BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang masalah
Menjadi bangsa yang maju dan sejahtera merupakan tujuan
didirikannya negara ini, sesuai dengan amanat Pancasila maupun konstitusi dasar
negara yakni Undang-undang dasar 1945. Yaitu keinginan bangsa ini untuk dapat
maju dan berkembang menjadi suatu bangsa yang disegani dan memiliki peranan
besar di mata dunia tentunya hal itu dapat dicapai dengan peningkatan kualitas
bangsa Indonesia, yakni dengan adanya kemajuan dalam dunia pendidikan.
Tulisan Ignas Kleden di Kompas, Kamis (26/06/2015) tentang
“Tanggung Jawab atas Pendidikan” mengajak para pembaca untuk melihat kembali
arti penting pendidikan sebagai proses pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas. Sumber daya manusia harus dibedakan secara jelas dengan sumber
daya alam. Sumber daya manusia tentunya tidak semurah hati sumber daya alam
yang terkesan tak kunjung habis. Bagi Ignas, sumber daya manusia merupakan
suatu kualitas yang harus diproduksi oleh manusia juga. Dalam praktisnya,
pendidikan yang terarah yang berlandaskan pada nilai-nili budaya, religi, dan etika
mampu memproduksi SDM dengan kapasitas kecerdasan dalam karakter yang dewasa.
SDM macam ini yang mampu menjadi agen perubahan di dalam masyarakat dan negara,
khususnya dalam sumbangsihnya terhadap peningkatan proses produksi dalam
ekonomi dan memperkuat integrasi sosial di dalamnya. nampak, bahwa sektor
pendidikan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari progesivitas ekonomi, sosial,
dan budaya.
Dewasa ini kita menjumpai banyak kerusakan karakter yang bersumber
dari dunia pendidikan itu sendiri. Berdasarkan laporan Education for All
Global Monitoring Report yang dirilis oleh UNESCO pada tahun 2011 yang
dimuat dalam situs indonesiaberkibar.org, bahwa Indonesia menduduki peringkat
67 dari 127 negara dalam Education Development Index dan menghasilkan
empat orang anak putus sekolah dalam setiap menitnya. Masih dikutip dari situs
yang sama, kualitas guru di Indonesia juga mendapat sorotan tajam sebab lebih
dari 50 % guru tidak memiliki kualifikasi yang cukup untuk mengajar. Dan ini merupakan
sebuah angka yang sangat fantastis, apabila kita melihat kembali tujuan negara
ini yang katanya “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
B.
Rumusan
masalah
1.
Bagaimana
cara membangun pendidikan karakter bagi anak bangsa?
2.
Apa
tujuan dari pendidikan karakter?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui cara membangun pendidikan karakter bagi anak
bangsa.
2. Untuk mengetahui betapa pentingnya pendidikan karakter bagi anak
bangsa.
D. Manfaat penulisan makalah
1. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis
2. Sebagai
sumbangan pengetahuan bagi santriwati Ma’had Al- Aly Hidayaturrahman
3.
Sebagai
tambahan pengetahuan bagi masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
Semua orang mengetahui bahwa pendidikan memerlukan proses kesabaran
yang tak bertepi mulai dari menit ke
menit, jam ke jam, hingga hari ke hari guna mendidik serta membangun anak
bangsa yang berkarakter (Muhammad Jafar Anwar)[1].
Sejak 14 abad silam, Allah telah mengutus seorang Rasul yang
bernama Muhammad SAW untuk memperbaiki akhlak manusia. Islamlah yang pertama
kali memperkenalkan pendidikan karakter atau nilai moral kepada seluruh umat
manusia. Dewasa ini pendidikan karakter semakin populer dan memperoleh
pengakuan luas dari masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi seiring dengan meluas
dan melembaganya penyimpangan moral dan kemaksiatan yang merajalela. Kuatnya
pengaruh negatif bagi kehidupan bangsalah yang mengakibatkan kekhawatiran
masyarakat akan hilangnya nilai-nilai moral kebangsaan yang selama ini telah
lama dijaga dan dikembangkan.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi: ‘’Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dengan
tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab’’.
Secara umum tujuan dari pendidikan adalah terbentuknya karakter yang memberikan penguatan dan
pengembangan nilai-nilai positif agar anak didik memiliki karakter yang
mulia.Esensi dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia
adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari
budaya bangsa Indonesia dalam rangka mendidik generasi muda.
Pendidikan karakter idealnya harus diiplementasikan secara utuh
agar dapat membantu para peserta didik untuk menyadari dan mengidentisifikasi
nilai-nilai positif bagi diri mereka sendiri serta orang lain, mampu
berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, mampu menggunakan
secara bersama-sama kemampuan berfikir rasional dan kesadaran emosional, untuk
memahami perasaan, nilai-nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Yang artinya
bahwa tujuan utama pendidikan kamanusia
secara utuh darakter adalah membentuk kepribadian dengan sempurna. Ada tiga
pilar yang menjadi tumpuan utama dalam pendidikan karakter:
- Pendidikan dalam keluarga
Keluarga menjadi pilar utama dalam pembentukan karakter. Dalam
lingkup keluarga itulah seorang anak belajar meneladani dan memerhatikan apa
yang terjadi di dalam keluarganya. Dan di sinilah orang tua memiliki peran
penting sebagai panutan utama bagi anaknya. Mayoritas orang tua, menginginkan
anaknya tumbuh menjadi seseorang yang baik sesuai dengan yang didambakan.
Namun, banyak diantara para orang tua tidak sadar akan kondisi mereka sendiri.
Jadi, jangan semata-mata salahkan anak apabila ia tumbuh dengan membawa
karakter yang buruk sebab ia terlahir dari sebuah keluarga yang gagal (broken).
Kesibukan orang
tua dalam bekerja juga dapat mempengaruhi perilaku seorang anak. Ketika orang
tuanya bekerja, mereka merasa bahwa tidak lagi ada yang peduli pada mereka.
Sehingga bisa dipastikan perilaku mereka cenderung semau mereka dan kurang
memperhatikan kesopanan. Konsekuensi terhadap perilaku tersebut berperan
penting dalam proses pembelajaran. Ketika perilaku yang diamati mendapat
konsekuensi yang baik dan menyenangkan bagi orang tua, maka anak cenderung untuk menirunya. Begitupun
sebaliknya, bila perilaku yang diamati tersebut tidak mendapatkan konsekuensi
yang positif, maka cenderung tidak
ditiru. Konsekuensi yang didapatkan dari orang tua dapat bersifat eksternal,
yaitu ketika seseorang mengatakan atau memberi respon positif atas perilaku
orang tua terhadap dirinya. Selain itu juga dapat bersifat internal yang
ditunjukkan dengan respon kepuasan pada diri orang tua.
2. Pendidikan dalam sekolah
Sebagai lembaga formal,
sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan kemampuan intekeltual para murid.
Hal itu dilakukan agar para murid mampu berkompetisi dalam masyarakat modern
yang terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai atau
norma yang ditanamkan kepada anak harus jelas dan dipahaminya. Selain itu, penekanan terhadap apa arti penting dari
nilai atau norma tersebut bagi diri dan lingkungannya harus diperhatikan.
Segala aktivitas pengasuhan, baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat
diharapkan memiliki kesamaan tujuan besar, sedangkan tujuan kecil disesuaikan dengan
kondisi yang dihadapi. Adanya harapan tersebut akan mengarahkan perilaku. Hal ini dikuatkan oleh Albert Bandura
(Santrock, 1998; 48).
Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus
dilakukan secara berkesinambungan. Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian
Pendidikan Nasional harus melakukan upaya-upaya untuk perbaikan kualitas
pendidikan di Indonesia, namun belum semuanya berhasil, terutama jika tujuannya
menghasilkan insan Indonesia yang berkarakter. Salah satu upaya untuk mewujudkan
pendidikan yang seperti di atas adalah para peserta didik (siswa dan mahasiswa)
harus dibekali dengan pendidikan khusus yang membawa misi pokok dalam pembinaan
karakter atau akhlak mulia. Di sinilah mata pelajaran pendidikan agama menjadi
sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter siswa, mengingat
tujuan akhir dari pendidikan agama tidak lain adalah terwujudnya akhlak atau
karakter mulia.
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu faktor penunjang dalam
pendidikan moral. Orang yang bermoral adalah orang yang memiliki sikap batin
yang baik dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Sikap batin ini
disebut juga hati. Orang yang baik memiliki hati yang baik. Akan tetapi sikap
batin yang baik baru dapat dilihat oleh orang lain setelah terwujud dalam
perbuatan lahiriyah yang baik pula. Selain itu Pendidikan Islam merupakan salah
satu faktor yang membentuk kepribadian yang luhur bagi peserta didik. Selain
membentuk kepribadian yang luhur, pendidikan agama Islam juga bertujuan menanamkan
keimanan pada diri peserta didik yang tercermin dalam kehidupan mereka
sehari-hari.[2]
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah
mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari
SD-Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas,
Prof. Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia
dini. Jika karakter sudah terbentuk
sejak usia dini, kata Mendiknas, maka
tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat
membangun kepribadian bangsa. Mendiknas mengungkapkan hal ini saat berbicara
pada pertemuan Pimpinan Pascasarjana LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan
(Unimed), Sabtu (15/4/2010). Munculnya
gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum berhasil
membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut,
pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan sekolah atau sarjana yang piawai
dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah.
Banyak pakar bidang moral dan agama yang sehari-hari mengajar tentang kebaikan,
tetapi perilakunya tidak sejalan dengan ilmu yang diajarkannya.Praktik-praktik
tidak terpuji terus berlangsung dengan kasat mata di tengah masyarakat. Tak
terkecuali di dunia pendidikan. Pungutan liar saat penerimaan murid baru di
sekolah-sekolah
negeri, bukanlah cerita khayalan. Di tengah meningkatnya kucuran
dana pendidikan dari pemerintah, juga terjadi peningkatan pungutan biaya
pendidikan kepada peserta didik. Orang tua dibuat tidak berdaya. Sebab,
seringkali pungutan itu diatasnamakan kesepakatan Komite Sekolah yang
beranggotakan orang tua atau wali peserta didik. [3]
2.
Pendidikan
karakter pada masyarakat.
Pendidikan
dalam masyarakat dapat dilakukan dengan menjalin interaksi yang baik antara
tokoh masyarakat , tokoh agama, dan tokoh pemuda. Karena, pengaruh pendidikan pada masyarakat dalam
pergaulan ataupun lingkungan mampu mempengaruhi karakter sorang anak.
Pendidikan pada masyarakat global idealnya harus bisa memperkuat identitas
diri, rasa nasionalisme dan budaya nasional.
Melalui
lembaga tesebutlah dapat tertanam dan tumbuh sikap perilaku positif, bukan
perilaku yang tamak nan rakus. Oleh
sebab itu, lembaga pendidikan tersebut solah mampu untuk menghadapi arus budaya
hedonisme dan materialisme yang seakan menjadi sebuah gaya hidup baru ala
kekinian. Saharusnya, gaya hidup menjadi komoditas yang dapat dipermak menjadi
sedemikian rupa dalam kehidupan manusia. Dan ini menjadi instropeksi bagi dunia
pendidikan karena telah mengabaikan nilai moral.
Gambaran
tentang munculnya penyakit psikologi manusia modern menjadi hal yang lumrah
kita jumpai dalam kehidupan masyarakat modern. Pengasingan diri, depresi hingga
bunuh diri kian meningkat dalam kedupan sehara-hari. Semua itu memakan korban
mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa yang telah terlena oleh jerat nafsu
kesenangan semu (pseudo hedonism).Gaya hidup mewah dengan kesenagan semu
mulai merambah kedalam dunia anak muda perkotaan hingga anak muda sekitar
pedesaaan.balum lagi pengaruh yang dihasilkan dari tontonan, dan bacaan media,
baik itu barupa media cetak ataupun elektronik seperti: majalah, televisi,
internet, dan lainnya. Fenomena tersebut layak menjadi sorotan tajam bagi
keluarga, sekolah dan mayarakat dalam rangka memperbaiki karakter bangsa.
Penanaman
karakter yang baik bagi anak-anak dan remaja sebagai langkah yang nyata untuk
membangun karakter bangsa. Dahulu bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang
berkarakter baik. Suka bergotong royong, tolong menolong sesama, saling
hormat-menghormati, ramah tamah serta sopan santun, suka bermusyawarah dan
berperilaku baik lainnya. Hal ini tentu sesuai dengan filsafah yang dijunjung
oleh bangsa kita “bersatu kita teguh barcerai kita runtuh”. Saat ini,
nilai-nilai karakter tersebut kian memudar dan nyaris hilang dari kehidupan
masyarakat. Terlebih bagi mereka yang lebih mengutamakan media sosial sebagai
alat untuk bersosialisasi dengan dalih era globalisasi. Fenomena ini tentu
sangat mencemaskan dan memprihatinkan.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, bermoral, berakhlak mulia, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan
Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1.mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik.
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur.
3.meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Di antara upaya-upaya yang mampu
meningkatkan kualitas karakter anak bangsa adalah:
v Membuat visi dan misi
Visi
dalam pendidikan karakter adalah menggapai ridho Allah Ta’ala dan membina,
menegakkan, serta mengembangkan perangkat tatanan nilai moral dalam kehidupan
manusia dengan akhlak yang mulia serta hidup bermasyarakat dengan santun.
Adapun
misi dalam pendidikan karakter adalah mengembangkan kecerdasan holistik yang
bersifat ruhi dan jasadi(mengembangkan seluruh kecerdasan dalam mengolah
potensi duniawi untuk meraih keinggian derajat di sisi Allah Ta’ala), dengan 1)
Memelihara,melestarikan, dan membina nilai moral dalam kehidupan masyarakat; 2) Mengklarifikasi dan merenvitilasi nilai moral
dalam kehidupan masyarakat;3) Memanusiakan, membudayakan dan memberdayakan
manusia dan kehidupannya secara utuh dan beradab.
v Menyadari diri sebagai seorang muslim
Melaksanakan amalan wajib,
membiasakan amalan sunnah, menjahui dosa besar maupun kecil , serta mawas diri
dalam perkara mubah yang mencoreng harga diri. Mengajak kepada kebaikan serta
menjahui keburukan dan segala hal yang dilarang oleh Allah dan Rosul-Nya.
Apabila seseorang mampu menjalani keseluruhan dari hal tersebut, identitasnya
sebagai seorang muslim tidak akan tergantikan. Dan dapat dipastikan bahwa
karakter yang menghiasi dirinya tidak lain adalah karakter yang mulia.
v Menyadari bahwa ia memiliki jiwa pendidik
Menjadi guru yang mampu menjalankan
pendidikan iman dan mampu mengarahkan serta meluruskan pola pikir tentang
kehidupan dan bukan sekedar menguasai fisik dan aktifitasnya. Janganlah kalian
didik anak-anak kalian sebagaimana perangai/kebiasaan yang kalian dapatkan,
karena sesungguhnya merek hidup bukan pada masa kalian dilahirkan. Maksud
perangai adalah adat kebiasaan yang dinamis dan selalu berubah. Adapun perkara
ushul akhlaq bersifat baku dan permanen (tetap harus diajarkan). (Al-Mausu’ah
Ar-Raddu ‘Ala Al-Madzahib Al-Fikriyah Al-Mu’ashirah, Aly Bin Nayif Asy-Syahud,
12/292)
v Sadar sebagai anggota masyarakat
Mampu menjaga atau mengkondisikan
sikap serta tata krama dalam kehidupan bermasyarakat dengan menjadi contoh yang
inspiratif dan selalu memberikan maslahat dengan tetap menjaga jati diri
sebagai seorang muslim.
Adapun kiat untuk meningkatkan
kualitas karakter anak bangsa adalah:
Ø Ketekunan
Ketekunan merupakan suatu usaha yang dilakukan dengan sepenuh jiwa
demi tercapainya suatu tujuan tertentu. Dan ini sangat diperlukan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, supaya kehidupan seseorang dapat berjalan
dengan harapan yang telah kita susun. Menekuni suatu hal yang baru bukanlah
sebuah perkara yang mudah.
Sekeras apapun usaha kita
untuk membuatnya menjadi sederhana, tetaplah ia tidak akan sesederhana yang kita
bayangkan. Tapi yakinlah bahwa membiasakan diri dalam menekuni hal baru akan
membuat seseorang terbiasa. Begitu juga dalam merubah karakter. Seseorang
berkarakter tempramental (keras) akan sulit merubah karakter yang sudah
ia miliki, namun karena ia berusaha untuk memahami kondisi orang yang ada di
sekitarnya, perlahan karakter tersebut akan berganti menjadi lembut atau
menyesuaikan keaadaan sekitar meskipun karakter keras tersebut tetap ada dalam
diri orang tersebut.
Ø Kedisiplinan
Telah kita ketahui bahwa kedisiplinan sangatlah diperlukan dalam
kehidupan manusia. Karena, dalam aplikasinya ia merupakan tolak ukur mampu
tidaknya seseorang mentaati suatu aturan yang berlaku dalam sebuah lembaga. Hal
itu dilakukan guna menjaga stabilitas kegiatan dalam lembaga tersebut. Selain
itu, sikap disiplin sangat diperlukan untuk di masa mendatang bagi pengembangan
watak maupun pribadi seseorang. Sehingga ia mampu tumbuh menjadi sesosok yang
berkepribadian tangguh dan dapat diandalkan.
Ø Keterbatasan
Dengan mengenali keterbatasan yang kita miliki, kita bisa
menciptakan inovasi baru guna melampauinya. Walaupun jika nanti inovasi yang
kita ciptakan masih belum bisa mengalahkan keterbatasan tersebut. Setidaknya
hal itu membuat kita tersadar bahwa dengan keterbatasan yang ada kita tidak
berhak untuk berbuat sesuka hati dan kehendak kita.
Apabila seseorang sadar akan keterbatasan yang ia miliki namun ia
enggan untuk mengakuinya, bahkan ia bersikap sombong dengan apa yang ia miliki.
Ketahuilah suatu saat ia akan tenggelam dalam keterbatasan yang ia miliki.
Karena ia bukan berusaha menciptakan inovasi guna melampauinya perlahan, tetapi
justru lebih cenderung menghindari keterbatasan yang sudah jelas ia miliki.
Tentu yang demikian itu bukan merupakan cerminan dari karakter yang diharapkan
oleh bangsa.
Ø Kepercayaan
Harus kita sadari sedini mungkin, barada dalam posisi aopakah kita
saat ini. Jika kita berada pada posisi pemimpin (atasan) maka jangan malu dan
ragu untuk memberikan kepercayaan pada nggota kita. Jika hasil yang mereka buahkan
lebih bagus dan lebih sempurna dari yang pernah kita usahakan dahulu, jangan
malu untuk mengakui, memuji bahkan jika memungkinkan beri mereka suatu
apresiasi kepuasan atas hasil yang telah mereka peroleh. Namun jika hasil yang
mereka buahkan tidak sesuai bahkan jauh dari harapan yang kita inginkan, jangan
hujat mereka.
Bayangkan posisi kita ada pada mereka. Setelah usaha yang dilakukan
dengan semaksimal yang kita bisa lakukan, begitu selesai justru hujatan dan
umpatan yang kita terima dari atasan kita. Bukankah itu sangat menyakitkan?
Mungkin, ketidak sempurnaan tersebut bersumber dari perintah kita yang kurang
jelas dan sulit dimengerti. Jika suatu saat kita temui hal yang demikian
rangkul dan ajak mereka untuk berintropeksi bersama.
Bagitu pula sebaliknya, jika posisi kita berada sebagai anggota.
Jangan sia-siakan kepercayaan yang telah diberikan oleh atasan kepada kita.
Berusaha dengan semaksimal yang bisa kita lakukan agar atasan tidak kecewa
telah mempercayakan suatu amanah kepada kita. Buat mereka puas dengan usaha
yang telah kita lakukan. Dengan demikian akan terjalain hubungan yang harmonis
nan serasi antara atasan dengan anggota yang dimiliki. Kepercayaan yang
terbangaun antara dua kubu tersebut dapat menjamin suksesnya suatu hasil yang diharapkan.
Ø Kejujuran
jujur
adalah suatu perkara yang sangat susah diaplikasikan dalam kehidupan
dehari-hari. Jujur bisa diartikan sebagi menjaga amanah. Jujur merupakan sifat
manusia yang mulia, orang yang memiliki sifat jujur biasanya mendapat
kepercayaan dari orang lain. Sifat jujur merupakan salah satu rahasia diri
seseorang untuk menarik kepercayaan umum, karena orang yang jujur senantiasa
berusaha untuk menjaga amanah. Setiap orang tentu tidak ada yang menyukai
orang-orang yang bersifat pendusta. Baik itu berdusta dalam hal yang sepele
maupun yang serius. Jika seseorang mulai berdusta dalam perkara kecil yang
dianggapnya remeh, sudah bisa dipastikan dalam perkara besarpun ia lebih mudah
untuk berdusta meski hati kecilnya memberontak. Jujur merupakan karakter yang
sangat diharapkan untuk dimiliki setiap anak dalam bangsa ini.
Ø Kesungguhan
Kesungguhan
adalah suatu upaya yang dilakukan dengan seluruh usaha yang mempu ia curahkan
demi hal yang ia citakan. Kesungguhan di sini dapat dirtikan sebagai usaha
untuk menjadi manusia yang berkarakter mulia sesuai yang diharapkan bangsa bagi
setiap enerusnya kelak. Dan ini dapat dilakukan dengan senantiasa berusaha
mencapa keempat point yang telah disebutkn diatas dengan segenap kesungguhan
diri yang ada. Semua itu ditujukan demi kemajuan bangsa yang membanggakan lagi
diharapkan, bukan semata-mata untuk keuntungan suatu instansi tertentu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Telah
kita ketahui di atas bahwa menjadikan anak bangsa yang memiliki karakter baik
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa aspek yang pelu
dipenuhi guna tercapainya tujuan
tersebut. Di antara aspek yang perlu diperhatikan adalah; aspek pendidikan
dalam keluarga, aspek pendidikan dalam sekolah, dan aspek pendidikan dalam
masyarakat. Yang tentunya semua itu tidak akan terjadi tanpa adanya keselarasan
yang terbangun antara pendidik dan peserta didik. Karena semua hal tersebut
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan tidak bisa dipisahkan.
Jika ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi maka bisa dipastikan bangsa ini
memiliki penerus yang berkarakter yang mempu mengejar ketertinggalan bangsa
lain yang telah mendahuluinya. Bukankah setiap negara yang maju lagi berkembang
bermula dari sebuah kegagalan karakter anggota masyarakatnya yang terus mereka
koreksi agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama?
B.
Saran
Sebuah bangsa, baru bisa dikatakan maju setelah ia mampu menjadikan
setiap individu dari bangsanya memiliki karakter yang mulia. Dan itu dapat
dicapai dengan menerapkan keseluruhan dari lima hal diatas dalam kehidupan
sehari-hari yaitu; ketekunan, kedisiplinan, keterbatasan, kepercayaan,
kejujuran dan kesungguhan.
DAFTAR PUSTAKA
ü Al-Mausu’ah Ar-Raddu ‘Ala
Al-Madzahib Al-Fikriyah Al-Mu’ashirah,
Aly Bin Nayif Asy-Syahud, 12/292
ü Anwar, Dr. Muhammad Jafar, M.Si. dan Dr.Muhammad A. Salam As.,
Msi. Membumikan Pendidikan Karakter,
cet 1, (Jakarta: CV Suri Tatu’uw), 2015,
ü Hariyanto,SPd, Pengertian Pendidikan Karakter
http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/diakses pada 06 Mei 2016 pukul 17.11
ü Husaini, Dr.Adian, Pendidikan Islam membentuk Manusia
Berkarakter dan Beradab,cet 1 (Jakarta: Cakrawala Publishing), 2010, Pdf.
ü Izzaty, Dr. Rita, S.Psi., M.Si, Pentingnya Pendidikan Karakter
Pada Anak Usia Dini : Sudut Pandang Psikologi Perkembangan Anak , http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/dr-rita-eka-izzaty-spsi-msi/Pentingnya%20Pendidikan.pdf
diakses pada 02 Mei 2016 pukul 23.36.
ü Kleden, Ignas, Tanggung Jawab Atas Pendidikan, http://edukasi.kompas.com/read/2015/06/25/16124171/Tanggung.Jawab.atas.Pendidikan?page=all, di akses pada
31 mei 2016, pukul 23.44.
ü Mardiati, Poppy Sopiah, Gambaran Tingkat Pendidikan Guru Pada
Jenjang Pendidikan Menengah Di Indonesiahttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/21944, diakses pada 02 Maret 2016 pukul 13.00.
ü Nasriaika, Makalah dasar dan Konsep Pendidikan Moral,https://nasriaika1125.wordpress.com/2013/11/17/makalah-dasar-dan-konsep-pendidikan-moral/, diakses pada 06 Mei 2016, pukul 17.30.
ü Pentingnya penerapan pendidikan
karakter bagi remaja, http://www.academia.edu/12016843/Pentingnya_penerapan_pendidikan_karakter_bagi_remaja, diakses pada 06 Mei 2016 pukul 18.42.
ü Poerwadartaminta,W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet
5, (Jakarta: PN Balai Pustaka).
ü Republik Indonesia, 2003 Undang-Undang Nomor 20 Bab II pasal 3, Sistem pendidikan Nasional, Jakarta:
Sekertariat Negara.
ü Republik Indonesia, 2014 Undang-Undang Nomor 23, Kepemerintahan
Daerah Bagian Pendidikan Nasional, Jakarta: Sekertariat Negara.
ü Santrock, J. W. (2006). Life-span vevelopment (Perkembangan masa
hidup). Eds. 5 jilid I, Penerjemah : Achmad Chusairi, S.Psi & Drs. Juda
Damanik, M.S.W., Jakarta : Penerbit Erlangga.
ü Setyoko, Allan, Peran Penerintah Daerah Dalam Pendidikan
Menengah Universal (PMU)http://allansetyoko.blogspot.co.id/2013/01/peran-pemerintah-daerah-dalam_7559.html, diakses pada 06 Mei 2016 pukul 12.17.
[1]
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam,
Membumikan Pendidikan Karakter, cet 1, (Jakarta: CV Suri Tatu’uw), 2015,
hlm.13
[2] Nasriaika,Maklah dasar dan Konsep Pendidikan Moral,
https://nasriaika1125.wordpress.com/2013/11/17/makalah-dasar-dan-konsep-pendidikan-moral/, diakses pada 06 Mei 2016, pukul 17.30
[3]
Adian Husaini, Pendidikan Islam membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab,cet 1
(Jakarta: Cakrawala Publishing), 2010, hlm. 49. Pdf
Oleh : Maryam
0 komentar:
Posting Komentar