Sebelum kita menuju pembahasan, ada baiknya kita menyimak kisah salah seorang ulama berikut yang di kemudian hari menjadi ulama’ besar. Beliau adalah Imam Abu Hanifah yang pernah mangalami rasa malu karena ketidak tahuannya. Sehingga beliau melakukan kesalahan sampai lima kali dalam salah satu ibadah yang beliau lakukan.
Sebagaimana yang beliau ceritakan sendiri,
“Aku pernah melakukan kesalahan ketika melakukan manasik di Makkah, lalu
seorang tukang cukur mengajariku. Peristiwa itu terjadi ketika aku bermaksud
mencukur rambut karena hendak menyudahi ihram, maka aku mendatangi seorang
tukang cukur. lalu aku bertanya, berapa upah yang harus aku bayar untuk
mencukur rambut kepala?. Tukang cukur itu menjawab, “semoga Allah memberi
hidayah kepada Anda, ibadah tidak mempersyaratkan itu. Duduklah dan
posisikanlah kepala sesuka Anda,”.
Aku pun merasa grogi dan duduk. Hanya saja
ketika itu aku duduk dengan membelakangi kiblat, maka tukang cukur itu
mengisyaratkan agar aku menhadap kiblat. Dan aku pun menuruti kata-katanya.
Yang demikian itu semakin membuat aku salah tingkah. Lalu aku serahkan kepala
bagian kiri untuk dipangkas rambutnya, namun tukang cukur itu berkata, “berilah
bagian kanan.”. lalu aku pun menyerahkan bagian kanan kepalaku.
Tukang cukur itu mulai memangkas rambutku
sementara aku hanya diam memperhatikannya dengan takub. Melihat sikapku, tukang
cukur itu berkata, “mengapa Anda diam saja? Bertakbirlah dan berseru” lalu aku
pun bertakbir hingga aku beranjak untuk pergi. Untuk kesekiankalinya tukang
cukur itu menegurku, “hendak kemanakah Anda?” aku katakan, ‘aku hedak pergi
manujukendaraanku.’ Tukang cukur itu berkata, “sholatlah dua raka’at terlebih
dahulu lalu pergilah sesuka Anda.”. aku pun sholat dua raka’at, lalu aku
berkata kepada diriku sendiri, tidak mungkin seorang tukang cukur bisa berbuat
seperti ini melainkan dia pasti memiliki ilmu. Kemudian aku bertanya kepadanya,
‘dari manakah Anda mendapatkan tata cara manasik yang telah Anda ajarkan
kepadaku tadi?’ orang itu menjawab, “aku melihat ‘Atha; bin Abi Rabbah
mengerjakan seperti itu lalu aku mengambilnya dan memberikan pengarahan kepada
manusia dengannya.”
Dari cerita tersebut bisa diketahui bahwa kita
sangat menghajatkan ilmu fikih sebagai bekal untuk kita melaksanakan segala
ibadah yang Allah perintahkan. Lalu secara ringkas tujuan mempelajari ilmu
fikih adalah sebgai berikut:
1. Ilmu fikih mengatur dua hubungan utama manusia. Yaitu hubungan manusia
dengan Sang Pencipta, diri sendiri, dan masyarakat atau pun orang lain.
2. Hukum-hukum fikih juga ditunjukkan untuk maslahat dunia dan Akhirat.
3. Hukum-hukum fikih mengandung masalah akidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalah
sehingga ketika mengamalkannya hati manusia terasa hidup, merasa melaksanakan
suatu kewajiban, dan merasa diawasi oleh Allah dalam segala kondisi. Oleh sebab
itu, jika diamalakn dengan benar, maka ketenangan, keimanan, kebahagiaan, dan
kestabilan akan terwujud. Maka selain itu, jika fikih dipraktekkan dalam
kehidupan manusia seluruh dunia akan rapi dan teratur.
4. Secara ringkas mempelajari ilmu fikih berarti mempelajari dimensi kehidupan
yang dibutuhkan oleh semua manusia.
5. Belajar fikih gar lebih bijak.
6. Menurut Iman Ibnul Jauzi, ilmu yang paling bermanfaat saat ini adalah ilmu
fikih.
0 komentar:
Posting Komentar