dalam keluarga
Keluarga menjadi pilar utama dalam pembentukan karakter. Dalam lingkup keluarga itulah seorang anak belajar meneladani dan memerhatikan apa yang terjadi di dalam keluarganya. Dan di sinilah orang tua memiliki peran penting sebagai panutan utama bagi anaknya. Mayoritas orang tua, menginginkan anaknya tumbuh menjadi seseorang yang baik sesuai dengan yang didambakan. Namun, banyak diantara para orang tua tidak sadar akan kondisi mereka sendiri. Jadi, jangan semata-mata salahkan anak apabila ia tumbuh dengan membawa karakter yang buruk sebab ia terlahir dari sebuah keluarga yang gagal (broken).
            Kesibukan orang tua dalam bekerja juga dapat mempengaruhi perilaku seorang anak. Ketika orang tuanya bekerja, mereka merasa bahwa tidak lagi ada yang peduli pada mereka. Sehingga bisa dipastikan perilaku mereka cenderung semau mereka dan kurang memperhatikan kesopanan. Konsekuensi terhadap perilaku tersebut berperan penting dalam proses pembelajaran. Ketika perilaku yang diamati mendapat konsekuensi yang baik dan menyenangkan bagi orang tua, maka  anak cenderung untuk menirunya. Begitupun sebaliknya, bila perilaku yang diamati tersebut tidak mendapatkan konsekuensi yang positif,  maka cenderung tidak ditiru. Konsekuensi yang didapatkan dari orang tua dapat bersifat eksternal, yaitu ketika seseorang mengatakan atau memberi respon positif atas perilaku orang tua terhadap dirinya. Selain itu juga dapat bersifat internal yang ditunjukkan dengan respon kepuasan pada diri orang tua. 
2. Pendidikan dalam sekolah
   Sebagai lembaga formal, sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan kemampuan intekeltual para murid. Hal itu dilakukan agar para murid mampu berkompetisi dalam masyarakat modern yang terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai atau norma yang ditanamkan kepada anak harus jelas dan dipahaminya. Selain itu,  penekanan terhadap apa arti penting dari nilai atau norma tersebut bagi diri dan lingkungannya harus diperhatikan. Segala aktivitas pengasuhan, baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat diharapkan memiliki kesamaan tujuan besar, sedangkan tujuan kecil disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Adanya harapan tersebut akan mengarahkan perilaku.  Hal ini dikuatkan oleh Albert Bandura (Santrock, 1998; 48).
Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Pendidikan Nasional harus melakukan upaya-upaya untuk perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia, namun belum semuanya berhasil, terutama jika tujuannya menghasilkan insan Indonesia yang berkarakter. Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan yang seperti di atas adalah para peserta didik (siswa dan mahasiswa) harus dibekali dengan pendidikan khusus yang membawa misi pokok dalam pembinaan karakter atau akhlak mulia. Di sinilah mata pelajaran pendidikan agama menjadi sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter siswa, mengingat tujuan akhir dari pendidikan agama tidak lain adalah terwujudnya akhlak atau karakter mulia.
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu faktor penunjang dalam pendidikan moral. Orang yang bermoral adalah orang yang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Sikap batin ini disebut juga hati. Orang yang baik memiliki hati yang baik. Akan tetapi sikap batin yang baik baru dapat dilihat oleh orang lain setelah terwujud dalam perbuatan lahiriyah yang baik pula. Selain itu Pendidikan Islam merupakan salah satu faktor yang membentuk kepribadian yang luhur bagi peserta didik. Selain membentuk kepribadian yang luhur, pendidikan agama Islam juga bertujuan menanamkan keimanan pada diri peserta didik yang tercermin dalam kehidupan mereka sehari-hari.[2]
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD-Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas,  Prof. Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini.  Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka  tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang.  Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa. Mendiknas mengungkapkan hal ini saat berbicara pada pertemuan Pimpinan Pascasarjana LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan (Unimed), Sabtu (15/4/2010).  Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab,  selama ini dirasakan,  proses pendidikan dirasakan belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan sekolah atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah. Banyak pakar bidang moral dan agama yang sehari-hari mengajar tentang kebaikan, tetapi perilakunya tidak sejalan dengan ilmu yang diajarkannya.Praktik-praktik tidak terpuji terus berlangsung dengan kasat mata di tengah masyarakat. Tak terkecuali di dunia pendidikan. Pungutan liar saat penerimaan murid baru di sekolah-sekolah
negeri, bukanlah cerita khayalan. Di tengah meningkatnya kucuran dana pendidikan dari pemerintah, juga terjadi peningkatan pungutan biaya pendidikan kepada peserta didik. Orang tua dibuat tidak berdaya. Sebab, seringkali pungutan itu diatasnamakan kesepakatan Komite Sekolah yang beranggotakan orang tua atau wali peserta didik.  [3]
2.      Pendidikan karakter pada masyarakat.
Pendidikan dalam masyarakat dapat dilakukan dengan menjalin interaksi yang baik antara tokoh masyarakat , tokoh agama, dan tokoh pemuda. Karena,  pengaruh pendidikan pada masyarakat dalam pergaulan ataupun lingkungan mampu mempengaruhi karakter sorang anak. Pendidikan pada masyarakat global idealnya harus bisa memperkuat identitas diri, rasa nasionalisme dan budaya nasional.
Melalui lembaga tesebutlah dapat tertanam dan tumbuh sikap perilaku positif, bukan perilaku yang tamak nan rakus.  Oleh sebab itu, lembaga pendidikan tersebut solah mampu untuk menghadapi arus budaya hedonisme dan materialisme yang seakan menjadi sebuah gaya hidup baru ala kekinian. Saharusnya, gaya hidup menjadi komoditas yang dapat dipermak menjadi sedemikian rupa dalam kehidupan manusia. Dan ini menjadi instropeksi bagi dunia pendidikan karena telah mengabaikan nilai moral.
Gambaran tentang munculnya penyakit psikologi manusia modern menjadi hal yang lumrah kita jumpai dalam kehidupan masyarakat modern. Pengasingan diri, depresi hingga bunuh diri kian meningkat dalam kedupan sehara-hari. Semua itu memakan korban mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa yang telah terlena oleh jerat nafsu kesenangan semu (pseudo hedonism).Gaya hidup mewah dengan kesenagan semu mulai merambah kedalam dunia anak muda perkotaan hingga anak muda sekitar pedesaaan.balum lagi pengaruh yang dihasilkan dari tontonan, dan bacaan media, baik itu barupa media cetak ataupun elektronik seperti: majalah, televisi, internet, dan lainnya. Fenomena tersebut layak menjadi sorotan tajam bagi keluarga, sekolah dan mayarakat dalam rangka memperbaiki karakter bangsa.
Penanaman karakter yang baik bagi anak-anak dan remaja sebagai langkah yang nyata untuk membangun karakter bangsa. Dahulu bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang berkarakter baik. Suka bergotong royong, tolong menolong sesama, saling hormat-menghormati, ramah tamah serta sopan santun, suka bermusyawarah dan berperilaku baik lainnya. Hal ini tentu sesuai dengan filsafah yang dijunjung oleh bangsa kita “bersatu kita teguh barcerai kita runtuh”. Saat ini, nilai-nilai karakter tersebut kian memudar dan nyaris hilang dari kehidupan masyarakat. Terlebih bagi mereka yang lebih mengutamakan media sosial sebagai alat untuk bersosialisasi dengan dalih era globalisasi. Fenomena ini tentu sangat mencemaskan dan memprihatinkan.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, bermoral, berakhlak mulia, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1.mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.
3.meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Di antara upaya-upaya yang mampu meningkatkan kualitas karakter anak bangsa adalah:
v  Membuat visi dan misi
   Visi dalam pendidikan karakter adalah menggapai ridho Allah Ta’ala dan membina, menegakkan, serta mengembangkan perangkat tatanan nilai moral dalam kehidupan manusia dengan akhlak yang mulia serta hidup bermasyarakat dengan santun.
   Adapun misi dalam pendidikan karakter adalah mengembangkan kecerdasan holistik yang bersifat ruhi dan jasadi(mengembangkan seluruh kecerdasan dalam mengolah potensi duniawi untuk meraih keinggian derajat di sisi Allah Ta’ala), dengan 1) Memelihara,melestarikan, dan membina nilai moral dalam kehidupan masyarakat; 2)  Mengklarifikasi dan merenvitilasi nilai moral dalam kehidupan masyarakat;3) Memanusiakan, membudayakan dan memberdayakan manusia dan kehidupannya secara utuh dan beradab.
v  Menyadari diri sebagai seorang muslim
Melaksanakan amalan wajib, membiasakan amalan sunnah, menjahui dosa besar maupun kecil , serta mawas diri dalam perkara mubah yang mencoreng harga diri. Mengajak kepada kebaikan serta menjahui keburukan dan segala hal yang dilarang oleh Allah dan Rosul-Nya. Apabila seseorang mampu menjalani keseluruhan dari hal tersebut, identitasnya sebagai seorang muslim tidak akan tergantikan. Dan dapat dipastikan bahwa karakter yang menghiasi dirinya tidak lain adalah karakter yang mulia.
v  Menyadari bahwa ia memiliki jiwa pendidik
Menjadi guru yang mampu menjalankan pendidikan iman dan mampu mengarahkan serta meluruskan pola pikir tentang kehidupan dan bukan sekedar menguasai fisik dan aktifitasnya. Janganlah kalian didik anak-anak kalian sebagaimana perangai/kebiasaan yang kalian dapatkan, karena sesungguhnya merek hidup bukan pada masa kalian dilahirkan. Maksud perangai adalah adat kebiasaan yang dinamis dan selalu berubah. Adapun perkara ushul akhlaq bersifat baku dan permanen (tetap harus diajarkan). (Al-Mausu’ah Ar-Raddu ‘Ala Al-Madzahib Al-Fikriyah Al-Mu’ashirah, Aly Bin Nayif Asy-Syahud, 12/292)
v  Sadar sebagai anggota masyarakat
Mampu menjaga atau mengkondisikan sikap serta tata krama dalam kehidupan bermasyarakat dengan menjadi contoh yang inspiratif dan selalu memberikan maslahat dengan tetap menjaga jati diri sebagai seorang muslim.
Adapun kiat untuk meningkatkan kualitas karakter anak bangsa adalah:
Ø    Ketekunan
Ketekunan merupakan suatu usaha yang dilakukan dengan sepenuh jiwa demi tercapainya suatu tujuan tertentu. Dan ini sangat diperlukan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, supaya kehidupan seseorang dapat berjalan dengan harapan yang telah kita susun. Menekuni suatu hal yang baru bukanlah sebuah perkara yang mudah.
 Sekeras apapun usaha kita untuk membuatnya menjadi sederhana, tetaplah ia tidak akan sesederhana yang kita bayangkan. Tapi yakinlah bahwa membiasakan diri dalam menekuni hal baru akan membuat seseorang terbiasa. Begitu juga dalam merubah karakter. Seseorang berkarakter tempramental (keras) akan sulit merubah karakter yang sudah ia miliki, namun karena ia berusaha untuk memahami kondisi orang yang ada di sekitarnya, perlahan karakter tersebut akan berganti menjadi lembut atau menyesuaikan keaadaan sekitar meskipun karakter keras tersebut tetap ada dalam diri orang tersebut.
Ø    Kedisiplinan
Telah kita ketahui bahwa kedisiplinan sangatlah diperlukan dalam kehidupan manusia. Karena, dalam aplikasinya ia merupakan tolak ukur mampu tidaknya seseorang mentaati suatu aturan yang berlaku dalam sebuah lembaga. Hal itu dilakukan guna menjaga stabilitas kegiatan dalam lembaga tersebut. Selain itu, sikap disiplin sangat diperlukan untuk di masa mendatang bagi pengembangan watak maupun pribadi seseorang. Sehingga ia mampu tumbuh menjadi sesosok yang berkepribadian tangguh dan dapat diandalkan.
Ø    Keterbatasan
Dengan mengenali keterbatasan yang kita miliki, kita bisa menciptakan inovasi baru guna melampauinya. Walaupun jika nanti inovasi yang kita ciptakan masih belum bisa mengalahkan keterbatasan tersebut. Setidaknya hal itu membuat kita tersadar bahwa dengan keterbatasan yang ada kita tidak berhak untuk berbuat sesuka hati dan kehendak kita.
Apabila seseorang sadar akan keterbatasan yang ia miliki namun ia enggan untuk mengakuinya, bahkan ia bersikap sombong dengan apa yang ia miliki. Ketahuilah suatu saat ia akan tenggelam dalam keterbatasan yang ia miliki. Karena ia bukan berusaha menciptakan inovasi guna melampauinya perlahan, tetapi justru lebih cenderung menghindari keterbatasan yang sudah jelas ia miliki. Tentu yang demikian itu bukan merupakan cerminan dari karakter yang diharapkan oleh bangsa.
Ø    Kepercayaan
Harus kita sadari sedini mungkin, barada dalam posisi aopakah kita saat ini. Jika kita berada pada posisi pemimpin (atasan) maka jangan malu dan ragu untuk memberikan kepercayaan pada nggota kita. Jika hasil yang mereka buahkan lebih bagus dan lebih sempurna dari yang pernah kita usahakan dahulu, jangan malu untuk mengakui, memuji bahkan jika memungkinkan beri mereka suatu apresiasi kepuasan atas hasil yang telah mereka peroleh. Namun jika hasil yang mereka buahkan tidak sesuai bahkan jauh dari harapan yang kita inginkan, jangan hujat mereka.
Bayangkan posisi kita ada pada mereka. Setelah usaha yang dilakukan dengan semaksimal yang kita bisa lakukan, begitu selesai justru hujatan dan umpatan yang kita terima dari atasan kita. Bukankah itu sangat menyakitkan? Mungkin, ketidak sempurnaan tersebut bersumber dari perintah kita yang kurang jelas dan sulit dimengerti. Jika suatu saat kita temui hal yang demikian rangkul dan ajak mereka untuk berintropeksi bersama.
Bagitu pula sebaliknya, jika posisi kita berada sebagai anggota. Jangan sia-siakan kepercayaan yang telah diberikan oleh atasan kepada kita. Berusaha dengan semaksimal yang bisa kita lakukan agar atasan tidak kecewa telah mempercayakan suatu amanah kepada kita. Buat mereka puas dengan usaha yang telah kita lakukan. Dengan demikian akan terjalain hubungan yang harmonis nan serasi antara atasan dengan anggota yang dimiliki. Kepercayaan yang terbangaun antara dua kubu tersebut dapat menjamin suksesnya suatu  hasil yang diharapkan.
Ø    Kejujuran
jujur adalah suatu perkara yang sangat susah diaplikasikan dalam kehidupan dehari-hari. Jujur bisa diartikan sebagi menjaga amanah. Jujur merupakan sifat manusia yang mulia, orang yang memiliki sifat jujur biasanya mendapat kepercayaan dari orang lain. Sifat jujur merupakan salah satu rahasia diri seseorang untuk menarik kepercayaan umum, karena orang yang jujur senantiasa berusaha untuk menjaga amanah. Setiap orang tentu tidak ada yang menyukai orang-orang yang bersifat pendusta. Baik itu berdusta dalam hal yang sepele maupun yang serius. Jika seseorang mulai berdusta dalam perkara kecil yang dianggapnya remeh, sudah bisa dipastikan dalam perkara besarpun ia lebih mudah untuk berdusta meski hati kecilnya memberontak. Jujur merupakan karakter yang sangat diharapkan untuk dimiliki setiap anak dalam bangsa ini.
Ø   Kesungguhan
Kesungguhan adalah suatu upaya yang dilakukan dengan seluruh usaha yang mempu ia curahkan demi hal yang ia citakan. Kesungguhan di sini dapat dirtikan sebagai usaha untuk menjadi manusia yang berkarakter mulia sesuai yang diharapkan bangsa bagi setiap enerusnya kelak. Dan ini dapat dilakukan dengan senantiasa berusaha mencapa keempat point yang telah disebutkn diatas dengan segenap kesungguhan diri yang ada. Semua itu ditujukan demi kemajuan bangsa yang membanggakan lagi diharapkan, bukan semata-mata untuk keuntungan suatu instansi tertentu.



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Telah kita ketahui di atas bahwa menjadikan anak bangsa yang memiliki karakter baik tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa aspek yang pelu dipenuhi guna tercapainya  tujuan tersebut. Di antara aspek yang perlu diperhatikan adalah; aspek pendidikan dalam keluarga, aspek pendidikan dalam sekolah, dan aspek pendidikan dalam masyarakat. Yang tentunya semua itu tidak akan terjadi tanpa adanya keselarasan yang terbangun antara pendidik dan peserta didik. Karena semua hal tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan tidak bisa dipisahkan. Jika ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi maka bisa dipastikan bangsa ini memiliki penerus yang berkarakter yang mempu mengejar ketertinggalan bangsa lain yang telah mendahuluinya. Bukankah setiap negara yang maju lagi berkembang bermula dari sebuah kegagalan karakter anggota masyarakatnya yang terus mereka koreksi agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama?
B.     Saran
Sebuah bangsa, baru bisa dikatakan maju setelah ia mampu menjadikan setiap individu dari bangsanya memiliki karakter yang mulia. Dan itu dapat dicapai dengan menerapkan keseluruhan dari lima hal diatas dalam kehidupan sehari-hari yaitu; ketekunan, kedisiplinan, keterbatasan, kepercayaan, kejujuran dan kesungguhan.


DAFTAR PUSTAKA
ü  Al-Mausu’ah Ar-Raddu ‘Ala Al-Madzahib Al-Fikriyah Al-Mu’ashirah, Aly Bin Nayif Asy-Syahud, 12/292
ü  Anwar, Dr. Muhammad Jafar, M.Si. dan Dr.Muhammad A. Salam As., Msi.  Membumikan Pendidikan Karakter, cet 1, (Jakarta: CV Suri Tatu’uw), 2015,
ü  Hariyanto,SPd, Pengertian Pendidikan Karakter
ü  Husaini, Dr.Adian, Pendidikan Islam membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab,cet 1 (Jakarta: Cakrawala Publishing), 2010, Pdf.
ü  Izzaty, Dr. Rita, S.Psi., M.Si, Pentingnya Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini : Sudut Pandang Psikologi Perkembangan Anak , http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/dr-rita-eka-izzaty-spsi-msi/Pentingnya%20Pendidikan.pdf diakses pada 02 Mei 2016 pukul 23.36.
ü  Kleden, Ignas, Tanggung Jawab Atas Pendidikan, http://edukasi.kompas.com/read/2015/06/25/16124171/Tanggung.Jawab.atas.Pendidikan?page=all, di akses pada 31 mei 2016, pukul 23.44.
ü  Mardiati, Poppy Sopiah, Gambaran Tingkat Pendidikan Guru Pada Jenjang Pendidikan Menengah Di Indonesiahttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/21944, diakses pada 02 Maret 2016 pukul 13.00.
ü  Nasriaika, Makalah dasar dan Konsep Pendidikan Moral,https://nasriaika1125.wordpress.com/2013/11/17/makalah-dasar-dan-konsep-pendidikan-moral/, diakses pada 06 Mei 2016, pukul 17.30.
ü  Pentingnya penerapan pendidikan karakter bagi remaja, http://www.academia.edu/12016843/Pentingnya_penerapan_pendidikan_karakter_bagi_remaja, diakses pada 06 Mei 2016 pukul 18.42.
ü  Poerwadartaminta,W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet 5, (Jakarta: PN Balai Pustaka).
ü  Republik Indonesia, 2003 Undang-Undang Nomor 20 Bab II  pasal 3, Sistem pendidikan Nasional, Jakarta: Sekertariat Negara.
ü  Republik Indonesia, 2014 Undang-Undang Nomor 23, Kepemerintahan Daerah Bagian Pendidikan Nasional, Jakarta: Sekertariat Negara.
ü  Santrock, J. W. (2006). Life-span vevelopment (Perkembangan masa hidup). Eds. 5 jilid I, Penerjemah : Achmad Chusairi, S.Psi & Drs. Juda Damanik, M.S.W., Jakarta : Penerbit Erlangga.
ü  Setyoko, Allan, Peran Penerintah Daerah Dalam Pendidikan Menengah Universal (PMU)http://allansetyoko.blogspot.co.id/2013/01/peran-pemerintah-daerah-dalam_7559.html, diakses pada 06 Mei 2016 pukul 12.17.


[1] Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam,  Membumikan Pendidikan Karakter, cet 1, (Jakarta: CV Suri Tatu’uw), 2015, hlm.13
[2] Nasriaika,Maklah dasar dan Konsep Pendidikan Moral,
[3] Adian Husaini, Pendidikan Islam membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab,cet 1 (Jakarta: Cakrawala Publishing), 2010, hlm. 49. Pdf

Oleh : Maryam

0 komentar:

Posting Komentar