A.
PENDAHULUAN
Allah SWT telah memberikan kepada kita beribu-ribu kenikmatan
yang tak terhitung bilangannya, salah satunya yaitu Allah telah menjadikan bumi
ini terhampar, dan Allah bangun diatasnya langit-langit yang kokoh serta Allah
turunkan darinya air hujan yang berlimpah ruah sehingga tumbuhlah berbagai
macam tumbuh-tumbuhan serta biji-bijian
diatas bumi yang dengannya lah
kita bisa bertahan hidup.
Masih banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada makhluk-Nya
bahkan ketika manusia meminta kepada-Nya pun Allah dengan Kasih SayangNya akan
memberikan apa yang mereka minta. Namun, masih banyak pula orang-orang yang
angkuh tidak mau memohon dan meminta kepada Allah, ada pula orang-orang yang
datang bersimpuh kepada-Nya hanya disaat mereka membutuhkan saja.
Melalui lembar demi lembar di makalah ini, penulis ingin
meyakinkan pembaca, bahwa doa memiliki kekuatan yang dahsyat, yang harus di
panjatkan setiap saat, bukan ketika dalam keadaaan sempit saja, kemudian
bagaimana cara agar doa dapat segera terkabul, serta sebab-sebab tak
terkabulnya doa, sehingga sebisa mungkin kita menyingkirkan segala penghalang
terkabulnya doa. Semoga Allah menjadikan tulisan ini berfaedah bagi penulis dan
kaum muslimin. Amiin.
B.
APA
ITU DOA?
Secara
harfiah, doa berarti memohon, doa pun identik dengan kata lain; dakwah.
Sehingga doa bisa juga berarti mengajak atau mengundang agar datang. Doa yang
berarti mengundang hadir atau mengajak dilakukan dengan cara menghadirkan
arti-arti sifat Allah SWT. yang berjumlah 99 (asmaul husna) di setiap perilaku
kita sehari-hari. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al-A’raf
ayat: 180
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.
Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan." (QS.
Al-A’raf: 180)[1]
Doa adalah senjata yang selalu tepat sasaran dan anak panah yang tidak pernah meleset. Doa juga merupakan “benteng berlapis” tempat berlindung setiap pribadi muslim dan juga jama’ah islam dari tipu daya musuh, kesewenangan mereka, dan kebengisan mereka.
Doa adalah senjata yang selalu tepat sasaran dan anak panah yang tidak pernah meleset. Doa juga merupakan “benteng berlapis” tempat berlindung setiap pribadi muslim dan juga jama’ah islam dari tipu daya musuh, kesewenangan mereka, dan kebengisan mereka.
Doa adalah pangkal dari segala kebaikan. Doa juga pangkal
kemenangan, solusi, hidayah, taufiq, dalam segala aspek amal islami.[2]
Doa selain sebagai sarana meminta kebaikan dan berkomunikasi dengan
Allah, berdoa juga dapat dijadikan sarana mensyukuri nikmat, memuji sang
Pencipta, atau dapat pula dijadikan kasih sayang antara sesama muslim. Didalam
islam mendoakan muslim tertentu dan keseluruhan sangat dianjurkan, dan tak lupa
pula shalawat kepada Nabi besar Muhammad SAW sebagai tanda cinta dan syukur
atas risalah yang dibawanya kedunia yaitu agama islam.
Dalam islam berdoa kepada Allah memiliki kedudukan yang sangat
penting. Rasululloh SAW menegaskan dalam sebuah hadits
bahwasanya berdoa adalah senjata umat Islam, untuk itu selain bekerja dan
berusaha sorang muslim wajib untuk berdoa memanjatkan puji dan syukur kepada
Allah.[3]
C.
KENAPA KITA HARUS BERDOA ?
Orang muslim zaman sekarang amat memerlukan simpul kuat yang bisa
mengikatnya dengan Allah. Ya, orang muslim sangat membutuhkan hubungan kuat yang
dapat memberikan rasa aman, tenang, tentram, dan teguh kedalam hatinya. Semua
itu tak akan terwujud, kecuali seorang hamba mau menghadap Rabbnya dengan doa
secara khusyuk, rendah, dan merasa hina sehingga kulitnya menjadi menggigil,
hatinya khusyuk, dan kedua matanya menetskan air mata. Lalu hembusan nafasnya
mendesahkan kata taubat yang benar, doa yang khusyuk, yang di dalamnya ia
mengakui akan kelemahan, kebutuhan. Dan kelalaiannya.
Lihatlah ketika Nabi Ibarahim dan putranya Ismail ‘alaihisssalam
seusai membangun ka’bah mereka berdoa, “Ya Rabb, terimalah doa kami.” Semua ini
menunjukkan, kita harus selalu memohon dan berdoa agar dianugrahi keikhlasan
dan berdoa setelah menunaikan perbuatan baik. Sebaliknya, Allah juga
mengisahkan umat-umatnya yang tidak merendahkan diri kepada Allah dan tunduk
kepada-Nya, lalu Dia menimpakan siksaan kepada mereka berupa kemiskinan dan
penyakit. Semua itu dilakukan agar mereka kembali mengingat Allah dan berdoa
kepada-Nya. Dia berfirman:
وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ
وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ (٤٢)
“Dan
Sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum
kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan
kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan
diri.” (Al An’am: 42)[4]
Perumpamaan
seorang muslim hidup tanpa doa sebagaimana pasukan tanpa alat perang, petani
tanpa cangkul, pelajar tanpa buku, orang sakit yang tak mendapatkan obat, atau
ingin membeli barang tanpa memiliki uang. Ibnu Qoyyim Rahimahullah berkata, “Doa adalah
sebab yang paling dominan untuk mencegah dari perkara yang dibenci dan
menghasilkan sesuatu yang dicari.”[5]
D.
LEBIH TAJAM DARI PEDANG, LEBIH DAHSYAT DARI MERIAM
Sebagai manusia, ada kalanya kita menghadapi musuh yang harus kita
lawan. Baik sebagai konsekuensi mempertahankan nyawa, hak milik, maupun
konsekuensi dari membela dan memperjuangkan islam yang kita cintai. Tanpa
meremehkan ikhtiar, sesungguhnya doa menjadi senjata paling ampuh untuk
menghadapi musuh. Doa bisa lebih tajam dari pada pedang, bisa lebih dahsyat
dari peluru dan meriam. Hujjah dalam hal ini bertaburan dalam ayat Al Qur’an
dan as-Sunnah yang suci. Bukti nyata juga sudah terpampang sepanjang sejarah
manusia.
Doa selalu mengiringi pasukan Nabi SAW setiap menghadapi musuh,
juga para mujahidin sepeninggal beliau. Doa menjadi senjata yang tak pernah
terlupakan, sebagaimana mereka tidak melupakan perlengkapan perang setiap
hendak menuju ke medan laga. Pengaruh yang ditimbulkan di medan perang bahkan
lebih dahsyat dari perlengkapan perang itu sendiri.
Seperti yang terjadi ketika perang ahzab, doa sanggup
memporakporandakan musuh, menggetarkan hati mereka, melebihi dahsyatnya peluru
dan meriam. Pengaruh doa Nabi SAW Terhadap musuh sangat dahsyat. Ketika
Rasulullah dan para sahabat mendapatkan kesulitan dan urusan yang dihadapi
dalam perang ahzab semakin sulit, pun hati serasa naik menyesak sampai ke
tenggorokan, Rasulullah berdoa untuk kekalahan orang-orang Quraisy dan
orang-orang yang bersamanya,
اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الكِتَابَ,
سَرِيْعَ الحِسَابِ, اِهْزِمِ الأَحْزَابَ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَ زَلْزِلْهُمْ
“Ya Allah yang menurunkan al-Kitab, yang cepat menghisab,
hancurkanlah pasukan ahzab (sekutu) dan goncangkanlah mereka.”
Maka Allah mendatangkan angin topan yang memporak-porandakan
tenda-tenda dan perbekalan mereka. Tenda-tenda mereka roboh, bejana-bejana
mereka pecah, patok-patok mereka tercabut. Tidak ada satupun yang masih
ditempatnya.
Allah memberikan pertolongan kepada orang-orang yang beriman
sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an surat Al Ahzab ayat 9,
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang
telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami
kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu
melihatnya. Dia adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan.”[6]
E.
SARANA MENGGAPAI JANNAH, SELAMAT DARI NERAKA.
Tidaklah pantas seorang hamba hanya memohon kepada Allah dalam
urusan dunianya, namun tidak memohon kepada Allah untuk kebaikan akhiratnya. Karena
akhirat lebih baik dan lebih kekal. Namun, pada kenyataanya ada saja orang yang
hanya memohon dunia semata, sehingga ia tidak mendapat jatah kebahagiaan di
akhirat. Allah berfirman:
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُوْلُ رَبَّنَآ
ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ (200)
“Maka di antara manusia ada yang berdoa, “Ya Rabb kami, berilah
kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di
akhirat...” (Qs. Al Baqoroh:
200)
Maka sudah menjadi kewajiban kita untuk memohon kebahagiaan dunia
dan akhirat sekaligus, agar kita bisa tergolong hamba Allah yang difirmankan
dalam ayat selanjutnya
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (٢٠١)أُولَئِكَ لَهُمْ
نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ (٢٠٢)
“Dan di antara mereka ada yang berdoa: “Ya Rabb kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Mereka
itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan
Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Qs. Al Baqoroh: 201-202)
Siapa yang tidak menginginkan jannah. Kenikmatan yang tak pernah
tersisispi kesusahan, kesehatan yang tak pernah berganti dengan sakit, masa
muda yang tak berangsur tua, sekali celupan saja, penderitaan orang yang paling
sengsara pun akan hilang seketika tanpa sisa.
Di dalamnya terdapat kemah-kemah yang luas, batu-batu yang terbuat
dari emas, kerikil yang brupa permata dan berlian, airnya lebih manis dari
madu, dan lebih putih dari salju.[7]
Adapun neraka, sekali saja seseorang di celupkan kedalamnya,
kenikmatan dunia akan brganti dengan kesengsaraan. Kalung permata yang melilit
leher akan berganti dengan rantai belenggu yang panjangnya tujuh puluh hasta,
lezatnya makanan akan berganti dengan kerasnya duri. Manisnya buah-buahan akan
berganti dengan zaqqum yang mayangnya seperti kepala setan, di samping
bentuknya yang mengerikan, panas buah zaqqum tidak terkira. Nabi SAW.
Bersabda,
لَوْ أَنَّ قَطْرَةً مِنَ الزَّقُّوْمِ قُطِرَتْ
فيِ دَارِ الدُّنْيَا لأَفْسَدَتْ عَلَى أَهْلِ الدّنْيَا مَعَايِشَهُمْ فَكَيْفَ
بِمَنْ يَكُوْنُ طَعَامَهُ
“Seandainya satu tetes zaqqum diteteskan ke dunia, niscaya akan
merusak kehidupan dunia, lalu bagaimana halnya dengan orang yang memakannya?” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan Hasan
shahih)
Itulah kesengsaraan yang tak diselingi
kesenangan, siksa yang tak mengenal jeda istirahat. Sudah selayaknya kita
berdoa kepada Allah, agar menjauhkan kita dari neraka.[8]
F.
TIPS MENGASAH KEAMPUHAN DOA
Menurut Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah, ada beberapa faktor yang apabila
terpenuhi, maka hampir pasti doa akan
terkabul.
Jika dalam sebuah doa terkumpul kehadiran hati, kebulatan harapan
mendapatkan yang dicari, bertepatan dengan waktu-waktu yang ijabah, juga
disertai pula rasa khusyuk dihati, pasrah kepada Allah, menghinakan diri di
hadapan-Nya, tunduk dan malu kepada-Nya. Orang yang berdoa menghadap kiblat,
dalam keadaan suci, menengadahkan kedua tangan kepada Allah, memulainya dengan
memuji dan menyanjung Allah, kemudian mngucapkan shalawat atas Nabi Muhammad
sebagai hamba dan utusan-Nya, kemudian mengawali permohonannya dengan taubat
dan istighfar, lalu menyeru Allah, mengungkapkan permohonan atas-Nya,
merengek-rengek kepada Allah, berdoa kepada-Nya dengan takut dan penuh harap,
bertawasul kepada-Nya dengan asma’ dan sifat-sifat-Nya, mentauhidkan-Nya, juga
diawali sedekah sebelum berdoa, maka doa yang terkumpul di dalamnya nyaris
tidak akan tertolak.[9]
G.
KENAPA DOA KITA BELUM TERKABUL ?
Sangat mungkin ada di antara kita yang berdoa kepada Allah, namun
selama itu doanya belum juga terkabul. Seketika itu ia berhenti berdoa dan
berputus asa. Ia merasa doanya tidak akan terkabul selamanya. Sesungguhnya
inilah yang diperingatkan oleh Rasulullah SAW. Dalam sabda beliau yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ
يَعْجَلْ فَيَقُوْلُ قَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Seseorang dari kalian akan terkabul (doanya) selama ia tidak
tergesa-gesa. Yakni mengucapkan kalimat, ‘Sungguh aku telah berdoa, namun belum
juga dikabulkan’.”
Dalam riwayat Muslim, seseorang bertanya,
“Wahai Rasulullah, apa itu tergesa-gesa?” Beliau menjawab, “Mengatakan ‘Aku telah banyak berdoa, tetapi aku tak kunjung melihatnya
terkabul,’ lalu ia merasa rugi.”
Hendaknya diketahui bahwa ada banyak faktor
yang memengaruhi keterlambatan terkabulnya doa. Mesti diingat juga bahwa Allah
memiliki hikmah di balik keterlambatan ini. Di antara hikmah tersebut adalah
sebagai berikut:
Ø Pertama, bisa jadi dikarenakan kita belum memenuhi
syarat wajib doa. Yaitu tidak menghadirkan hati, waktu yang kurang tepat,
kurang khusyu’, kurang khudu’, kurang tadzallul, dan kurangnya adab-adab
serta syarat-syarat yang lain.
Ø Kedua, bisa jadi dikarenakan suatu dosa yang kita
belum bertaubat darinya, atau tobat kita belum
sungguh-sungguh. Bisa jadi juga karena adanya syubhat dalam
makanan dan minuman kita atau suatu kedzaliman yang pernah kita lakukan dan
kita belum sempat meminta maaf kepada pihak yang terdzalimi.
Ø Ketiga, bisa jadi Allah menyimpan pahala doa itu
dan memberikannya kepada kita kelak di akhirat. Atau bisa jadi dengan doa itu
sesuatu yang buruk yang sepadan dengan pahala doa kita disingkirkan dari diri
kita.
Ø Keempat, penundaan ijabah adalah satu ujian
baru dari Allah bagi seorang hamba untuk mengukur kadar imannya dan
memurnikannya.
Ø Kelima, bisa jadi jika doa kita dikabulkan akan muncul
suatu dosa atau akan datang suatu mudarat dalam din kita, atau akan
hadir fitnah bagi kita. Bisa jadi apa yang kita minta-secara lahir- berupa
kebaikan namun hakikatnya adalah keburukan. Terlebih bagi siapa-siapa yang
berdoa dengan doa-doa khusus dan meninggalkan doa-doa yang ma’tsur.
Ø Keenam, sesungguhnya tiap-tiap doa itu ada waktu
dan ukurannya. Tidak terbayangkan jika ada seseorang yang memanjatkan doa lalu
ia mengharap hal itu akan terwujud dalam beberapa hari. Sebagian mufassir menjelaskan
bahwa waktu antara doa Nabi Musa yang berbunyi, “Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau telah memberi fir’aun dan para pemuka-pemuka kaumnya
perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, Ya Rabb kami akibatnya
mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Rabb kami binasakanlah harta
benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga
mereka melihat siksaan yang pedih.” (Yunus: 88) dengan ijabahnya, yakni, “Sesungguhnya
telah diperkenankan permohonan kamu berdua.” (Yunus: 89) adalah 40 tahun.
Tak kurang tak lebih.
Mari kita merenungkan kisah Nabi Musa. Syarat-syarat
doa dan adab-adabnya telah terpenuhi semuanya. Yang didoakan adalah Fir’aun
beserta para pengikutnya-tidak ada yang lebih dzalim, fasiq, dan kafir daripada
mereka saat itu. Meskipun demikian, ijabah ditunda! Sungguh itu adalah waktu
dan ukuran bagi doa ini, doa yang bukan sembarang doa![10]
H.
PENUTUP
Setelah penjelasan demi penjelasan penulis paparkan, semoga mampu
memotivasi kita untuk selalu berdoa, karena doa adalah senjata yang paling
ampuh, yang mana ia lebih tajam dari pedang dan lebih dahsyat dari meriam, ia
juga sebagai sarana menuju syurga serta bisa menyelamatkan kita dari panasnya
api neraka. Doa menjadi faktor dominan bagi tercapainya tujuan yang didambakan
maupun untuk menolak segala hal yang tidak diinginkan.
Kalaupun sekarang fenomena terkabulnya doa tidak sebagaimana zaman
dahulu, itu bukan karena doa tak lagi sesuai untuk zaman ini, bukan pula karena
Allah bakhil untuk memberikan pertolongan kepada hamba-Nya. Tapi karena
persyaratan yang belum terpenuhi, atau adanya pantangan yang dilanggar.
Ketika doa yang kita panjatkan memenuhi syarat dan adabnya, niscaya
Allah akan mengabulkan. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya kepada kita,
اُدْعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kepada-Ku niscaya akan
Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mukminun: 60)
Akhirnya, kami memohon pada Allah agar dimudahkan jalan dalam menuntut ilmu. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan sumbangan yang
berharga lagi bermanfaat untuk penulis sendiri khususnya serta umat Islam
seluruhnya. Wama taufiqy illa billah, ‘alaihi tawakkaltu wailaihi unib…
Wallohu muwaffiq
I.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abdillah,
Abu Umar. 2007 M. Dahsyatnya Kekuatan Doa. Cet, ke-3. Wafa’ press
2.
Ghunaim,
Hani Saad. 2008 M. Hidup Bahagia, Mati Masuk Syurga. Cet, ke-1. PT Aqwam
Media profetika
3.
Ibrahim,
Dr. Najih. 2014 M. Kepada Aktifis Muslim. Cet, ke-6. PT Aqwam Media
Profetika
0 komentar:
Posting Komentar