A.Pendahuluan
Kita mengetahui tentang sholat witir, bahkan kita sering melakukannya setiap
harinya,untuk itu kita harus tahu hal yang akrab dengan witir itu sendiri,
yaitu qunut. Dan tentu saja,kita juga harus tahu apa pengertian dari qunut?,
apa hukumnya?, dan bagaimana cara kitamelaksanakannya?.
Untuk itu, didalam makalah sederhana ini, kami akan memaparkan segala
sesuatu yang mengganjal dalam hati tentang qunut, semoga semua akan tergambar
dengan jelas, dan tidak ada lagi yang samar dalam masalah qunut, khususnya
untuk diri pribadi dan umumnya untuk seluruh umat muslim.
B.Definisi witir dan hukumnya
Salat Witir (Arab: صلاة الوتر Sholatul witr) adalah salat
sunah yang dikerjakan pada waktu malam hari
setelah waktu isya dan sebelum waktu salat subuh, dengan rakaat ganjil. Salat ini dilakukan setelah salat lainnya, sepertti tarawih dan tahajjud), hal ini didasarkan pada sebuah
hadits. Salat ini dimaksudkan
sebagai pemungkas waktu malam untuk "mengganjili" salat-salat yang
genap, karena itu, dianjurkan untuk menjadikannya akhir salat malam. Hukumnya adalahsunnah yang ditekankan.
C. Definisi qunut
Qunut (قنوت) secara etimologi
merupakan masdar dari qanata(قنت), yang berarti merendah
diri.[1]
Sedang menurut tertimologi terdapat dua makna :
a.
Khusyu’
Seperti yang
Allah SWT
وقوا لله قانتين[2]
وصدقت بكلمات
ربها ولتبه وكانت من القانتين[3]
b. Do’a
D. Masyruiyah
عن قتيبه ن
سعيد بن جؤاس الحنفى قالا عن ابي اسحاق عن ابي مريم عن ابي الحوراء قال قال الحسن ن
عليرضي الله
عنهما علمني
رسولوالله صلي الله عليه وسلم كلمات اقولهن في الوتر الهم اهدني فيمن هديت وعافني
فيمن عافيت وتولني فيمن تولين وبارك لى فيما اعطيت وفني شرما قضيت انك نقضي عليك
وانه لا بزل من واليت ولايعزمن عباديت تباركت ربنا وتعاليت[4]
E.Hukum
melaksanakan qunut
Hukum melaksanakan qunut pada sholat witir terdapat perbedaan pendapat,
menurut hanafiyah hukumnya adalah wajib. Maka, saat lupa, dan tidak
malaksanakan qunut. Maka, dia harus manyelesaikan sholatnya,
kemudian sebelum salam, sujud sahwi terlebih dahulu.[5]
Begitupun dengan syafi’iyah, yang berpendapat, bahwa qunut adalah termasuk
dari Sunnah ab’adh, yang artinya : jika tidak melaksanakan qunut, maka, ia
harus menggantinya dengan sujud sahwi.[6] Sedangkan memurut hanabilah hukumnya adalah Sunnah.[7] Berbeda dengan malikiyah, yang berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam witir, karena
qunut hanya ada pada sholat shubuh.[8]
F.Kapan melaksanakan qunut
Menurut hanafiyah, qunut dilaksanakan pada raka’at ketiga, sebelum ruku’,
baik sholat pada waktunya maupun qodho’.[9] Berbeda dengan
syafi’iyah , yang berpendapat bahwa, qunut dilaksanakan setelah ruku’,
begitupun dengan hanabilah yang
sependapat dengan itu. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan muslim,
dari ibnu abbas, sesungguhnya rosulullah SAW qunut setelah subuh.[10]
Sesungguhnya,
tidak disyariatkan qunut sebelum ruku’. Tetapi sebagian ulama dari keempat
madzhab membolehkannya sebelum ruku’, dan sesudah qiro’ah.
Sedangkan setelah ruku’, itu menyelisihi qunut rosulullah saat sholat munfarid,
maka perlu diketahui bahwa qunut itu
sendiri, berasal dari Sunnah yang bermacam-macam, terkadang seperti ini dan
terkadang seperti ini.
G.Tata cara
melaksanakan qunut
Menurut hanafiyah, melaksanakan qunut sebelum ruku’,yaitu dengan cara:
setelah qiro’ah, bertakbir dengan mengangkat kedua tangan, sebagaimana
takbiratul ikhrom, kemudian meletakkan kedua tangan dibawah pusar, lalu membaca
qunut dan ruku’.[11]
Begitupun
dengan pendapat hanabilah, saat qunut dilaksanakan sebelum ruku’. Tapi berbeda
jika, qunut dilaksanakan setelah ruku’, disunnahkan mengangkat kedua tangan
sampai dada, dengan telapak tangan menghadap langit, kemudian mengusap kan
kedua telapak tangan kewajah, setelah malaksanakan
qunut. [12]
Sedangkan
syafi’iyah, Sunnah mengangkat kedua tangan dengan posisi tangan menengadah
kelangit. Tapi, sebagian ulama tidak menambahkan hal itu, sebab beralasan bahwa untuk tidak menambah gerakan dalam sholat.
Dan mengusap wajah dengan telapak tangan adalah pendapat yang tidak shohih
menurut madzhab syafi’i.[13]
H.Intonasi
suara saat mengucapkan qunut
Syafi’iyah berpendapat,
saat mengucapkan do’a qunut itu, dengan suara yang keras baik saat menjadi imam
, maupun munfarit, meskipun dalam sholat sir, dan untuk makmum mengamini.[14] Begitupun dengan
hanabilah yang berpendapat mengucapkan qunut, dengan suara keras baik imam
maupun munfarit dan untuk makmum mengamini tapi, jika suara
imam tidak terdengar, maka ia
membaca qunut sendiri.[15]
Berbeda lagi, dengan hanafiyah yang berpendapat bahwa membaca qunut itu. Dengan suara
rendah baik saat menjadi imam, maupun memjadi makmum.[16]
I.Penutup
Dari semua
pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa qunut dalam sholat witir,hokum, tatacara
melaksanakannya, itu berbeda-beda
pendapat, untuk itu setiap
pendapat perlu dihargai, dikarenakan
untuk mendapatkan sebuah hukum itu sendiri, seorang ulama’ memerukan adanya sebuah ijtihad yang harus dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
…….., Al-qur’an
al-karim, Jakarta, PT.Syamil cipta media, 2005
Munawwir,
ahmad warson. Kamus al-munawwir. Edisi ke-2. Cet ke-14. Surabaya:
pustaka
progresif.
1997.
Zuhaily, az-,
wahbah. Al-fiqh al-islam wa adilatuhu. Cet. Ke-2. Damaskua: dar al-fikr.
1985
_____________________.
al-mausu’ah al-fiqhiyah al-islami wa alqadaya almu’ashirah. Cet.
Ke-3.
Damaskus: dar al-fikr. 2012.
Al- jazary,
abdurrohman. Kitabul fiqh ‘ala al-madzhab al-arba’ah. Beirut: dar
al-kutub al-
ilmiyah. 2006.
Shodruddin,
abi abdillah. Rohmah al-ummah fi
ikhtilaf al-aimmah. Beirut: dar al-kutub al-
ilmiyah. 1971.
Al-ajazy, abu
abdurrohman bin yusuf. At- Tamam fi fiqh
al-kitab wa shohih as-sunnah.
Iskandaria:
dar al-aqidah, 2009.
Al-hazawy,
ahmad bin ahmad bin salim musa. Asy syarh al-mumtu’ ‘ala zada al-mustaqna’.
Iskandaria:
zahnah al-afkar. 2008.
Abady,
muhammad. ‘Aunul ma’bud syarh sunan
adu daud. Kairo: dar al-hadits. 2001.
[1] Ahmad warson munawwir, edisi ke-2, cet ke-14
(Surabaya:pusaka progresif, 1997), hal: 1161
[2] Al-baqoroh : 238
[3] At-tahrim : 12
[4] Al-adhim abadi, auul ma’bud fi syarh sunan
abu daud, dar al-haditsjilid 3, hal 187
[5] Wahbah az-zuhaily, al-fiqh al-islam wa
adilatuhu, (Dmaskus ; Dar al-afkar, 2008), cet ke-2, jlid 2, hal 162-163
[6] Ibid, jilid 2, hal 165
[7] Ibid, jlid 2, hal 166
[8] Abdurrhman al-jazary, al-fiqh ‘alamadzahib
al-arba;ah, (dar taqwa, 2003) jlid 1, hal 276
[9] Wahbah az-zuhaily, mausu’ah al-fiqh al-islamy
wa qadaya al-mu’asirah (Damaskus, dar al-fikr, 2010)jlid 1, hal 832
[10] Wahbah az-zuhaily, al-fiqh…., jlid 2, hal 166
[11] Abdurrahman al-jazary, al-fiqh…., jlid 1, hal
274
[12] Wahbah az-zuhaily, al mausu’ah…., jilid 1,
hal 836
[13] Wahbah az-zuhaily, al-fiqh…, jlid 2, hal 164
[14] Abdurrohman az-jazary, al-fiqh…, jlid 1, hal
276
[15] Wahbah az-zuhaily, al-fiqh…, jlid 2, hal 166
0 komentar:
Posting Komentar