Muqoddimah
Bersiwak termasuk perkara yang disunnahkan dalam agama,
karena ia merupakan usaha membersihkan mulut dan orang yang melakukannya akan
mendapatkan keridhoaan Allah. Nabi Muhammad saw. Bersabda :
السواك مطهرة للفم مرضاة للرب
“bersiwak adalah
membersihkan mulut dan memperoleh keridhaan Allah.”[1]
Hadis ini menunjukkan bahwa bersiwak merupakan perkara yang dibenarkan oleh
syara’ tanpa ditentukan waktu atau keadaan yang khusus. Ia disunnahkan pada
setiap waktu dan merupakan sunnah yang mu’akkad, walau dalam keadaan
apapun dan ia tidak pernah menjadi perkara yang wajib. Akan tetapi hukum
bersiwak menurut beberapa fuqoha’ ini terdapat ikhtilaf, maka disini akan
diulas oleh penulis. Wallahu’alam
A.
Pengertian Siwak
Kata siwak dari segi bahasa digunakan untuk perbuatan menggosok gigi dan
juga untuk alat yang digunakannya. Dari segi syara’, ia berarti menggunakan
ranting atau yang lain seperti pasta gigi atau sabun untuk menggosok gigi dan
bagian sekelilingnya, dengan tujuan menghilangkan kuning gigi dan sejenisnya.
B. Hukum Bersiwak Menurut para fuqoha’
Ulama hanafi mengatakan bahwa bersiwak adalah sunnah pada setiap hendak
berwudhu, yaitu sewaktu berkumur. Ulama Maliki juga mengatakan, ia adalah
termasuk di antara perkara yang diutamakan dalam berwudhu dan dilakukan sebelum
berkumur. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw..
لو لا اشق على امتي لأمرتهم با السواك مع كل
وضوء
“jika tidak karena (khawatir)
memberatkan ummatku, maka niscaya aku perintahkan mereka supaya bersiwak pada
setiap hendak berwudhu”[2]
Namun jika dia terlupa untuk bersiwak pada waktu berkumur ketika berwudhu,
maka disunnahkan baginya untuk melakukan pada hendak mau shalat. Amalan
bersiwak yang mengikut ulama Syafi’i dan Hambali ini adalah sunnah bagi setiap
hendak melakukan shalat. Hali ini berdasarkan hadis abu hurairo yang
diriwayatkan oleh jamaah dan telah disebutkan sebelum ini, ia bermaksud , “jika
tidak karena khawatir memberatkan ummatku, maka niscaya aku perintahkan mereka
supaya bersiwak pada setiap hendak melakukan shalat.”
Bersiwak juga sunnah dilakukan pada waktu berwudhu, yaitu setelah membasuh
kedua tangan dan sebelum berkumur, dan juga pada bau mulut atau gigi berubah
disebabkan karena tidur, makan, lapar, tidak berbicara dalam waktu yang lama,
ataupun Karena banyak berbicara. Hal ini berdasarkan hadis hudzaifah yang
bermaksud, “Apabila Rasulullah saw. Bangun malam beliau menggosok mulutnya
dengan siwak.”[3]
Keadaan
lain yang dapat mengubah bau mulut bisa diqiyaskan dengan tidur ini.
Sebagaimana bersiwak ini sangat
perlu jika hendak mendirikan shalat atau disebabkan karena bau mulut yang
berubah ataupun disebabkan karena bau mulut yang berubah ataupun disebabkan karena
gigi yang berubah menjadi kuning, maka ia juga sangat perlu jika seseorang itu
hendak membaca Al-Qur’an, berbicara tentang Agama, mempelajari ilmu syara’,
berdzikir menyebut nama Allah, bangun tidur, memasuki rumah ketika dan pada
waktu menghadapi kematian,[4]
pada waktu sahur, setelah makan,setelah witir, dan bagi mereka yang berpuasa
(untuk melakukannya) sebelum waktu dzuhur.[5]
Ulama Syafi’i menambahkan, sebelum dan sesudah bersiwak disunnahkan mencungkil
celah-celah gigi untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan.
Alasan bagi pendapat tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh jamaah
selain Al-Bukhori dan At-Tirmidzi, dari Aisyah Ra. Dia berkata, “ Apabila Nabi
Muhammad saw. Memasuki rumah, maka Rasulullah melakukannya dengan bersiwak.”
Ibnu majah juga meriwayatkan dari Abu Umamah, “Aku tetap
akan bersiwak sehingga kadang aku merasa bimbang akan mencederakan dua gigi
depanku”
Dari ‘Aisyah, ia juga menyebut bahwa Rasulullah saw. Setiap bangun tidurnya
baik malam atau siang beliau tetap bersiwak sebelum berwudhu.[6]
Selain itu, tidur, makan, dan sebagainya merupakan penyebab yang dapat
mengubah bau mulut, sementara bersiwak disyariatkan untuk menghilangkan bau
yang tidak sedap tersebut serta menjadikannya harum.
Mengikuti ulama syafi’i dan hambali, makruh bersiwak bagi orang yang sedang
berpuasa setelah matahari tergelincir, atau pun dalam masa setelah masuk waktu
zuhur hingga terbenam matahari. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw
dalam shahih Bukhori Muslim,
“bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum disisi Allah dari pada
bau minyak misk”
Kebaikan bau mulut yang disebut dalam hadist ini memberikan maksud ia perlu
dikekalkan dan makruh dihilangkan. Hukum makruh ini berakhir setelah masuk
waktu maghrib. Karena, pada waktu itu dia tidak lagi dihitung sebagai orang
yang berpuasa. Penentuan massa setelah matahari tergelincir oleh Nabi Muhammad
saw. Disebabkan karena perubahan bau mulut akan berlaku dengan jelas setelah
waktu tersebut.
Ulama Maliki dan Hanafi berpendapat secara muthlak, orang yang berpuasa
tidaklah makruh untuk bersiwak. Hal ini berdasarkan keumuman hadis sebelum ini
yang menganjurkan bersiwak ia juga berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw.
“Diantara
sifat orang berpuasa yang baik adalah bersiwak”[7]
Rabi’ah bin Amir mengatakan, “aku tidak dapat menghitung berapa kali aku
melihat Rasulullah bersiwak pada waktu Rasul sedang berpuasa”.[8]
Menurut Asy-Syaukani, sebenarnya amalan bersiwak dianjurkan bagi mereka
yang berpuasa sejak dari awal pagi hingga sore hari, dan inilah pendapat yang dipegang
oleh jumhur Ulama.
C. Cara bersiwak dan alatnya
Seseorangbolehbersiwakdengantangankanannyadenganmemulaidarisebelahkanan
yang meliputigigisebelahluardandalam.Iadigosoksecaramelintangdarigigidepan,
hinggakegigigeraham. Setelahitu, kebagiantengahdansebelahkiri,
kemudiandigosokjugasecaramembujurkebagianlidah. Cara
iniberdasarkanhadisAisyahra,
“Nabi Muhammad saw.
Sangatsukamemulakansesuatudarisebelahkanan,
baikpadawaktumemakaisepatuataumenyisirrambut,
dalambersucidandalamsegalaperbuatannya,”[9]
Iajugaberdasarkanhadis yang
menyebutkan, “Apabilakamubersiwakmakalakukanlahsecaramelintang.”[10]
Bersiwakjugabolehdilakukanpadagigisecaramembujur.
Akan tetapi,
carainidianggapmakruhkarenaiamungkinmenyebabkangusiberdarahsertadapatmerusakgigi.
Selainitu, lidahjugasunnahuntukdigosoksecaramembujur,
sebagaimana yang dinyatakanolehibnuDaqiq al-id berdsarkanhadis yang terdapat di
dalamsunanabuDawud.[11]
Ulamahambaliberpendaat,
bersiwakhendaklahdimulakandenganmenggosokgerahamsebelahkanan,
bersiwakjugadapatdihasilkandenganmenggunakanbatang yang
lembutsepertidarikayukurmadansebagainya, yang
dapatmembersihkanmulutsertatidakmenyebabkanbahayadanhancurdidalamnya. Contohnya
:sepertikayu arak dansikat, yang lebihbaikadalahmenggunakankayu arak (siwak)
diikutidengankayukurma. Setelahitukayu-kayu yang
mempunyaibauharumdandiikutidengankayukering yang dilembutkandengan air,
kemudiankayuud.Menggunakansiwak orang laintidaklahmakruhjikadia member
izin. Jikatidakmakahukumnyaadalah haram. Abu daud
tidakadasiwakmeriwayatkandariAisyahr.a.diaberkata
“Rasulullahbersiwakdandisampingnyaadadua orang laki-laki,
salahsatunyalebihtuadaripada yang lain. LaluwahyuditurunkankepadaRasul yang
berkaitandengankelebihanbersiwak, supayadiberikansiwakitukepada yang lebihtua
di antaramerekaberdua.”
MenurutpendapatulamaHanafidan
Maliki, bersiwakdapatdilakukandenganmenggunakanjari. Hal inibolehdilakukanjikayang
lain. Ali r.a.menyatakan,
mengggosokmenggunakanjaritelunjukdanibujaridapatdianggapsebagaibersiwak.
Al-Baihaqydan lain-lain telahmeriwayatkansatuhadisdariAnnas yang
disandarkankepadaNabi Muhammad saw. Yang berisi,
“mencukpiuntukbersiwakdenganmenggunakanjari.”[12]
Ath-ThabranimeriwyatkandariAisyahr.aDiaberkata:
قلت
يا رسول الله, الرجل يذهب فوه يستك؟ قال : نعم, قلت : و كيف يصنع؟ قال يدخل اصبعه
في فيه فيدلكه
“ Aku telah bertanya kepada
Rasulullah, apaka orang laki-laki yang tidak memiliki gigi juga perlu bersiwak?
Jawab beliau “ya” aku bertanya lagi, bagaimana dia dapat melakukan? Jawab
beliau hendaklah dia memasukkan jarinya kedalam mulut dan menggosoknya”[13]
Menurut pendapat yang paling ashah dikalangan ulama syafi’i dan ulama
Hambali, bersiwak dengan menggunakan jari tidak dapat berhasil. Begitu juga
dengan menggunakan kain menurut pendapat ulama Hambali. Menurut ulama syafi’i
bersiwak dapat dihasilkan jika menggunakan benda yang keras.menggunakan dengan
jari tidak dinamakan bersiwak, serta tidak dianjurkan oleh syara’. Ia tidak
mampu membersihkan seperti yang dihasilkan jika menggunakan kayu siwak.
Setelah kayu siwak digunakan, maka hendaklah dicuci dengan air untuk menghilangkan
apa yang ada padanya. Aisyah r.a mengatakan, “ setelah nabi muhammad saw.
Bersiwak, maka Rasul memberikan siwaknya kepadaku untuk dibersihkan. Lalu aku
mulai membersihkannya. Setelah itu aku bersiwak dengannya, kemdudian aku
mencucinya lagi, lalu aku serhkan kepada Rasul.”[14]
Semestinya bersiwak tidak dilakukan dengan menggunakan kayu delima, kayu
raihan, alas dan batang kayu yang berbau, karena ia dapat menimbulkan bahaya
pada daging mulut. Selain itu, ia tidak dapat menghasilkan kebersihan yang
diperlukan. Ayara’ juga tidak menginginkan perkara-perkara tersebut. Nabi
muhammad saw bersabda,
“janganlah kamu bersiwak menggunakan batang kayuraihan dan juga batang
kayu delima, karena keduanya dpat membawa bibit penyakit kusta.”[15]
Batang gandum dan juga batang hulaf serta sebagainya yang dapat
menyebabkan bahaya dan melukai tidak patut digunakan untuk bersiwak, karena
kedua-duanya bisa membawa kepada penyakit kusta. Bersiwak dan mencungkil gigi
juga tidak patut dilakukan dengan menggunakan sesuatu yang tidak dikenali, agar
ia tidak menyebabkan bahaya.
Apabila kamu bersiwak, maka hendaklah menyebut, “ Ya Allah, bersihkan
jiwakau dan hapuskan dosaku”[16]
Sebagian ulama syafi’i berkata, pada waktu bersiwak hendaklah berniat untuk
melaksanakn sunnah Nabi Muhammad saw.
Tidak makruh bersiwak didalam masjid, karena tidak ada dalil khusus yang
menunjukkan ia makruh.
Ukuran panjang kayu siwak hendaklah tidak melebihi sejengkal. Jika lebih,
maka hukumnya makruh. Dalam riwayat al-Baihaqy terdapat hadis dari jabir, dia
berkata, “posisi siwak rasulullah saw. Adalah seperti posisi pena telinga
tukang tulis.”
D. Faedah Bersiwak
Para ulama menyebut bahwa diantara faedah
bersiwak adalah ia dapat membersihkan mulut, mendapat keridhaan Allah,
memutihkan gigi, mewangikan mulut, mengukuhkan gusi, melambatkan uban, mempercantik
rupa, meningkatkan kecerdasan, melipatgandakan pahala, memudahkan tercabutnya
roh, dapat menyebut kalimah syahadat pada waktu kematian,[17]
dan sebagiannya yang telah disebutkan oleh al-hafiz ibnu hajar yang berjumlah
sebanyak tiga puluh sembilan faedah.[18]
Pada
masa sekarang para dokter juga menasihati supaya menggunakan siwak untuk tujuan
mengelakkan kerusakan serta kuning gigi, bengkak mulit dan gusi,
mengelakkan dari kerusakan yang mengelibatkan
saraf, mata, dan pernafasan. Bahkan, bersiwak juga dapat menghalang dari
terjadinya lemah ingatan dan lamaban berpikir serta akhlak yang buruk.
E.
PENUTUP
Dari hasil pemaparan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa :
Ulama Maliki dan Hanafi mengatakan bahwa bersiwak adalah sunnah pada setiap
hendak wudhu, namun jika terlupa maka disunnahkannya ketika hendak memulai
shalat.
1. Ulama Syafi’i dan Hanbali mengatakan bersiwak sunnah pada setiap hendak
melakukan shalat.
2. Sunnah bersiwak pada saat berwudhu yaitu dilakukan setelah membasuh tangan
atau sebelum berkumur-kumur
3. Ulama syafi’i menambahkan disunnahkan ketika sebelum atau sesudah bersiwak
untuk mencungkil celah celah gigi
4. Ulama syafi’i dan hambali menghukumi makruh bersiwak bagi para shoim
5. Sedangkan ulama maliki dan hanafi berpegang muthlak sebaliknya
6. Jumhur ulama lebih berpegang bahwa bersiwak dianjurkan bagi para shoim
Wallahua’lambishshowab
DAFTAR PUSTAKA
Zuhail, az-, Wahbah.Al-Fiqh al-islamiwaAdillatuhu.Cet ke-2.
Damaskus: Dar al-fikr. 1985.
Syaukani.Imam.Nailulauthar.
Hisni, al-, Taqiyuddinkifayatulakhyar Fi Halli ‘inayah
al-ikhtisar. Cet.ke-2. Kairo: Al-Quds. 2012.
Munawwir, AchmadWarsonKamus al-Munawwir.EdisiKedua. Cet ke-14.
Surabaya: PustakaProgresif.
[1]Riwayat imam ahmad dan an-nasa’i dari
‘aisyah .imam bukhori meriwayatkan hadis ini secara mu’allaq, dan ibnu hibban
meriwayatkannya secara maushul (bersambung) (Nailul Authar , jilid 1 hal
:102)
[2]Diriwayatkan oleh bukhori secara mu’allaq,
juga diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan ibnu khuzaimah di dalam shahih-nya,
ia dianggap shahih oleh al-hakim dari Abu Huroiro. Di riwayatkan juga oleh
Ath-thabranidalam Al-Ausath dari Ali bin abi thalib dengan isnad yang hasan.
[3]Diriwayatkan oleh jama’ah kecuali
at-Tirmidzi dari hudzaifah. Lafal dalam shahih al-bukhori dan muslim adalah,
“apabila nabi Muhammad saw, bangun dari tidur, beliau mencuci mulutnya dengan
bersiwak” (nailul authar, jilid 1 halaman 105)
[4]Bersiwak dapat memudahkan keluarnya roh.
Diriwayatkan bahwa bersiwak itu dapat menyembuhkan segala penyakit kecuali
maut. (asy-syarhush shagir, jilid 1 hal, 126)
[5]Fathul Qadir , jilid 1 halaman 15 dan
seterusnya ; al-lubab jilid 1 halaman 14 asy-syarhush shogir, jilid 1 hal
124-126, al-majmu’ jilid 1 hal, 329-342 asy-syarhul kabir , jilid 1 hal 102 dst
mughnil muhtaj jilid 1 hal 55 dst, almuhdzdzab jilid 1 hal 13, al-mughni jilid
1 hal 95-97 kasysyaful Qina’ , jilid 1 hal 78-81
[6]Riwayat imam ahmad dan abu daud
[7]Riwayat Ibnu Majah dari Aisyah
[8]Riwayat ahmad dan at-tirmidzi , ia berkata
hadis ini hasan diriwayatkan juga oleh imam hadis yang enam dan ibnu khuzaimah.
Al-Bukhori meriwayatkannya secara mu’allaq (Nailul Authar, jilid 1 hal:107)
[9]Muttafaq ‘alaih.
[10]Riwayat Abu Daud dalam al-marasil
[11]Dari abu
burdah dari ayahnya ia berkata, “kami menjumpai Rasulullah saw, dan aku
juga lihat beliau sedang bersiwak
membersihkan lidahnya.” (abu daud as-sunan, jilid 1 hal 12; ibnu daqiq ql-id ,
al-umam hal 16)
[12]Para ahli hadis berselisih pendapat
mengenai hadis ini, ibnu adi dan ad-daruquthni juga meriwayatkan hadis ini
(Nailul Authar, jilid 1, hal 106; nashbur royah, jilid 1 hal, 10
[13]Dalam isnadnya ada perawih yang dhaif
(majma’uz Zawa’id, jilid II hal, 100). Diriwayatkan oleh ahmad dari ali, bahwa
Nabi Muhammad saw memintasatu kendi air lalu beliau membasuh muka dan telapak
tangannya serta berkumur tiga kali, kemudian beliau memasukkan sebagian jari
kedalam mulutnya, ini merujuk bahwa boleh bersiwak dengan jari (Nailul Authar,
jilid 1, hal 106)
[14]Riwayat abu daud (sunan abu dawud, jilid 1
hal, 13)
[15]Riwayat muhammad ibnu husain al-azdi
al-hafiz dengan isnadnya dari qalisah bin zu’aib
[16]Sebagian ulama menganjurkan ketika
permulaan bersiwak hendaknya membaca, “ ya Allah putihkanlah gigiku, kuatkanlah
gusiku, tetapkanlah leherku, dan berkatilah diriku, wahai yang maha pengasih.”
Imam An-Nawawi mengatakan bahwa do’a ini tidak mengapa dibaca, walaupun tidak
ada asal-usulnya, karean ia merupakan do’a yang baik(mughnil muhtaj, jilid 1
hal 56)
0 komentar:
Posting Komentar